Mohon tunggu...
Mochamad Rizki
Mochamad Rizki Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana Jakarta

NIM: 55522120032 | Program Studi: Magister Akuntansi | Jurusan: Akuntansi Pajak | Fakultas: Ekonomi Bisnis | Universitas: Universitas Mercu Buana | Perpajakan Internasional dan Pemeriksaan Pajak | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 15 - Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram: Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri

7 Juli 2024   19:13 Diperbarui: 7 Juli 2024   19:27 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahan Ajar Prof. Apollo
Bahan Ajar Prof. Apollo

Bahan Ajar Prof. Apollo
Bahan Ajar Prof. Apollo

Riwayat Hidup Ki Ageng Suryomentaram dan Pemikirannya

Ki Ageng Suryomentaram (20 Mei 1892 – 18 Maret 1962) merupakan seorang putra ke-55 dari pasangan Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan juga Bendoro Raden Ayu Retnomandojo, putri dari Patih Danurejo VI. Ki Ageng Suryomentaram memiliki nama bangsawan yaitu Bendoro Raden Mas (BRM) Kudiarmadji yang kemudian setelah umur 18 tahun diberi nama kebangsawanan Bendoro Pangeran Haryo (BPH) Suryomentaram. Ki Ageng Suryomentaram menjadi seorang guru dari suatu aliran kebatinan yang bernama Kawruh Begja atau Ilmu Begja yang memiliki arti ilmu bahagia. Salah satu dari ajaran moral dari Ilmu Begja yang sangat populer pada masa itu adalah Aja Dumeh yang artinya jangan menyombongkan diri, jangan membusungkan dada, dan jangan pula mengecilkan orang lain karena diri sendiri lebih berpangkat tinggi, berkuasa atau kaya raya, sebab manusia itu pada hakikatnya adalah semuanya sama. Pada awalnya Ki Ageng Suryomentaram yang memiliki gelar Pangeran Surya Mataram tetapi kemudian ia menanggalkan gelar kepangeranannya itu dan menyebut diri sebagai Ki Ageng Suryomentaram. Hal ini bermula ketika BPH Suryomentaram pernah turut ikut dalam sebuah rombongan jagong manten ke Surakarta dan dalam perjalanan dengan kereta api melihat para petani yang sedang bekerja di sawah. Pemandangan yang dilihat oleh BPH Suryomentaram ini menyentuh hatinya, betapa beratnya beban hidup para petani tersebut. kemudian ia menjadi sering keluar istana untuk melakukan semedi di tempat-tempat yang biasa dikunjungi para leluhurnya seperti Gua Langse, Gua Semin dan juga pantai Parangtritis. Lalu BPH Suryomentaram keluar istana, pergi mengembara di daerah Kroya, Purworejo sambil bekerja serabutan sebagai pedagang batik pikulan, petani dan juga seorang kuli. Sepanjang masa hidupnya, Ki Ageng Suryomentaram mencurahkan seluruh daya dan perhatiannya untuk dapat menyelidiki alam kejiwaan dengan menggunakan dirinya sebagai kelinci percobaan. Banyak dari hasil penyelidikan tentang diri sendiri yang berupa buku-buku, karangan-karangan maupun dalam bentuk ceramah-ceramah. Pengajaran Ki Ageng Suryomentaram biasanya berupa ceramah-ceramah yang ditujukan kepada kalangan terbatas dan juga diberikan dengan cara yang khas yakni dengan duduk di lantai (lesehan). Kebanyakan tulisan yang membahas persoalan kejiwaan dan kerohanian ditulis dalam bahasa Jawa, antara lain: Pangawikan Pribadi, Kawruh Pamomong, Piageming Gesang, Ilmu Jiwa, Aku Iki Wong Apa?. jalan hidup yang dipilih oleh Ki Ageng Suryomentaram cukup menampakkan kesederhanaan dengan mengenakan celana pendek, sarung yang diselempangkan pada pundaknya dan juga hanya memakai kaos. Rambutnya dicukur sampai pendek dan kepalanya dibiarkan tidak tertutup serta kakinya pun dibiarkan tanpa alas. Pemahaman Ki Ageng Suryomentaram tentang manusia seluruhnya bertitik tolak dari pengamatan yang dilakukan terhadap dirinya sendiri. Dengan cara merasakan, menggagas dan juga menginginkan sesuatu, menandai adanya suatu gerak kehidupan di dalam batin seorang manusia. Ki Ageng Suryomentaram mencoba untuk dapat membuka rahasia kejiwaan manusia yang dilihatnya sebagai sumber yang menentukan perilaku seorang manusia dalam hidupnya. Dari hasil analisisnya, dihasilkan suatu citra dari manusia yang lebih menunjukkan seperti apa seorang manusia daripada siapa manusia itu tanpa lepas dari dunia yang melingkupinya. Manusia selalu ingin bergaul dengan dunia di sekitarnya dan selalu terkait dengan dunianya. Ki Ageng juga menunjukkan dasar bagi perilaku seorang manusia dalam dunianya, sehingga antara dirinya dengan dunia yang melingkupinya bisa tercipta sebuah keselarasan. Kemudian Ki Ageng menyelidiki dan juga mengobservasi apa yang dirasakan oleh orang lain. Hingga pada akhirnya ia menemukan bahwa rasa orang di seluruh dunia ini sama, yaitu sama-sama membutuhkan suatu kelestarian raga dan juga kelestarian jenis, atau lestantuning jenis. Ternyata bahwa rasa hidup dari manusia sedunia ini adalah sama. Yang sama ialah rasa senang-susahnya, baik berat atau ringannya, bahkan lama atau sebentarnya masa berlangsung susah-senangnya tersebut. Yang berbeda adalah apa yang disenangi atau disusahi. Meskipun semat, drajat, dan juga kramat yang telah berhasil di kumpulkan itu berbeda-beda, akan tetapi rasa hidupnya sama. Di sinilah raos langgeng bungah-susah muncul.

