Menilik pada perbandingan prestasi Messi, Ronaldo, dan Van Dijk, wajar jika kepantasan Messi sebagai Pemain Terbaik Dunia 2019 dipertanyakan. Pantaskah pemain yang prestasinya kalah banyak dan mentereng dari kandidat lain ditasbihkan sebagai yang terbaik?
Okelah jika dasar pemilihan pemain terbaik bukan pada capaian prestasi bersama tim tetapi pada kinerja individu. Permasalahannya, Messi bersama Ronaldo dan Van Dijk punya kapabilitas individu yang pantas untuk disebut terbaik.
Jika demikian adanya maka tolak ukur paling fair untuk melihat siapa yang terbaik tentu merujuk ke prestasi bersama tim. Jangan lupakan bahwa sepakbola adalah permainan tim bukan individu.
Kontroversi dalam pemilihan pemain terbaik dunia bukan sekali ini saja terjadi. Pada 2010, dunia dibuat tercengang ketika Messi yang hanya membawa Barcelona juara Liga Spanyol menjadi Pemain Terbaik Dunia.
Messi mengalahkan Andres Iniesta yang membawa Barca juara La Liga plus mencetak gol kemenangan Spanyol di Piala Dunia 2010, sebuah ajang di mana Messi bersama Argentina malah hancur-hancuran dibantai Jerman di fase gugur.
Pada tahun 2010, jika mau fair sebenarnya ada kandidat lain yang jauh lebih gemilang daripada Messi dan pantas bersaing dengan Iniesta. Dia adalah Wesley Sneijder, gelandang Inter Milan yang membawa klub Italia itu treble winner Coppa Italia, Serie A ,dan Liga Champions.
Sneijder juga gemilang membawa Belanda lolos ke partai puncak Piala Dunia 2010. Apa daya, nama Messi tetap lebih bermagnet untuk dinobatkan sebagai yang terbaik.
Melihat sejumlah kontroversi pada pemilihan Pemain Terbaik Dunia, FIFA mesti menimbang mekanisme baru dalam penentuan sosok terbaik di atas lapangan hijau. Metode yang saat ini mengandalkan pemungutan suara dari pelatih dan kapten timnas sarat dengan faktor like dan dislike.
Tidak jarang faktor popularitas juga bermain di sini. Alhasil pemilihan pemain terbaik dunia mungkin telah bergeser menjadi pemilihan pemain terpopuler di dunia. Semoga saja tahun depan ada terobosan dalam penentuan pemain terbaik dunia versi FIFA agar hasilnya lebih bisa diterima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H