Mohon tunggu...
Rizki Mauliady
Rizki Mauliady Mohon Tunggu... -

Pelajar Seumur Hidup

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Rindu (Rezim) Soeharto? Maaf, Kami Tidak

23 Mei 2012   11:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:55 1997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_190084" align="aligncenter" width="400" caption="Soeharto (JB. SURATNO)"][/caption] tiba-tiba salah satu televesi swasta melempar satu isu yang menurut saya pribadi memancing publik Indonesia untuk merindui masa Soeharto, atau mungkin lebih tepatnya adalah rezim Soeharto. televisi tersebut membuat satu tema yaitu "Soeharto dicaci, Soeharto dirindui". dalam perbincangan acara tersebut sangat terlihat presenter dari televisi tersebut seakan memaksa publik untuk meyakini dan mengakui bahwa pada masa pemerintahan Soeharto lebih baik dari pemerintahan sekarang. modal utama yang dipakai oleh televisi tersebut adalah hasil survei yang menunjukkan dimana rakyat sekarang ini lebih memilih pemerintahan Orde Baru daripada pemerintahan sekarang. saya sendiri tidak mengerti apa indikator orang yang ditanyai untuk menyumbangkan suaranya pada survei tersebut. pertanyaan dasar pun timbul dalam benak saya, "siapa dan dari daerah mana orang-orang yang dipilih oleh lembaga survei tersebut untuk ditanyai pendapatnya mengenai komparasi antara pemerintah Orde Baru dengan sekarang?". Acara televisi tersebut juga menghadirkan salah satu aktivis, meski melalui sambungan telepon, yang juga merupakan tokoh dan pelaku gerakan '98 dalam upaya menumbangkan rezim Soeharto. aktivis tersebut adalah Fadjroel Rahman. Fadjroel menjelaskan dengan luas dan lugas apa-apa yang dianggapnya menjadi kesalahan dari rezim Soeharto seperti korupsi yang melibatkan hampir seluruh keluarga, pelanggaran HAM, dan kurangnya partisipasi rakyat dalam hal perpolitikan di Indonesia. Saya mendengar semua apa yang diutarakan oleh Fadjroel dan sangat setuju dengan ucapannya. terlebih, saya hanya sebagai siswa SD pada saat Soeharto berkuasa dan belum mengerti sama sekali mengenai perpolitikan di Indonesia pada saat itu, sedangkan Fadjroel sudah pasti lebih mengerti dan memahami melebihi saya. Fadjroel juga dengan tegas menolak jika Soeharto dijadikan sebagai pahlawan nasional dan dia pernah mengajukan keberatannya dua kali dengan berbagai alasan yang jelas ketika Soeharto hendak dijadikan pahlawan nasional. alasannya adalah Indonesia belum melaksanakan TAP MPR tahun 1998 yang menyatakan untuk mengusut tuntas permasalahan-permasalahan yang dilakukan oleh rezim Orde Baru seperti kasus korupsi dan pelanggaran HAM. kembali ke pertanyaan dasar, saya meragukan orang-orang yang ditanyai oleh lembaga survei. saya orang Aceh dan besar di Aceh, merasakan betul buruknya dan bobrokmya rezim Soeharto itu. maaf, saya harus mengatakan seperti ini, karena saya yakin betul bahwa saya bukanlah satu-satunya orang yang tidak menyukai rezim Soeharto. ada beberapa alasan kenapa saya tidak menyukai rezim Soeharto ini, antara lain adalah disintegrasi yang dilakukan oleh Soeharto. sebagaimana yang kita ketahui, pulau Jawa sangat berbeda dengan pulau-pulau lain yang ada di Indonesia khususnya pada masa rezim Soeharto. Disintegrasi tersebut, menurut saya, meliputi berbagai aspek seperti infrastruktur, pendidikan, sampai kesejahteraan. bahkan daerah saya, pada saat itu merupakan wilayah konflik dan banyak sekali terjadi pelanggaran hak sipil yang dilakukan oleh militer rezim Soeharto pada saat itu. saya berpendapat bahwa mayoritas rakyat Indonesia di daerah, khususnya daerah konflik, akan sangat tidak merindukan sosok Soeharto. hal ini sangat berbeda dengan apa yang dirasakan oleh warga pulau Jawa karena kesejahteraannya lebih terjamin pada masa rezim Soeharto. makanya, saya sedikit memandang sinis dengan hasil survei tersebut karena hanya merupakan suara dari orang-orang yang mayoritas berasal dari Pulau Jawa dan bukan dari daerah lain. kemudian diperparah dengan pemberitaan televisi tersebut dengan mengatakan bahwa hasil survei tersebut merupakan suara masyarakat Indonesia dalam konteks dari Sabang sampai Merauke. mengenai infrastruktur, Jakarta tumbuh pesat seperti sekarang ini berkat proyek pembangunan besar-besaran yang dilakukan Soeharto pada masa 1980-an. dengan rasa iri dan cemburu yang sangat besar dari diri sendiri, saya bertanya, darimana dana-dana yang diperoleh untuk membangun pusat kalau bukan dari daerah-daerah lain yang kaya SDA? ya, saya bertanya seperti itu karena daerah saya merupakan salah satu "korban" dari Indonesia. sebelum perjanjian MoU Helsinki pada tahun 2005, hasil SDA Aceh dibagi menjadi 70% ke pusat (Jakarta), sedangkan Aceh hanya menikmati 30%-nya saja. hal ini lah yang dipermasalahkan oleh orang-orang Aceh sehingga berjuang agar Aceh bisa lepas dari NKRI dan menentukan nasibnya sendiri. mereka merasa bahwa Aceh secara tidak langsung "dijajah" oleh bangsa sendiri. eksploitasi besar-besaran ini terjadi pada masa rezim Soeharto, tanpa sedikitpun ada tanda-tanda dari pemerintah pusat untuk melihat kesejahteraan Aceh sebagai daerah modal bagi Indonesia. belum lagi jika kita berbicara mengenai pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi. ketika konflik, banyak warga sipil yang menjadi korban. banyak anak Aceh yang menjadi yatim dan wanita Aceh menjadi janda. penculikan warga sipil sangat marak terjadi yang berujung pada hilangnya nyawa korban dan bahkan ada yang tidak diketahui kemana jasadnya, dengan alasan bahwa orang tersebut terkait dengan gerakan pemberontak meskipun hal tersebut belum tentu benar dan tanpa melakukan kroscek terlebih dahulu. rasa takut dan khawatir selalu membayangi masyarakat Aceh pada saat itu. Aceh jauh dari kata sejahtera. saya meyakini bahwa Aceh bukanlah satu-satunya daerah yang memiliki nasib seperti itu pada saat rezim Soeharto. Maluku, Papua, dan Timtim tidak jauh berbeda nasibnya dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat Aceh. Saya sangat bersyukur, Aceh kini telah damai. melalui MoU Helsinki, pembagian hasil SDA kini lebih banyak ke daerah asalnya. status daerah otonomi khusus dipertegas. rasa takut yang dirasakan masyarakat Aceh kini lambat laun menghilang, kemiskinan pun berkurang. Infrastruktur kini semakin bagus dan memuaskan yang nantinya akan berujung pada kesejahteraan rakyat. semoga saja daerah-daerah lain juga merasakan hal yang sama, sehingga Indonesia ini tidak hanya mengalami kemajuan hanya pada Jakarta saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun