Mohon tunggu...
Rizki Setyo
Rizki Setyo Mohon Tunggu... Freelancer - Born to Start

www.rizkisetyos.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Sejarah Kampung Pecinan Kapasan dalam Surabaya

24 Mei 2021   09:24 Diperbarui: 24 Mei 2021   19:22 2205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SURABAYA - Asal mula budaya cina atau bisa di sebut Thionghoa yakni melalui jalur pintasan melalui Pulau Garam Madura, tepatnya di Desa Dungkek, sebelah timur Sumenep, Madura. Di situlah awal mula  terjadi nya penyebaran Thionghoa di kota Surabaya.  

Pada tahun 1860-an mereka datang melalui system perdagangan, seperti agama islam melakukan penyebaran agama dengan jalur perdagangan namun beda nya Thionghoa ialah berawal dari desa Dunkek lalu menyebar ke Surabaya. Dan membangun klenteng di Jl. Kapasan pada masa penjajahan Belanda, warga cina di Surabaya sedikit diberi kebebasan karena mereka bisa menyiapkan kebutuhan bangsa Belanda seperti makanan dll. dan warga cina di kapasan juga sedikit memberontak jika berhadapan dengan belanda, jadi ada rasa berani yang membuat mereka sedikit bebas. 

Unik nya pada budaya Thionghoa mempunyai golongan yang berbeda. Tionghoa ada 3 kasta, yang pertama kasta Holland Steger, yakni merupakan  kasta yang tergolong paling tinggi di yang di gambarkan bahwa keturunannya tidak ada yang miskin semua hampir semua turuna nya kaya , dan sukses lalu untuk profesi juga dapat di pandang mapan seperti Dokter, Pengusaha, dll. 

Yang kedua yakni golongan Cina Babat yaitu keturunan yang lahir di Indonesia tetapi mereka berpakaian kebaya dan sarung. Dan yang ketiga adalah Cina Totok, keturunan yang dianugerahkan tuhan untuk berdagang. 

Adanya ketiga golongaan tersebut bermula dari  kasta yang berbeda tentu nya kalo dulu mereka masih membeda-beda kan kasta, contoh seperti kasta Holland Steger, golongan ini tidak boleh menikah atau berteman baik dengan kasta dibawahnya karena itu bisa membuat nama kastanya jelek. 

"Lalu, contoh lagi seperti saya (suk Doni) saya itu lahir di Lamongan, bapak cina totok, ibu jawi. Saya cina totok dan saya pernah di angkat anak oleh golongan cina babat, orangtua angkat saya punya putri. Seiring berjalannya waktu kita saling suka, tapi karna kasta nya beda, mau tidak mau kita harus dipisahkan, begitupun sebaliknya. Sampai seperti itu. Tapi itu dulu, sekarang sudah biasa saja” Ujar Suk Doni. Masyarakat Thiongkok juga mempunya ciri khas budaya yakni Barongshai dan Kunfu yang masih di gerakan sampai saat ini.

Untuk budaya di kampung pencinaan kapasan dalam yakni seperti biasa budaya Thionghoa saat perayaan Imlek mereka berkumpul dan masak besar, melalukan ibadah bersama, menyajikan makanan khas Thionghoa dan kue keranjang sebagai camilan lalu untuk jeruk sebagai pencuci mulut, setiap makanan yang di di masak dan di sajikan mempunyai arti dan makna tersendiri yang di anggap baik oleh budaya Thionghoa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun