Mohon tunggu...
Rusdianto Samawa Tarano Sagarino
Rusdianto Samawa Tarano Sagarino Mohon Tunggu... Dosen -

Membaca dan Menulis adalah Mutiara Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Nasib Bangsa Bermental Tempe

23 Oktober 2015   15:50 Diperbarui: 23 Oktober 2015   16:40 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stabilkan perekonomian nasional merupakan ujung tombak untuk keluar dari jebakan intervensi global. Kelangkaan kebijakan populis akan berakibat fatal yang berdampak pada siklus sosial bergejolak. Pemerintah jangan terlihat kelimpungan dan gagap, lalu jadi gegap gempita mengumbar janji memperbaiki tatanan ekonomi nasional. Karena sebelumnya sudah berjanji setinggi gunung mulai swasembada pangan, kesejahteraan hingga menyetop impor.

Inilah yang dikatakan Bung Karno, seharusnya menjadi ”bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli, bangsa yang rela menderita demi cita-cita”. Bangsa bermental tempe tak akan sanggup menderita berpayah-payah untuk meciptakan kemandirian bangsa, lepas dari ketergantungan pada bangsa asing.

Bangsa bermental tempe cenderung menyukai jalan pintas praktis siap saji dan rekayasa karbitan pencitraan (blusukan) sehingga hasilnya tak lebih dari kematangan magical irrasional, penuh ilusi tak masuk akal. Karena kematangan natural menuntut konsistensi tinggi penuh kesabaran dan penderitaan untuk mencapai tujuan.

Tanpa konsistensi, sesempurna apapun sebuah rencana dan program, tak pernah menghasilkan buah matang yang benar-benar memuaskan. Alih-alih mencari akar persoalan untuk pembenahan, pemerintah lebih menampakkan kepandiran seperti ringkikan keledai. Pemerintah berkilah, kegagalan disebabkan karena terjadi kompetisi politik dalam negeri. Ringkikan keledai yang semakin menunjukkan kepandiran pemerintah di mata rakyat, khususnya dimata petani. (Jefri 27/12/02).

Kita mungkin bukan bangsa kaya, bukan bangsa mandiri, bukan bangsa cerdik, bukan juga bangsa yang merdeka hingga detik ini. Tetapi kita tidak bisa mengelak kalau diri kita ini adalah bangsa tempe. Memang kita ini bangsa tempe, yang pernah besar, dan pernah juga kecil, tapi besar kecil lebar luas entah apapun juga itu, kita lalui dengan tempe. (Soeharso, 2011:03)

Diperlukan keberanian dan semangat untuk menyatakan perang pada para pejabat mental tempe. Karena situasi negeri ini sangat menakutka yang akan membuat rakyat frustasi. Memang makan tempe itu sehat, tapi jangan sampai nasib bangsa ini berubah jadi mental tempe.

Rusdianto
Pengamat Komunikasi Pembangunan, Politik dan Pemerintahan Institut Bisnis Muhammadiyah Bekasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun