Mohon tunggu...
Bung Rizma
Bung Rizma Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Football Blogger - www.pengamatbola.id dan channel YouTube Bung Rizma

Blogger Pengamat Sepakbola sejak 2012 di blog www.pengamatbola.id. Analis Bola dalam program Football Insight di Berita Satu TV selama 5 tahun (2014 - 2019). Top ten Football Analyst di UC News tahun 2017. Analis di website sponsor salahsatu klub Liga Indonesia pada tahun 2015 dan 2019. Untuk kerjasama hubungi WA 081282126529 Saya pernah rutin tampil sebagai Analis dalam Program Football Insight yang tayang di Berita Satu TV selama 5 tahun (2014 - 2019) Semua ulasan saya bisa dibaca di Blog pengamatbola.id atau ditonton di channel YouTube Bung Rizma

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tiki-taka dan Pelajaran untuk Konsisten Menjadi Diri Sendiri

23 Juli 2019   08:00 Diperbarui: 23 Juli 2019   08:33 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: TONY GENTILE/REUTERS

"Winning is an important thing, but to have your own style, to have people copy you, to admire you, that is the greatest gift". Demikian buah pikiran Johan Cruyff yang dilansir dari Eurosport kala dirinya menangani Barcelona dan menyodorkan konsep tiki-taka untuk versi baru La Masia pada tahun 1979 ke Presiden Barcelona saat itu, Josep Lluis Nunez.

Dengan ti ki taka sebagai referensi gaya sepakbola yang diajarkan di La Masia, Akademi sepakbola Barcelona sebagai tempat membina pemain-pemain muda masa depan Barca, Cruyff ingin membentuk La Masia sebagai sumber utama pengembangan gaya bermain Barcelona di masa depan.

Tiki-taka merupakan penyempurnaan Cruyff pada konsep Total Football Belanda milik Rinus Michell dimana Cruyff menjadi aktor utamanya. Tiki-taka kemudian menjadi gaya bermain khas dari Barcelona yang kemudian mempengaruhi gaya bermain timnas Spanyol. Modifikasi boleh saja dilakukan seperti yang diterapkan Guardiola, Enrique dan Del Bosque tetapi sejatinya tiki-taka masih menjadi konsep utamanya.

Transfermarkt mencatat ketika menangani Barcelona, Cruyff baru memetik buah penerapan tiki-taka saat membawa Guardiola dkk menjuarai La Liga 4 kali beruntun pada tahun 1991, 1992, 1993 dan 1994. Pencapaian yang luar biasa karena The dream team Barcelona era Guardiola yang disebut-sebut terbaik sepanjang sejarah sekalipun tidak mampu mengulangi pencapaian 4 kali beruntun juara La Liga tersebut.

Puncak kehebatan tiki-taka ala Cruyff di Eropa adalah kala legenda Belanda itu membawa Barcelona juara Liga Champions (saat itu bernama Piala Champions) untuk kali pertama pada tahun 1992 dengan mengalahkan Sampdoria di final. Meski demikian, tiki-taka Cruyff di Barcelona juga pernah merasakan kekalahan menyakitkan pada final Piala Champions 1994 kala AC Milan membantai mereka 4-0.

Di sinilah ujian untuk tetap menjadi diri sendiri itu dimulai. Kekalahan telak pada final Piala Champions jelas bukan satu hal yang bisa dimaafkan dan dilupakan begitu saja.

Satu kegagalan seperti ini bisa saja membuat orang tergoda untuk menjadi seperti lawan yang mengalahkannya. AC Milan sendiri saat itu dikenal dengan identitas pola 4-4-2 yang membuatnya dijuluki The Dream Team. Apakah Barcelona lantas berubah dan meninggalkan identitas tiki-taka mereka?

Tidak. Sejarah kemudian merekam bagaimana Barca benar-benar meraih sukses besar saat ditangani Pep Guardiola yang notabene pernah merasakan didikan La Masia sebagai sumber identitas gaya bermain tiki taka. Pep, salahsatu murid terbaik Johan Cruyff mempertahankan gaya tiki-taka Barcelona.

Bersama Pep, Barca bangkit kembali. Saking hebatnya, semua gelar disapu bersih tiki-taka Barcelona ala Pep pada tahun 2009 atau tahun pertama kepelatihannya. Pep Guardiola membawa Barca memenangi La Liga 2008/2009, 2009/2010 dan 2010/2011 serta 2 titel Liga Champions 2009 dan 2011.

Meski demikian, ujian tetap hadir kala sosok Jose Mourinho bersama Inter Milan dan Roberto Di Matteo bersama Chelsea menemukan cara menaklukkan racikan tiki taka milik Pep Guardiola. Tiki-taka Barca terhenti di semifinal Liga Champions musim 2009/2010 dan 2011/2012.

Dua kekalahan tersebut tidak menggoyahkan keyakinan Barcelona pada identitas gaya bermain tiki taka. Pengganti Pep Guardiola tetap mempertahankan identitas tiki taka pada gaya permainan Barcelona. Tiki taka lantas dimatangkan lewat modifikasi dari Luis Enrique yang langsung menyabet treble winner La Liga, Copa Del Rey dan Liga Champions musim 2014/2015.

Kehebatan tiki-taka juga mempengaruhi timnas Spanyol yang dihuni praktisi-praktisi tiki-taka untuk menguasai Eropa dan dunia. Timnas Spanyol yang banyak dihuni punggawa Barcelona memenangkan Piala Eropa 2008 dan 2012 serta menjadi juara Piala Dunia 2010. Serunya, meski selalu gagal di Piala Konfederasi, Vicente Del Bosque tidak pernah meninggalkan konsep tiki taka pada gaya bermain Spanyol.

Keteguhan Barcelona pada gaya bermain mereka yang disebut tiki----taka menjadi contoh betapa pentingnya untuk konsisten menjadi diri sendiri. Seperti Barcelona yang memahami identitas bermain seperti apa yang paling cocok bagi dirinya, setiap orang juga harus bisa memahami karakter seperti apa yang pas baginya.

"Barcelona hari ini tidak lahir dalam beberapa tahun terakhir tetapi lahir pada awal tahun 1990-an lewat Johan Cruyff. Ini membutuhkan waktu sekitar 20 tahun sampai pada momen hari ini dan kita harus menghargainya" ujar Juergen Klinsmann, legenda sepakbola Jerman pada USSoccer mengakui proses panjang tiki-taka menjadi identitas gaya bermain milik Barcelona.

Menjadi diri sendiri pun membutuhkan waktu dan proses. Keberhasilan dan kegagalan adalah bagian dari proses pematangan diri. Keberhasilan mengajarkan apa yang dapat dilakukan untuk meraih sukses. Sebaliknya, kegagalan menunjukkan perbaikan apa yang harus dilakukan untuk mencegah kegagalan dan meraih sukses.

Tiki taka menjadi identitas permainan Barcelona sejak Cruyff memproklamirkannya sejak 1979. Identitas diri itu tidak lantas membuahkan keberhasilan. Ada proses pematangan disana. Kekalahan tiki-taka Barcelona dari gaya bermain defensif  yang diusung Jose Mourinho bersama Inter Milan dan Di Matteo bersama Chelsea menunjukkan pada Barcelona bahwa mereka harus mematangkan tiki-taka dimana Luis Enrique melakukannya lewat unsur umpan-umpan panjang yang sebelumnya seperti tabu dilakukan dalam gaya tiki taka.

Modifikasi tanpa mengubah dasar tiki-takanya. Berubah menjadi lebih matang dengan tetap menjadi diri sendiri. Tiki-taka mengajarkan kepada kita untuk berani menjadi diri sendiri. Mudah untuk mengucapkannya tetapi butuh komitmen kuat untuk menjalaninya.

Menjadi diri sendiri saat berada diatas angin tentu mudah untuk melakukannya, tetapi lain cerita jika kondisinya tidak menguntungkan. Konsisten menjadi diri sendiri, inilah yang bisa dipelajari dari kisah titaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun