Mohon tunggu...
Rizki Saputra
Rizki Saputra Mohon Tunggu... Guru - Nagan Raya, Nanggroe Aceh Darussalam

Rizki Saputra: Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Arab yang menyukai kisah-kisah serta buku-buku klasik yang bersumber dari negeri Timur.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Political Animals : Binatang Politik atau Binatang yang Berpolitik?

24 Maret 2020   01:08 Diperbarui: 24 Maret 2020   22:41 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Demokrasi adalah pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta dalam memerintah dengan perantara wakilnya. Titik puncak dari sistem demokrasi adalah oligarki, yaitu pemerintahan yang dijalan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.
            Beberapa orang yang berkuasa disebut dengan pemerintah atau politisi, dan pemerintah dipilih oleh rakyat dengan tujuan menyampaikan aspirasi-aspirasi yang tidak mungkin mereka sempaikan sendiri. Oleh karena itu, pemerintah atau politisi pada hakikatnya adalah penyambung lidah dan pelayan bagi rakyat. Sebagai seorang pelayan, tentu tugas utamanya adalah melayani rajanya sepenuh hati dan segenap jiwa.
            Namun sekarang semuanya berubah, baik rakyat maupun politisi. Dulunya rakyat memilih seseorang atau beberapa orang untuk dijadikan penguasa dengan menaruh banyak harapan kepadan mereka, sekarang rakyat malah merasa alergi dan membenci kata politisi. Demikian juga beberapa orang (politisi) yang telah dipilih oleh rakyat dengan tujuan bisa mewujudkan harapa-harapan mereka, justru menutup rapat harapan tersebut.
            Hal yang semaca ini membuktikan bahwa negara ini sebenarnya belum keluar dari orde baru. Dengan kata lain, negara ini sudah keluar dari sistem otoritarianisme tapi belum masuk ke sistem demokrasi. Karena transisi orde baru adalah melangkah keluar dari otoritarianisme untuk masuk ke demokrasi.
            Sampai dengan sekarang, negara ini gagal untuk masuk ke sistem demokrasi karena masih terjebak dan terkurung di dalam orde baru. Kegagalan tersebut disebabkan penyalahgunaan sistem oligarki, yang seharusnya menjadi suatu alat yang akan membawa negara ini menuju ke sistem demokrasi. Penyalahgunaan tersebut hanya berkisar antara rakyat atau para politisi. Dalam masalah ini, rakyat sudah menjalankan tugasnya dengan baik, yaitu memilih perwakilannya (politisi) dan memasukkan mereka ke dalam rumah orde baru, dengan harapan perwakilan mereka (politisi) akan membawa mereka ke sistem demokrasi. Namun malangnya, para perwakilan yang sudah dipersilahkan masuk ke dalam rumah orde baru, mengunci pintu rumah tersebut dari dalam dan membiarkan rakyatnya menunggu diluar.
            Dalam hal ini, bukan sistem oligarkinya yang salah melainkan orang-orang yang memanfaatkan sistem oligarki tersebut, yaitu para politisi. Maka lahirlah satu kata dari masyarakat untuk para politisi, yaitu "Binatang Politik" yang merupakan terjemahan dari ungkapan political animals (Inggris), soyos politicos (Yunani), zoon politicon (Romawi). Orang-orang yang baru belajar bahasa Inggris, Yunani, atau Romawi akan mengatakan bahwa "Binatang Politik" adalah terjemahan yang salah. Sedangkan para akademisi, pengamat politik, bahkan politisi sekalipun akan membenarkan terjemahan tersebut. Bukan karena mereka bodoh hingga membenarkan terjemahan tersebut, tapi karena mereka tahu bahwa para politisi sendiri yang membuat dan meminta ketiga kata tersebut diterjemahkan dengan "Binatang Pilitik".
            Terjemahan sebenarnya dari ketiga kata tersebut adalah "Binatang yang Berpolitik" atau politisi, artinya genus manusia adalah keserakahan seperti mahkluk hidup pada umumnya (binatang), namun yang membedakan manusia dengan binatang adalah kemampuan berpolitik. Artinya, hanya manusia yang mampu berpolitik sedangkan makhluk lainnya tidak bisa dan tidak mampu berpolitik.
            Walaupun demikian, masyarakat masih akan tetap menerjemahkan kata tersebut dengan "Binatang Politik". Artinya, masyarakat akan tetap menganggap politisi sebagai "binatang politik", dan masyarakat baru akan menerjemahkan kata tersebut dengan "Binatang yang Berpolitik" apabila para politisi benar-benar atau berhasil mewujudkan harapan mereka. Karena yang mencemari kata "politisi" adalah politisi itu sendiri, maka orang yang harus membersihkan dan mengharumkan kata tersebut juga para politisi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun