Mohon tunggu...
Rizki Utama
Rizki Utama Mohon Tunggu... Lainnya - Berbagi Lewat Tulisan

Business System dan Business Process Management Professional - Alumni MM FEB Universitas Indonesia dan Teknik Industri Universitas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Nokia dan The Limits to Growth

27 Juni 2020   15:01 Diperbarui: 28 Juni 2020   05:59 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak lama setelah itu, tahun 2008, HTC juga mengeluarkan telpon seluler Android OS pertama yang merupakan hasil kerja sama antara Google dan Open Handset Alliance (OHA) yang merupakan konsorsium 84 perusahaan (termasuk didalamnya HTC, Samsung, LG, Sony dan Motorola) untuk mengembangkan standar terbuka sebuah mobile devices. 

Sejak itulah permainan berubah, pangsa pasar dan penjualan Symbian (Nokia) terjun bebas, OS lainnya seperti RIM dan Microsoft turun pelan-pelan dan akhirnya menghilang, sementara iOS dan Android meroket dan menjadi pemenang. 

Dunia telpon seluler seolah terbagi dua sejak saat itu, iOS menguasai pasar premium sementara Android OS mengambil pasar medium dan low. Desain produk juga lebih difokuskan ke software ketimbang hardware.

Kembali ke Nokia, perusahaan asal Finlandia yang berdiri sejak tahun 1865. Tahun 1990-an Nokia menjadikan bisnis telekomunikasi sebagai fokus utamanya. 

Pada tahun 1991, Nokia sukses membuat perangkat pertama untuk melakukan panggilan GSM. Kesuksesan berlanjut, tahun 1998 Nokia mendapat predikat the best selling mobile phone brand in the word. 

Tahun 2002 Nokia memperkenalkan telpon seluler berkamera pertamanya, Nokia 7650, dan tahun 2003 meluncurkan Nokia 6600 yang berhasil terjual sebanyak 150 juta unit, posisi kedua sebagai smartphone dengan penjualan terbesar. 

Kekuatan produk Nokia saat itu ada pada desain produknya yang handal, ergonomis, baterai yang tahan lama serta kuat secara fisik dan jaringan. 

Nokia sepertinya sangat fokus untuk mengembangkan perangkat yang unggul dari sisi hardware serta estetika dan kurang dari sisi pengembangan dan inovasi software atau operating system (OS). 

Selain itu Nokia terlalu percaya diri dengan symbian-nya yang kurang adaptif terhadap tren telpon pintar dengan banyak aplikasi di dalamnya serta penggunaan touch screen yang mulai naik saat itu, tidak seperti Google dan OHA yang segera membangun kekuatan dan akhirnya berhasil menguasai pasar. 

Ini yang disebut sebagai slack (lamban dan menganggap remeh persaingan) dalam The Four Threats to Sustainability yang dirumuskan oleh Pankaj Ghemawat seorang global strategist dari Harvard Business School. 

Organisasi yang tidak responsif dan terlalu skeptis melihat pemain baru menjadi limiting factor dari Nokia padahal mereka mempunyai sumber daya yang sangat besar. Kaku dan tidak agile barangkali menjadi kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi Nokia pada saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun