Disclaimer : Semua yang termuat dalam tulisan berikut adalah pendapat pribadiÂ
Ciu!
          Dikutip dari Kerah Biru: Pengrajin Alkohol Medis dan Ciu di Desa Bekonang, jika banyak orang mengenal Boyolali terkenal dengan 'susu murni' nya, Pak Sabaryono dalam video tersebut "kalau Bekonang ya ingatnya ciu hehehe". Cairan dengan kandungan alkohol bisa mencapai 90% ini sangat akrab di kalangan orang Solo atau karesidenan Surakarta secara umum, telah ada sejak pemerintah kolonial Belanda. Seperti yang disampakan Pak Sabaryono, semua bahan hasil bumi yang mengandung gula bisa diproses menjadi alkohol.Â
          Ciu Bekonang tujuan utama produksinya adalah alkohol untuk kepentingan medis, tetapi juga telah menjadi  rahasia umum bahwa ciu dikonsumsi untuk kepentingan mabuk-mabukkan. Jika ada yang membatah pernyataan tersebut setidaknya berdasar pada apa yang pernah saya lihat semasa SMA, dalam ruang sampel yang sempit dan minim bukti saya menyimpulkan demikian. Sisi sebaliknya, beberapa kelompok orang menganggapnya sebagai minuman yang harus dijauhi.
           Burn out hingga toxic environment hanya sebuah istilah turunan istilah dari ide yang lebih besar, bahwa dunia sekitar kita sesungguhnya jauh dari ideal, dan akhirnya menjadi alasan untuk pergi. Jiwa manusia itu sendiri, sering tidak sadar kelelahan dan ingin berhenti dari realitas dunia yang rusak. Jadi sebagian kalangan akan pergi ke Bali nongkrong di cafe mahal, bersepeda gowes dengan sepeda puluhan juta (bagi yang punya uang) pihak yang lain sekedar mengunggah foto untuk mengenang momen-momen indah. Lantas apa bedanya hal di atas dengan minum ciu? sama saja bukan?  Jangan berburuk sangka bukan berarti saya mendukung, sebaliknya saya justru menolak hal-hal di itu. Hanya mencari contoh ekstrim untuk menjelaskan keresahan saya tentang kerinduan manusia akan sebuah dunia yang ideal, dimana manifestasinya berbeda-beda pada setiap kita.
           Seperti sebuah topik yang menarik untuk dikusi lebih lanjut.Â
           Saya tidak bertujuan mengampanyekan hal yang tabu dan negatif, hanya menyampaikan renungan pribadi. Sesungguhnya manusia kita sama bobroknya dengan orang yang dipandang hina dalam masyarakat secara umum, sehingga bisa mawas diri dan tidak mudah menghina atau menghakimi pihak lain dengan penuh kebencian.
            Tulisan ini hanya untuk provokasi terhadap ide dari melihat realita di sekeliling, tidak bermaksud menyinggung pihak manapun. Seperti tulisan saya sebelumnya saya minta maaf jika ada kesalahan dalam mengutip atau menulis, khususnya pihak yang saya sebutkan kurang tepat. Saya bersedia berkomunikasi, dikoreksi dan memperbaiki.Â
Tangerang, 2 Juni 2021
Salam
Rizki Nurianjaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H