Bahagia menurut seorang Ki Ageng Suryomentaram adalah hidup secara sewajarnya. Yaitu hidup dengan cara tidak berlebih-lebihan dan juga juga tidak berkekurangan. Dan hidup sewajarnya itu oleh Ki Ageng dirumuskan dalam NEMSA (6-SA): sakepenake (seenaknya) , sabutuhe (sebutuhnya), saperlune (seperlunya), sacukupe (secukupnya), samesthine (semestinya), dan sabenere (sebenarnya). Untuk sampai pada tingkatan itu semua, maka Ki Ageng menawarkan suatu rumusan yaitu kawruh jiwa, metode meruhi pribadinipun piyambak, atau metode untuk mengetahui diri sendiri. Jika kita sebagai manusia mengetahui diri sendiri serta memahami dirinya sendiri secara jujur, maka kita pun akan mengerti orang lain, dan akan paham terhadap lingkungannya. Jika sudah demikian, kita akan menjadi orang yang bahagia. Kemudian sumber dari ketidakbahagiaan menurut Ki Ageng Suryomentaram adalah keinginan. Wujud keinginan itu ada semat, drajat dan kramat. Semat itu adalah kekayaan, kesenangan, kecantikan, kegantengan, biasanya sifatnya berupa fisik. Sementara wujud dari drajat, bisa berupa keluhuran, kemuliaan, keutamaan, dan juga status sosial. Dan wujud dari kramat adalah kekuasaan, kedudukan, serta pangkat. Keinginan kita adalah wujudnya ketiganya. Ada orang yang terpesona oleh semat, yang terpesona, oleh drajat, atau kramat bisa jadi juga seseorang akan terpesona pada ketiganya. Menurut Ki Ageng tidak masalah seseorang terpesona oleh ketiganya namun jangan dikejar secara mati-matian. Maka yang perlu diperhatikan adalah kawruh berikutnya yaitu Mulur lan mungkret. Jika kita memahami sifat dari karep itu mulur dan mungkret, maka bahagia dan susah itu juga mulur dan mungkret. Konsekuensinya apa? Senang atau susah itu sifatnya hanya sementara. Keinginan tercapai kita akan merasan senang, lalu akan berganti keinginan berikutnya, dan kita berjibaku untuk memenuhi keinginan tersebut, Jika tidak tercapai kita susah lalu keinginan akan akan mungkret. Dan seterusnya. Maka susah itu sementara, senang itu juga bersifat sementara. Maka yang abadi adalah keduanya.

Konsep Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram (Kawruh Jiwa 6-SA) dalam konteks Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri

  • Sa-Butuhne (Kebutuhan) terhadap Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri
    • Transformasi Audit Pajak : Auditor harus mampu untuk memahami kebutuhan spesifik klien dalam hal kepatuhan pajak, efisiensi pajak, dan juga strategi pajak. Hal ini akan memungkinkan auditor untuk dapat memberikan solusi yang tepat sasaran. Transformasi digital dalam audit pajak juga memerlukan pemahaman yang baik tentang teknologi terbaru yang dapat membantu dalam pengumpulan, analisis, serta pelaporan data pajak.
    • Memimpin Diri Sendiri : Seorang pemimpin harus mampu untuk mengidentifikasi dan juga memenuhi kebutuhan untuk pengembangan diri, baik itu melalui pendidikan lanjutan, pelatihan, maupun lewat pembelajaran informal. Penting juga untuk mengelola kebutuhan pribadi serta bersikap profesional agar tidak mengganggu kinerja kerja dan juga kesejahteraan pribadi.
  • Sa-Perlune (Kepentingan) terhadap Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri
    • Transformasi Audit Pajak : Auditor diharapkan mampu untuk menyadari kepentingan klien dalam hal penghematan pajak, perlindungan terhadap risiko audit, dan juga peningkatan efisiensi pajak. Selain itu perlu juga untuk memahami kepentingan dan persyaratan regulator untuk dapat memastikan bahwa audit memenuhi standar hukum dan juga standar etika.
    • Memimpin Diri Sendiri : Memimpin dengan kepentingan organisasi dalam pikiran, memastikan bahwa segala keputusan yang diambil diharapkan akan bermanfaat bagi keseluruhan tujuan organisasi. Kemudian mengakui kepentingan dan juga kebutuhan tim untuk dapat membangun lingkungan kerja yang harmonis dan juga produktif.
  • Sa-Cukupe (Kecukupan) terhadap Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri
    • Transformasi Audit Pajak : Auditor harus mampu untukmemastikan bahwa bukti yang dikumpulkan selama audit cukup untuk mendukung segala kesimpulan dan rekomendasi yang dibuat. Kemudian auditor diharapkan untuk  terus meningkatkan pengetahuan tentang aturan dan juga regulasi pajak untuk memastikan bahwa audit dilakukan dengan standar yang tinggi.
    • Memimpin Diri Sendiri : Seorang pemimpin harus mampu untuk mengevaluasi apakah mereka memiliki keterampilan dan juga pengetahuan yang cukup untuk dapat memimpin tim secara efektif dan juga mencari cara untuk dapat meningkatkan kompetensi jika diperlukan. Pemimpin juga diharapkan akan mampu untuk mengelola waktu dan juga sumber daya dengan baik untuk memastikan bahwa tugas-tugas diselesaikan dengan efektif serta efisien.
  • Sa-Benere (Kebenaran) terhadap Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri
    • Transformasi Audit Pajak : Auditor mampu untuk memastikan bahwa data yang digunakan dalam audit akurat dan dapat diandalkan serta memegang teguh prinsip integritas serta etika dalam setiap langkah proses audit yang dilakukan.
    • Memimpin Diri Sendiri : Seorang pemimpin harus mampu untuk jujur terhadap diri sendiri, mengakui kelemahan, dan juga bekerja untuk memperbaikinya. Kemudian pemimpin mampu untuk memimpin dengan integritas dan juga kejujuran, serta menjadi teladan bagi tim dan organisasi.
  • Sa-Mesthine (Kewajaran) terhadap Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri
    • Transformasi Audit Pajak: auditor menilai kewajaran penilaian pajak klien dan juga memastikan bahwa semua angka yang dilaporkan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Kemudian  memberikan rekomendasi yang wajar dan juga dapat diimplementasikan oleh klien untuk meningkatkan kepatuhan pajak.
    • Memimpin Diri Sendiri : pemimpin membuat keputusan yang adil dan juga wajar, mempertimbangkan semua aspek dan juga dampak terhadap tim dan organisasi serta memperlakukan semua anggota tim dengan adil, tanpa memihak dan juga berdasarkan kinerja dan kontribusi.
  • Sak-Penake (Kenyamanan) terhadap Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri
    • Transformasi Audit Pajak : Auditor menciptakan proses audit yang tidak mengganggu operasi bisnis klien dan juga memberikan kenyamanan dalam komunikasi dalam setiap interaksi. Dari segi teknologi, menggunakan teknologi yang memudahkan proses audit dan juga mengurangi beban kerja secara manual.
    • Memimpin Diri Sendiri : Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan juga mendukung bagi diri sendiri maupun anggota tim, yang akan meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja. Mengelola stres serta menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan juga kehidupan pribadi untuk mencapai kenyamanan dan kebahagiaan.

Konsep Kawruh Jiwa 6-SA dari Ki Ageng Suryomentaram dapat diterapkan dalam transformasi audit pajak dan kepemimpinan diri sendiri untuk dapat menciptakan proses yang lebih manusiawi, etis, serta efisien. Dengan mengintegrasikan kesadaran diri, lingkungan, tindakan, waktu, tempat, dan situasi, auditor dan pemimpin dapat meningkatkan kualitas kerja mereka, memberikan nilai lebih besar kepada klien dan organisasi, serta mencapai kesejahteraan pribadi dan juga profesional.

Konsep “Mulur Mungket” dalam Konteks Transformasi Audit Pajak dan Memimpin Diri Sendiri

Konsep "mulur mungket" berasal dari salah satu kebijaksanaan Jawa, yang secara harfiah berarti "fleksibel dan kokoh." Dalam konteks ini, mulur mungket mencerminkan tentang kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan perubahan (mulur) sambil tetap mempertahankan prinsip dan nilai inti (mungket). Berikut ini adalah uraian tentang bagaimana konsep ini dapat diterapkan dalam transformasi audit pajak dan kepemimpinan diri sendiri:

  • Transformasi Audit Pajak
    • Fleksibilitas dalam Metode dan Pendekatan (Mulur): Auditor harus bisa terbuka terhadap penggunaan teknologi baru dalam seluruh proses audit, seperti analisis data otomatis, penggunaan AI untuk deteksi anomali, dan juga implementasi blockchain untuk transparansi serta keamanan data. Fleksibilitas dalam memahami dan juga menerapkan perubahan regulasi pajak yang terus berkembang. Hal ini mencakup pembaruan tentang pengetahuan terus-menerus tentang aturan pajak domestik dan juga pajak internasional.
    • Konsistensi dalam Prinsip dan Etika (Mungket): auditor mempertahankan standar etika tinggi dalam semua aspek audit, memastikan kejujuran, transparansi, dan juga objektivitas. Selalu mematuhi prinsip-prinsip dari audit yang diterima secara umum dan juga standar profesional yang berlaku, seperti Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP).
  • Memimpin Diri Sendiri
    • Adaptasi dalam Gaya Kepemimpinan (Mulur): Seorang pemimpin harus mampu untuk dapat menyesuaikan gaya kepemimpinan mereka berdasarkan situasi dan juga kebutuhan dari tim. Sebagai contoh, gaya kepemimpinan yang lebih direktif mungkin akan diperlukan dalam situasi krisis, sementara pendekatan yang lebih delegatif akan lebih cocok dalam lingkungan yang stabil. Terus meningkatkan kompetensi pribadi melalui pendidikan lanjutan, pelatihan, dan juga pembelajaran dari pengalaman sehari-hari.
    • Konsistensi dalam Nilai dan Visi (Mungket): Mempertahankan nilai-nilai inti seperti integritas, kejujuran, dan juga tanggung jawab dalam semua tindakan dan juga pengambilan keputusan. Memiliki visi yang jelas tentang arah serta tujuan jangka panjang, dan mampu secara konsisten dalam mengejar tujuan tersebut meskipun menghadapi tantangan maupun perubahan.

Konsep “mulur mungket” dalam transformasi audit pajak serta kepemimpinan diri sendiri akan membantu untuk dapat menciptakan keseimbangan antara adaptabilitas dan juga konsistensi. Auditor serta pemimpin yang mengadopsi pendekatan ini akan lebih mampu untuk menghadapi perubahan dan tantangan sambil tetap berpegang teguh pada prinsip dan nilai-nilai inti yang memastikan integritas, etika, dan keberlanjutan dalam jangka panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun