Keunikan penghuni Boven Digul dalam menanggulangi kesepian adalah membuat papan iklan bertuliskan "guru bahasa Inggris", "Pencuci pakaian", dan "Penata rambut", yang mana hal itu didirikan di tengah hutan. Banyak juga aktivitas lainnya yang terjadi di kamp ini seperti berjalan santai, membuat toko kelontong, membaca buku, menulis, bermain bola, serta dibolehkan mendirikan organisasi, dan juga orang buangan punya 'polisi pengaman' sendiri yang disebut R.0.8. atau Pelestarian Kedamaian dan Ketertiban (Schoonheyt, 1936).
Selepas mendekam di Penjara Cipinang, Sutan Sjahrir bersama Mohammad Hatta dan Mohammad Bondan diberangkatkan dalam satu mobil, juga bertemu di Tanjung Priok denga Boerhanuddin, Maskoen, Moerwoto, dan Suka, yang selanjutnya menaiki kapal Intersuler Melchior Treub dengan tujuan akhir Boven Digul pada 29 Januari 1935. Sebelumnya, Sjahrir meminta untuk diasingkan ke luar negeri, tapi ditolak oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada 5 Februari 1935, rombongan sudah sampai di Makassar, dan 3 hari berikutnya diangkut kapal KPM Pijnacker Hordijk menuju Ambon, dan singkatnya pada 23 Februari 1935, menaiki kapal Albatros rombongan sampai di Tanah Merah, Boven Digul. Sjahrir dan Mohammad Hatta merupakan penumpang kapal kelas dua, pemerintah sebelumnya sudah mendirikan rumah untuk mereka tinggal (Soebagyo Toer, 2010).
Di tahun 1935, ketika Sjahrir menghuni kamp pengasingan, pejabat dengan jabatan lebih tinggi menegur administrator kamp dengan keras karena terlalu bersemangat mengawasi kaum interniran (MRazek, 1996). Ketat atau tidaknya penjagaan interniran tidak berlaku di Boven Digul karena terpencil dan paling isolasi dibandingkan kamp-kamp lain di Hindia Belanda.
Sjahrir dan ratusan kaum interniran lainnya mengalami hal yang serupa yakni kesepian yang mendalam. Batin Sjahrir kian hari kian terpuruk dalam rindunya untuk Maria. Semenjak di Cipinang hingga Boven Digul, dan nantinya ke Banda Neira, Sjahrir dan Maria sering berbalas "surat cinta" beda benua. Seperti tulisan di atas, kecintaaan Sjahrir dengan bangsa dan Negaranya membuat ia kembali ke tanah air, membuat dirinya dengan Maria menjalani hubungan jarak jauh atau Long Distance Relationship (LDR).  Semenjak di Boven Digul, surat-surat yang ditulis oleh Sjahrir mengalami sedikit hambatan karena kesusahan akses. Dalam surat-suratnya ketika di Boven Digul mengejawantahkan pribadi Sjahrir dalam perenungannya untuk hidup di tempat kematian melawan fisik dan batin yang menderanya.
Keterasingan Hati Seorang Sjahrir
Ditengah Keheningan Boven Digul, Sjahrir mencemaskan kisah asmaranya bersama sang kekasih---Maria atau Mieske sebuah sapaan sayang Sjahrir kepada Maria, dan Sidi sebaliknya panggilan kesayangan Maria kepada Sjahrir. Sapaan yang merepresentasikan kisah cinta mereka begitu mendalam. Pada surat yang ditulis oleh Sjahrir dan juga sebaliknya, menggema syair-syair indah dan romantis yang diutarakan dalam sepucuk surat tersebut. Sjahrir memang ahli dalam menulis untaian kata manis, sebab ia gemar membaca karya sastra dan juga menyukai musik---juga teater semasa di Belanda. Pertemuan Sjahrir dan Maria adalah kilas balik 2 manusia, yang dipisahkan kondisi politik yang berkecamuk saat itu.
Sigmund Freud (pencetus psikoanalisis) dalam penemuannya menciptakan struktur kepribadian manusia yang terbagi menjadi 3 unsur, yaitu id, ego, dan superego, yang ketiganya memiliki asal, fungsi, aspek, prinsip, operasi, dan perlengkapan masing-masing. Secara definisi, (1) id adalah sistem keinginan atau tabiat manusia yang muncul sejak lahir ke dunia; (2) ego adalah mengontrol kesadaran manusia sesuai dengan prinsip realistis dan rasional; (3) super ego adalah memaksakan sistem moral dari kepribadian manusia secara ideal (Syawal & Helaluddin, 2018).
Pribadi Sjahrir kemudian diuji, dan ujian itu semakin berat saat berada dalam realitas yang tidak diinginkan: terisolasi dan keharusan pemenuhan cinta yang ideal. Id yang dimiliki oleh Sjahrir adalah bentuk lahiriah manusia dalam menggapai cinta yang sempurna. Sjahrir mengontrol (ego) cinta dengan keadaan terkungkung di tengah hutan belantara, tak jauh dari situ banyak buaya dan malaria yang siap membinasakannya sewaktu-waktu. Dan superego Sjahrir adalah reaksi hati dan pikirannya, yang dihegemoni oleh kondisi yang di luar kehendaknya. Diasingkan ke Boven Digul.
Ketidakseimbangan antara id, ego, dan superego melahirkan kecemasan seseorang. Sjahrir merasa cemas, dan yang bisa ia lakukan adalah merenung dan menorehkannya di dalam secarik kertas---yang tentu ditujukan untuk kekasihnya, Mieske. Tulisan yang ditulis Sjahrir pada tanggal 30 Mei 1935, merupakan salah satu proses mediasi pikiran dan hati Sjahrir kepada Maria. Sjahrir memulai tulisannya larut dengan sikap pesimistis dan mengelaborasi sikapnya atas dirinya dan untuk Maria.