Dunia perkuliahan, sebuah dunia yang penuh orang orang intelek, anak anak muda yang haus akan ilmu. Dunia perkuliahan sejatinya menjadi sebuah dunia dimana karakter dibentuk, karena tidak dapat dipungkiri, dari sinilah nantinya para penerus akan dihasilkan. 30 atau 40 tahun yang akan datang merekalah yang akan menduduki jabatan-jabatan strategis di berbagai kementrian.
Apa jadinya apabila sejak dini mereka sudah mengkonsumsi makanan, minuman, dan hal hal lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa dan raga mereka? Sudah barang tentu mereka akan menjadi penerus yang sakit, sakit jiwa dan raga, bukan? Bangsa ini akan dipimpin oleh orang orang macam itu di masa depan.
Maka dari itu, seyogyanya perguruan tinggi menjadikan lingkungannya sehat, tak mengizinkan apapun yang dapat menyumbang dampak buruk bagi kesehatan jiwa raga para penerus yang saat ini sedang menimba ilmu di dalamnya. Tak pantas sebuah instansi pendidikan yang sedianya mengajarkan hal hal baik dan ilmu yang bermanfaat, justru masih mengijinkan hal-hal negatif yang berpotensi merusak karakter anak bangsa hadir di dalamnya. Dan umumnya, setiap perguruan tinggi sudah melakukan mekanisme preventif dengan baik dalam upaya penanggulangan hal-hal negatif tersebut, mulai dari pelarangan iklan rokok dan minuman keras di kampus melalui peraturan peraturan yang sudah ditetapkan, penyediaan kantin yang dijaga kualitas gizinya, serta hal-hal lain yang sekiranya mendukung upaya ini.
Namun, ada saja cara para produsen produk-produk perusak yang telah disebutkan diatas, untuk tetap masuk kedalam lingkungan kampus, mengingat kampus adalah pangsa pasar yang besar bagi mereka, dan tentunya menjanjikan keuntungan yang besar pula. Dan salah satu dari produk perusak yang dengan berbagai cara dapat masuk ke lingkungan kampus adalah Rokok.
Rokok, yang bagi sebagian orang telah menjadi gaya hidup ternyata memiliki kekuatan untuk menembus sistem pertahanan yang telah dibuat kampus. Memang hingga saat ini rokok belum menjadi hal yang dilarang di Indonesia, namun efek nyata yang ditimbulkannya bagi kesehatan sudah sangat nyata. Lebih dari 50% pengidap kanker Paru Paru adalah pengguna rokok. Rokok pula yang dapat merangsang tekanan darah tinggi, impotensi, dan hal hal mengerikan lain yang menjangkiti setiap perokok.
Kampus sudah pasti menetahui hal itu. Sudah tentu mereka tidak menginginkan kampus mereka menghaslikan lulusan yang lemah, pendek pikirannya, dan tentunya, seorang perokok. Berbagai mekanisme dilakukan untuk menghindari resiko rokok masuk kampus. Namun dengan banyak cara, merek merek macam DJARUM, Gudang Garam, Dji Sam Soe, Star Mild, dapat dengan mudah masuk ke lingkungan kampus. Mulai dari cara yang halus, seperti penjualan rokok di lingkungan kampus, di kantin kantin, dll, hingga cara yang sangat besar dan mencolok seperti menggelar Konser Musik di lingkungan Kampus.
Memang perusahaan rokok merupakan perusahan yang kuat dengan basis dana yang besar, serta loby loby mereka seperti dengan mengerahkan perusahaan perusahaan yang nyata-nyata adalah Corporate Social Responsibilities (CSR) yang merupakan perusahaan 'balas budi' mereka untuk melakukan loby-loby pada para pemegang kekuasaan di kampus. Dan akhirnya dengan kekuatan yang mereka miliki, mereka dapat menyelenggarakan acara-acara besar dengan logo perusahaan induk mereka menjadi main view.
Inkonsistensi pihak kampus menjadi masalah disini. Dengan kekuatan loby serta gelontoran uang dari perusahaan CSR (Yang sejatinya adalah uang dari perusahaan Induk mereka) menjadikan mereka mau mengubah sedikit makna dari peraturan-peraturan yang telah mereka buat sebelumnya. Mungkin frasa  "perusahaan rokok" diartikan sebagai perusahaan rokok itu sendiri, sehingga perusahaan CSR dianggap terpisah. Padahal sejatinya CSR adalah anak dari perusahaan rokok iti sendiri, sebuah mekanisme balas budi dari dari perusahaan rokok atas orang orang yang membeli produk mereka, yang merelakan uang dan umur mereka untuk kebesaran perusahaan rokok itu sendiri. Pihak kampus dibutakan dengan kata kata muluk dari orang orang yang sebenarnya ta lebih pintar dari mereka. Di iming-imingi janji bantuan pembangunan, pengadaan teknologi, uang riset, bahkan asuransi kesehatan. Mereka lupa bahwa uang dari perusahaan rokok itu adalah uang hasil menghisap darah orang Indonesia. Orang orang yang menggantungkan harapan pembangunan bangsa ini pada lulusannya.
Ironis memang, tapi ini adalah sebuah kenyataan. Kenyataan yang seharusnya tidak pernah terjadi apabila mereka sedikit lebih 'konsisten' dengan apa yang telah mereka ucapkan dulu. Bagi perusahaan rokok sendiri, pangsa pasar kampus adalah pangsa pasar yang cukup besar. Sebagai contoh, UGM yang merupakan kampus terbesar di Indonesia memiliki lebih dari 40.000 mahasiswa dari berbagai tingkatan, strata, dan Jurusan. andaikan seperempat saja dari mereka dapat dijadikan sebagai seorang perokok, maka keuntugan yang akan mereka peroleh luar biasa besar. Harga Rokok di pasaran berkisar antara 7-10 ribu. Andaikan keuntungan dari penjualan satu bungkus rokok 1000 rupiah, dan setiap hari mereka menghabiskan 2 bungkus rokok saja, maka perhari sebuah perusahaan rokok dapat merauh Omzet mencapai 20 juta rupiah hanya dari pengiklanan produk mereka di dunia kampus. Sedangkan CSR mereka memberikan bantuan pendidikan berupa beasiswa, renovasi gedung, bantuan penelitian, mungkin hanya sampai sekitar 1 miliar rupiah, dan mereka masih defisit sebesar  200 juta untuk penjualan selama dua bulan. Sebuah mekanisme pengembalian yang sempurna, dimana mereka mengambil uang kita, dan mereka menembalikannya pada kita lagi dalam bentuk yang berbeda, dan mereka masih untung! Inilah yang tidak disadari oleh kita semua, dari itikad baik mereka, mereka menyimpan maksud tertentu. Dan itulah usaha, lakukanlah sesuatu, apapun itu asalkan pada akhirnya kamulah yang mendapat keuntungan lebih.
Beberapa bulan lalu, sebuah kampus besar telah manjadi korban dari intrik politik yang dilakukan oleh perusahaan rokok. Sebuah konser besar diadakan oleh sebuah CSR dalam rangka peresmian sebuah gedung baru hasil renovasi yang juga dibiayai oleh CSR itu. Sungguh naif memang, sebuah perguruan tinggi yang namanya terdengar dimana mana karena kebesarannya, memiliki sebuah fasilitas pendidikan yang dana pembangunannya berasal dari perusahaan rokok. Dan saya yakin, bukan hanya kampus ini saja yang menjadi korban, melainkan kampus kampus lain pasti ada yang menjadi korban strategi pemasaran dari barang yang tak seharusnya ada di lingkungan akademik ini, dengan jalan jalan yang mungkin sama, atau mungkin dengan jalan yang berbeda.
Kita semua tahu, rokok merupakan barang yang tak seharusnya masuk ke badan seorang akademisi. Akademisi sejatinya merupakan orang pintar, yang menjadi panutan orang lain. Akademisi tentunya memiliki nalar yang lebih jalan dari orang lain sehingga dengan enteng dapat mengatakan bahwa "saya tidak suka rokok, karena rokok dapat meracuni diri saya". Ketika lingkungan kita sudah tak lagi menjadi benteng akan serbuan iklan-iklan rokok, maka mata kita, tangan kita, kaki kita lah yang seharusnya menjadi penghalang atas gempuran dari produk-produk yang tak seharusnya merasuki badan kita itu