Mohon tunggu...
Rusdianto Samawa Tarano Sagarino
Rusdianto Samawa Tarano Sagarino Mohon Tunggu... Dosen -

Membaca dan Menulis adalah Mutiara Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Hilangnya Tradisi Tama Lamong

12 Oktober 2015   12:14 Diperbarui: 12 Oktober 2015   12:14 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana diketahui, tradisi tama lamong merupakansymbol, etika atau biasa disebut tradisi “kanggila” artinya wanita samawa dapat memegang teguh pendirian, harga diri dan martabatnya agar memiliki rasa malu untuk melakukan perbuatan-perbuatan mungkar.Maka retama lamongsalah satu usaha untuk pertahankan sebagai tradisi tulen “tau samawa” sehingga wanita-wanita pilihan samawa dapat merespon perubahan secara terbuka dan positif, seperti menghargai tata kesopanan, menjauhi prilaku hedonis, materialis dan seronok.

Lagi pula, wanita sumbawa tidak lagi terjebak pada system sosial tertutup dikalangan keluarga dan penting untuk me-retama lamong sebagai proses penghargaan terhadap budayanya sendiri dan menolak pergaulan bebas.Sehingga terhindar dari lingkungan tak pantas, seperti melepas jilbab dan lain sebagainya. Padahaltahun 1930-an – 1980-an wanita sumbawa sangat terkenal dengan sebutan “lala jinis” artinya wanita yang benar-benar menjadi harapan dan pilihan karena tekad perjuangan, menjaga martabat dan membantu sesama.

Wanita yang telah melakukan upacara tama lamongatau batobamaka memiliki kewajiban untuk menjaga harkat dan martabatnya sebagai wanita dengan selalu mengikuti segala norma yang berlaku dalam masyarakat. Mengingat wanita adalah salasatu power culture (kekuatan budaya) yang harus dipelihara dengan baik.

Tradisi tama lamong dilakoni oleh wanita – wanita pilihan yang ditunjuk untuk menjadi CEOdalam berbagai kegiatan upacara adat, seperti menjadi ina odak(orang yang mengurus segala keperluan upacara) dan ina saneng (pendamping). Hal ini biasa di lakukan dalam adat perkawinan dan acara-acara besar kesultanan, tetapi sekarang sudah sangat jarang bahkan memilih jalan praktis.Agar tradisi ini tidak punah, maka harusnya seluruh steakholders di Sumbawa mulai dari pemerintah, kesultanan dan masyarakat umum agar tradisi ini data diperkaya kembali, sehingga generasi muda khususnya sumbawa tetap mengenal dan mengetahui keberadaan tradisi tama lamong.

Rusdianto adalah Alumnus Sekolah Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun