Kontroversial. Itu kata yang pertama terlintas saat FIFA mengumumkan nama Lionel Messi sebagai peraih penghargaan Pemain Terbaik Dunia versi FIFA tahun 2019.Â
Rekam jejak prestasi Messi sepanjang 2019 memang tidak lebih baik dari dua kandidat lain dalam persaingan perebutan penghargaan individu tertinggi dalam dunia sepakbola itu.
Adalah Virgil Van Dijk dan Cristiano Ronaldo yang menurut saya lebih pantas menyandang predikat pemain terbaik dunia berkat kinerja mereka sepanjang tahun 2019. Performa apik yang dipertontonkan keduanya juga berjalan selaras baik bersama klub maupun ketika berseragam timnas masing-masing.
Tengok pencapaian Van Dijk. Bek timnas Belanda ini menjadi salah satu kunci keberhasilan Liverpool meraih gelar juara Liga Champions 2019. Pengakuan atas kinerjanya di lini pertahanan The Reds berbuah penghargaan sebagai Pemain Terbaik Liga Inggris musim lalu.
Mantap di level klub, Van Dijk juga gemilang bersama timnas Belanda. Tim asuhan Ronald Koeman dibantunya mentas sampai partai final UEFA Nation League meski kemudian hanya kalah tipis dari Portugal.
Nah, berbicara tentang Portugal, Cristiano Ronaldo mengambil banyak poin positif di sini dalam "pencitraan" sebagai kandidat Pemain Terbaik Dunia 2019. Kapten timnas Portugal itu berperan krusial memborong semua gol pada partai semifinal dan membawa Juara Piala Eropa 2016 itu tampil di partai final UEFA Nation League.Â
Ronaldo memang tidak mencetak gol di partai puncak tapi kepemimpinannya di atas lapangan adalah sebuah sumbangsih tersendiri.
Ronaldo juga cemerlang di level klub berkat raihan gelar juara Liga Italia bersama Juventus. Okelah hanya gelar juara liga domestik, tetapi jangan lupakan fakta bahwa Ronaldo saat itu sedang menjalani musim perdananya di Serie A Italia, kompetisi yang terkenal benar-benar menguji ketangguhan para penyerang.Â
Ronaldo menjawab tuntas kepercayaan Juventus dengan mencatatkan diri sebagai pencetak gol terbanyak Si Nyonya Tua musim lalu.
Deretan prestasi dan catatan positif milik Virgil Van Dijk dan Ronaldo sesungguhnya tidak mampu diimbangi pencapaian Messi pada periode waktu yang sama. Messi hanya menjuarai Liga Spanyol bersama Barcelona (saya tidak memasukkan juara Piala Super Spanyol sebagai prestasi hebat).
Bersama timnas Argentina, Messi gagal berbuat banyak di Copa America 2019. Bahkan bisa dikatakan tidak ada dampak positif dari keberadaan Messi di tim Tango pada ajang tersebut.
Menilik pada perbandingan prestasi Messi, Ronaldo, dan Van Dijk, wajar jika kepantasan Messi sebagai Pemain Terbaik Dunia 2019 dipertanyakan. Pantaskah pemain yang prestasinya kalah banyak dan mentereng dari kandidat lain ditasbihkan sebagai yang terbaik?
Okelah jika dasar pemilihan pemain terbaik bukan pada capaian prestasi bersama tim tetapi pada kinerja individu. Permasalahannya, Messi bersama Ronaldo dan Van Dijk punya kapabilitas individu yang pantas untuk disebut terbaik.
Jika demikian adanya maka tolak ukur paling fair untuk melihat siapa yang terbaik tentu merujuk ke prestasi bersama tim. Jangan lupakan bahwa sepakbola adalah permainan tim bukan individu.
Kontroversi dalam pemilihan pemain terbaik dunia bukan sekali ini saja terjadi. Pada 2010, dunia dibuat tercengang ketika Messi yang hanya membawa Barcelona juara Liga Spanyol menjadi Pemain Terbaik Dunia.
Messi mengalahkan Andres Iniesta yang membawa Barca juara La Liga plus mencetak gol kemenangan Spanyol di Piala Dunia 2010, sebuah ajang di mana Messi bersama Argentina malah hancur-hancuran dibantai Jerman di fase gugur.
Pada tahun 2010, jika mau fair sebenarnya ada kandidat lain yang jauh lebih gemilang daripada Messi dan pantas bersaing dengan Iniesta. Dia adalah Wesley Sneijder, gelandang Inter Milan yang membawa klub Italia itu treble winner Coppa Italia, Serie A ,dan Liga Champions.
Sneijder juga gemilang membawa Belanda lolos ke partai puncak Piala Dunia 2010. Apa daya, nama Messi tetap lebih bermagnet untuk dinobatkan sebagai yang terbaik.
Melihat sejumlah kontroversi pada pemilihan Pemain Terbaik Dunia, FIFA mesti menimbang mekanisme baru dalam penentuan sosok terbaik di atas lapangan hijau. Metode yang saat ini mengandalkan pemungutan suara dari pelatih dan kapten timnas sarat dengan faktor like dan dislike.
Tidak jarang faktor popularitas juga bermain di sini. Alhasil pemilihan pemain terbaik dunia mungkin telah bergeser menjadi pemilihan pemain terpopuler di dunia. Semoga saja tahun depan ada terobosan dalam penentuan pemain terbaik dunia versi FIFA agar hasilnya lebih bisa diterima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H