Mohon tunggu...
Rusdianto Samawa Tarano Sagarino
Rusdianto Samawa Tarano Sagarino Mohon Tunggu... Dosen -

Membaca dan Menulis adalah Mutiara Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Hilangnya Tradisi Tama Lamong

12 Oktober 2015   12:14 Diperbarui: 12 Oktober 2015   12:14 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tradisi tama lamongsering dilakukan zaman dahulu sebagai upaya wanita sumbawa mulai usia remaja sampai dewasamenjaga nilai moralitas yangterkandung dalam kehidupan sehari-hari.Tama Lamongsendiri berlandaskan kearifan lokal yang memiliki makna filsafati dalam bentuk sikap dan nilai kesamawaanyang bertujuan agar terhindar dari berbagai macam pengaruh negatif stratifikasi sosial,lingkungan maupun globalisasi.

DalampenelitianDian Sukmawati (2008) bahwa asal mula tradisi tama lamongadalah kebiasaan wanita sumbawa mulai usia remaja sampai dewasa menggunakan baju pendek (lamong Pene)dan celana pendek (saluar jongkor). Melacak sejarah munculnya tama lamong ini, atas kegundahan generasi muda sumbawa yang diusulkan kepada kesultanan waktu itu.

Tradisi tama lamong berbentuk khitanbatobadengan ritualitas keagamaan bermakna mencegah dari perbuatan mungkar yang dapat merusak hubungan kausalitas keluarga besar dalam lingkungan masyarakat. Dalam pelaksanaan tama lamongharuslah dari golongan wanita sebagai commite kerja atau lebih dikenal sebutan sanakswai (golongan wanita pilihan) yang konsisten melahirkan generasi wanita berkualitas dengan harapan Sumbawa dijaga nama besar dimulai dari wanita-waita pilihan.

MutiaraHilang

Kajian lebih luas, bahwa tradisitama lamongmutiara hilangsebagai filsafat moral penuh makna, asas dan tujuan hidupbersama (shaffan)orang sumbawa (tau samawa). Tama lamongtermasuk cara bertahanhidup masyarakat dari berbagai ancaman amoral, globalisasi dan terutama pengaruh media sosial seperti facebook, twitter, instagram, line, dan lain sebagainya.

Tradisi ini masih relevan dalam kehidupan sekarang, tentu akan banyak memberi manfaat dan solidaritas sebagaipraksis system sosial (sosiological) masyarakatguna menghindari malapetaka bagiwanita, seperti pemerkosaan, asusila, dan hubungan seks bebas atau pacaran. Hal ini dapat dilihat dalam prosesi tama lamongmulaidari barodak, maning suci,dan merias diri. Hal ini dilakukan untuk menolak (tulak)bala semua penyakit seperti kesikal (kesurupan), di ganggu laki-laki dan menghindari perbuatan keji perzinahan yang dapat menimpanya.

Namun tradisi ini hilang begitu saja, belum sampai 100 tahun (satu abad) dalam prakteknya, ditelan satu masa seiring perubahanwaktu mengikuti perkembangan masyarakat,sepertipertukaranbudaya, transmigrasi, dan perkawinan beda suku.

Tidak dipungkiri, tradisi ini mengalami perubahan disebabkan masyarakat samawamenganut pola fikir praktis ekonomis sehingga dikenal adanya paradigmarebuya (mencari), seperti buya manjeng, buya basalaki,dan marari.Tergerusnya nilai tradisi tama lamong karena sejatinya tidak ada proses education secara mendalam untukmenjaga eksistensi pelestariannya sehingga makna dan tujuan tama lamongtidak mengalami transformasi. Masyarakat, melaksanakan tradisi inikarena motivasi akan makna tama lamong sebetulnya sangat tinggi namun tidak didukung oleh faktor kebersamaan sehingga cenderung bersifat individual. Masih banyak juga, di wilayah kota sumbawa tetap pertahankantradisiinikarena dianggap masih diperlukan dan berguna dalam kelangsungan hidup masyarakat.

Akibat tradisi ini disederhanakan dalam setiap upacara batoba (khitan) baik dalam acara kesultanan, masyarakat biasa maupun umum. Tentu tergerus seperti tak ternilai lagi, karena lebih memilih praktis dan cepat. Padahal tradisi sangat mumpuni dalam berbagai kehidupan apapun yang diiringgi kemajuan teknologi dan informasi untuk disesuaikandengan modernitas. Seiring dengan hilangnya tradisi ini, doktrin agama Islam sebagai mayoritas sudah susut dalam konteks keimanan dan moralitas masyarakatnya, apalagi wanita samawayang kebanyakan sekarang terjerumus dalam dunia pragmatisme akibat jurang kemiskinan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Lebih parah lagi, wanita samawa sudah mulai metamorphosis dalam dunia gelap gulita malam, seperti karaoke batu gong yang justru mendorong krisis moral pada masyarakat Sumbawa. Bisa dikatakan bahwa hilangnya tradisi ini membuat efek negatif pada individu wanita Sumbawa sendiri yakni dari tradisi tama lamong (masukan baju) hingga menjadi tradisi selis lamong(Keluar Baju)

Retama Lamong

Karena berfikir aku ada (cogito ergo sum) mungkin itu dapat menjadi ladasan masyarakat Sumbawa agar tradisi TamaLamongdperbaharui (retama). Kalimat retama merupakan upaya serius untuk konstruksi lagi sehingga menjadi system kebudayaan Sumbawa yang sejatinya bisa membawa pesan-pesan moralitas untuk masa akan datang.

Sebagaimana diketahui, tradisi tama lamong merupakansymbol, etika atau biasa disebut tradisi “kanggila” artinya wanita samawa dapat memegang teguh pendirian, harga diri dan martabatnya agar memiliki rasa malu untuk melakukan perbuatan-perbuatan mungkar.Maka retama lamongsalah satu usaha untuk pertahankan sebagai tradisi tulen “tau samawa” sehingga wanita-wanita pilihan samawa dapat merespon perubahan secara terbuka dan positif, seperti menghargai tata kesopanan, menjauhi prilaku hedonis, materialis dan seronok.

Lagi pula, wanita sumbawa tidak lagi terjebak pada system sosial tertutup dikalangan keluarga dan penting untuk me-retama lamong sebagai proses penghargaan terhadap budayanya sendiri dan menolak pergaulan bebas.Sehingga terhindar dari lingkungan tak pantas, seperti melepas jilbab dan lain sebagainya. Padahaltahun 1930-an – 1980-an wanita sumbawa sangat terkenal dengan sebutan “lala jinis” artinya wanita yang benar-benar menjadi harapan dan pilihan karena tekad perjuangan, menjaga martabat dan membantu sesama.

Wanita yang telah melakukan upacara tama lamongatau batobamaka memiliki kewajiban untuk menjaga harkat dan martabatnya sebagai wanita dengan selalu mengikuti segala norma yang berlaku dalam masyarakat. Mengingat wanita adalah salasatu power culture (kekuatan budaya) yang harus dipelihara dengan baik.

Tradisi tama lamong dilakoni oleh wanita – wanita pilihan yang ditunjuk untuk menjadi CEOdalam berbagai kegiatan upacara adat, seperti menjadi ina odak(orang yang mengurus segala keperluan upacara) dan ina saneng (pendamping). Hal ini biasa di lakukan dalam adat perkawinan dan acara-acara besar kesultanan, tetapi sekarang sudah sangat jarang bahkan memilih jalan praktis.Agar tradisi ini tidak punah, maka harusnya seluruh steakholders di Sumbawa mulai dari pemerintah, kesultanan dan masyarakat umum agar tradisi ini data diperkaya kembali, sehingga generasi muda khususnya sumbawa tetap mengenal dan mengetahui keberadaan tradisi tama lamong.

Rusdianto adalah Alumnus Sekolah Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun