Pada masa Hindia Belanda tahun 1902 hingga tahun 1923 Daerah di Bojonegoro mengalami ketidakstabilan musim yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Gagal panen dialami secara terus-menerus. Hal tersebut diperparah dengan kondisi masyarakatyang mengalami kelaparan. Pada tahun 1923 terjadi musim hujan yang berkepanjangan yang diikuti dengan musim kering pada selanjutnya menyebabkan kegagalan panen 41.694 bau lahan padi.
Hingga pada tahun 1923, Residen Rembang Hilderin memberikan usulan untuk mengatasi hal-hal seperti kekeringan yang berkepanjangan dengan menyelesaikan skema Lembah Solo. Namun, hal tersebut tidak mungkin dilakukan karena factor finansial pada saat itu sangat rendah. Sehingga diberikan usul lain dengan membangiun sejumlah waduk tambahan pada sungai patjal (pacal), Kerdjo, Tjawak, Tidoe, Korgan, dan Kedongtawang.
Keluhan Residen Rembang mengenai buruknya kondisi masyarakat Bojonegoro pada masa itu mendapatkan perhatian dari pemerintah negara-negara jajahan. Lkarena pada dasarnya penanaman padi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi, sedangkan berhasil atau tidaknya pertumbuhan padi bergantung pada cuaca. Jika panen buruk terus terjadi dan tidak segera mendapatkan penanganan maka hal itu akan berdampak pada penurunan ekonomi dan berpengaruh pada pendapatan pemerintah Hindia Belanda.
Kondisi yang semakin memburuk menjadikan pemerintah colonial Hindia Belanda pada tanggal 30 Agutstus 1927 menyetujui usul untuk membangun waduk tambahan, yang salah satunya waduk pacal. Pemerintah mengalokasikan dana sebesar 1,2 juta gulden yang dimana biaya tersebut terdiri atas 37.000 gulden disediakan dalam bentuk bahan bangunan seperti kayu, batu, serta besi. Biaya yang dialokasikan sebesar 1.163.000 gulden diperoleh melalui pungutan pajak penduduk pribumi.
Pembangunan  waduk pacal dilakukan oleh warga pribumi yang dilakukan secara paksa atau yang biasa dikenal sebagai kerja rodi. Sebagian besar pekerja merupakan warga asli bojonegoro namun beberapa pekerja berasal dari wilayah sekitar bojonegoro seperti blora, tuban, dan babat.
Struktur penyusunan panitia pembangunan waduk pacal disesuakan dengan perubahan struktur karisidenan yang ada. Bojonegoro yang sebelumbanya tergabung dalam kerisidenan Remabng kini berdiri menjadi daerah kabupaten bojonegoro sendiri. Hal tersebut menjadikan perubahan pada struktur pemerintahan kabupaten bojonegoro. Nama-nama penjabat pada struktur baru sebagian besar masuk dalam nama-nama panitia pembangunan waduk pacal.
Wewenang pembangunan waduk pacal diserahkan secara penuh kepada rasiden bojonegoro C. E Croes yang menjabat. Pembentukan struktur kepanitiaan ini dimulai pada tahun 1927, ditahun yang sama residen C. E. Croes mulai menjabat.
Pelaksanaan pengawasan pada pembangunan waduk pacal ini dilakukan oleh gubernur jawa timur W. Ch. Handerman. Dilaksanakan oleh residen C. E. Croes yang dibawahnya terdapat bupati bojonegoro, Raden Tumenggung Ario Koesoemoadinegoro. Bupati bojonegorpo bertugas untuk mengumpulkan rakyat yang akan dijadikan pekerja pada pembangunan waduk pacal ini.
Tugas bupati bojonegoro dilaksanakan dengan bantuan sekretaris dan patoih. Sekretaris sabardiman dan sosrokoesoemo serta patih mas kartohadripojo membantu Raden Tumenggung Ario Koesoemoadinegoro dalam berkoordinasi dengan wedana-wedana kabupaten bojonegoro untuk mengumpulkan dana dan mencari pekerja kasar untuk pembangunan waduk pacal ini.
Pembangunan waduk pacal berlangsung selama 6 tahun yang berarti pembangunan ini berlangsung hingga tahun 1933. Terseleseikannya pembangunan waduk pacal ini langsung dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menampung air demi kebutuhan kegiatan pertanian. Waduk pacal dibangun dengan wilayah yang cukup luas yang dimana  memiliki luas sebesar 3.878 Ha. Dengan luas sebesr itu waduk pacal memiliki rata-rata kedalaman air hingga 25 M. diperkirankan luas wilayah waduk pacal ini memenuhi 1,5 luas desa kedung sumber kecamatan temayang.
Wilayah waduk pacal yang dikelilingi oleh hamparan hutan jati dijadikan sebagai daerah serapan untuk media penyimpanan air. Selain guna utama waduk sebagai penadah air hujan, waduk pacal juga memiliki sumber-sumber air lain. Mengingat waduk pacal berada pada Kawasan pegunungan. Gunung yang menjadi sumber air waduk pacal berada pada selatan waduk pacal, yaitu gunung pandan dan gunung gajah. Pada musim penghujan dan musim pancaroba kedua gunung tersebut dapat mengalirkan air dengan lancer ke waduk pacal. Namun, pada musim kemarau jalan-jalan rute sumber air tersebut mongering.