Mohon tunggu...
Rizki Losari
Rizki Losari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya bermain badminton saya orang yang menyukai hal yang baru

Selanjutnya

Tutup

Politik

Media Sosial sebagai Alat Strategis dalam Membangun Opini Publik dan Meraih Kemenangan Politik

26 Desember 2024   20:21 Diperbarui: 26 Desember 2024   20:19 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://images.app.goo.gl/P9DLZpTGfNQgwkNs8 

Di era modern saat ini, media sosial telah menjadi salah satu pilar utama dalam komunikasi politik, khususnya di Indonesia. Yang memungkinkan politisi untuk menjangkau audiens yang lebih luas dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan media tradisional (televisi, surat kabar, radio dll), Media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan Tiktok digunakan untuk membangun citra diri, menyampaikan pesan politik, dan berinteraksi langsung dengan masyarakat. Strategi ini terbukti meningkatkan partisipasi politik, terutama di kalangan generasi muda. (Khusnul Khatimah dkk, 2024) Penetingnya pembahasan ini terletak pada pengaruh besar media sosial terhadap proses demokrasi di Indoneisa. Sebagai negara demokrasi dengan peringkat ketiga di dunia, Indonesia menghadapi tantangan unik dalam mengelola komunikasi politik yang semakin kompleks. Dengan populasi yang didominasi oleh generasi muda dan tingkat penetrasi internet yang terus menerus meningkat, komunikasi politik melalui media sosial menjadi medan strategis yang tidak dapat diabaikan oleh para aktor politik. Dalam esai ini, akan dibahas berbagai aspek bagaimana media mempengaruhi pembentukan opini publik, serta dampaknya terhadap dinamika politik dan keputusan pemilih khususnya di Indonesia.

Media tradisional seperti televisi, radio, dan surat kabar masih memegang peran penting dalam komunikasi politik di Indonesia. Namun, pengaruhnya mulai tergeser oleh media digital, khususnya media sosial. Media sosial menawarkan keunggulan berupa aksesbilitas, biaya yang tergolong murah, dan kemampuan untuk menjangkau audiens yang lebih luas dalam waktu yang singkat. Politisi kini memanfaatkan platform ini untuk membangun narasi politik, mempromosikan program kerja, dan merespon isu-isu terkini. Salah satu contoh yang mencolok adalah penggunaan media sosial oleh Presiden ke tujuh kita yaitu Joko Widodo. Jokowi dikenal sebagai salah satu politisi yang berhasil memanfaatkan media sosial untuk membangun citra sebagai pemimpin yang merakyat. Melalui akun resminya, ia kerap membagikan aktivitas sehari-hari program kerja pemerintah hingga respons terhadap isu nasional. Strategi ini tidak hanya meningkatkan popularitasnya, tetapi juga membentuk persepsi publik terhadap gaya kepemimpinannya yang sederhana dan merakyat.

Dalam kampanye politik, media sosial telah menjadi alat utama untuk memobilisasi dukungan. Strategi yang sering digunakan meliputi pembuatan konten yang menarik, penggunaan influencer, dan penyebaran tagar hastag. Politisi juga menggunakan analaitik data untuk memahami prefrensi pemilih dan menyusun pesan yang sesuai dengan segmen audiens tertentu. Fenomena ini dapat dilihat dalam pemilu 2024, di mana para pasangan calon presiden dan wakil presiden memanfaatkan media sosial secara intensif untuk menggalang dukungan. Ketiga kubu menggunakan platform seperti Tiktok dan Instagram untuk menyebarkan visi, misi dan program kerja mereka. Namun, penggunaan media sosial juga menjadi arena untuk perang informasi, termasuk penyebaran hoaks dan propaganda negatif, yang memperburuk polarisasi politik di masyarakat

Media sosial memberikan politisi kebebasan untuk menyampaikan pesan secara langsung tanpa melalui filter media tradisional. Namun, kebebasan ini juga membawa risiko. Beberapa politisi menggunakan media sosial untuk menyebarkan narasi populis atau mengeksploitasi isu-isu sensitif demi kepentingan politik jangka pendek. Praktik ini sering mengabaikan prinsip-prinsip etika komunikasi dan berdampak negatif terhadap kualitas diskursus publik. Di Indonesia penggunaan media sosial oleh politisi tidak hanya terbatas pada penyebaran informasi, tetapi juga untuk menciptakan interaksi dua arah dengan masyarakat. Misalnya, pasangan calon presiden dan wakil presiden 2024 nomor urut satu Anies Baswedan dan Cak imin. Mereka menggunakan fitur live streaming di media sosial Tiktok untuk berdialog langsung dengan para pendukungnya.

 

Hal ini meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, tetapi juga membuka peluang untuk manipulasi opini publik melalui teknik-teknik komunikasi yang persuasif.

Namun, penggunaan media sosial dalam politik juga membawa tantangan, seperti penyebaran informasi yang tidak akurat dan polarisasi masyarakat. Untuk menjaga integritas demokrasi, diperlukan upaya bersama untuk meningkatkan literasi digital masyarakat dan Menyusun regulasi yang efektif guna mencegah dampak negatif dari penggunaan media sosial (Ismail Zaky Alfatif 2024). Selain itu, media sosial dapat juga memperkuat demokrasi dengan menyediakan platform yang lebih terbuka dan inklusif di mana orang dapat menyampaikan aspirasi mereka dan mengkritik kebijakan pemerintah. Namun, penggunaan media sosial dapat menimbulkan dampak negatif yang bisa merusak prinsip-prinsip yang ada dalam demokrasi pancasila (M. Syafiq Jain, 2024).

Kemenangan Prabowo Subianto juga Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilu tahun 2024 menjadi salah satu bukti contoh nyata bagaimana penggunaan media sosial secara strategis dapat mempengaruhi hasil pemilu. Tim kampanye Prabowo-Gibran berhasil memanfaatkan berbagai platform media sosial untuk menyampaikan visi dan misinya kepada masyarakat. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah produksi konten yang emosional dan mudah dibagikan, seperti video pendek yang menampilkan Prabowo dalam aktivitas sehari-hari, termasuk interaksinya dengan masyarakat kecil.

Sumber: https://vt.tiktok.com/ZS6MD7PDt/ 
Sumber: https://vt.tiktok.com/ZS6MD7PDt/ 

Pada pemilu 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka berhasil meraih kemenangan yang signifikan, dan salah satu faktor kunci dibalik kesuksesannya adalah penggunaan media sosial Tiktok. Tiktok, sebagai platform media sosial yang sangat populer di kalangan anak muda, memainkan peran penting dalam strategi kampanye Prabowo. Dengan lebih dari 113 juta pengguna di Indonesia, mayoritas di antaranya adalah generasi milenial dan Gen Z, Tiktok menjadi arena utama untuk membangun citra politik yang menarik dan relevan bagi pemilih muda.Prabowo dan tim kampanyenya memanfaatkan Tiktok untuk menyebarkan pesan-pesan politik dengan cara yang kreatif dan menghibur.

Mereka menggunakan video pendek yang mudah diakses dan dibagikan, serta memanfaatkan tren dan tantangan yang populer di platform tersebut. Salah satu strategi yang paling efektif adalah penciptaan citra politik “Gemoy” (lucu dan menggemaskan) yang berhasil menarik perhatian anak muda. Video-video yang menampilkan Prabowo dengan gaya yang lebih santai dan ramah, serta interaksi yang menyenangkan dengan masyarakat berhasil menciptakan kesan positif dan dekat di mata pemilih muda. Citra politik “Gemoy” yang disebarkan melalui Tiktok menjadi salah satu faktor penentu dalam menarik dukungan dari generasi muda. Dalam video-video pendek yang tersebar di media sosial, Prabowo sering kali tampil dengan gaya yang lebih kasual dan humoris, berbeda dari citra Prabowo yang dulu tampak serius dan tegas.

Sumber: https://vt.tiktok.com/ZS6My6jXL/
Sumber: https://vt.tiktok.com/ZS6My6jXL/

Sumber: https://images.app.goo.gl/XbZ8X1GPeKjyghvY7 
Sumber: https://images.app.goo.gl/XbZ8X1GPeKjyghvY7 

Strategi ini terbukti efektif dalam menarik perhatian dan dukungan dari pemilih muda. Generasi milenial dan Gen Z, yang dikenal sebagai pengguna aktif media sosial, merasa lebih terhubung dengan Prabowo melalui konten-konten yang relevan dan menghibur. Mereka melihat Prabowo sebagai sosok yang memahami dan menghargai budaya digital yang mereka anut. Selain itu, penggunaan Bahasa gaul dan tren populer dalam video-video Tiktok juga membantu memperkuat citra “Gemoy” dan membuat Prabowo lebih relatable bagi pemilih muda. Strategi kampanye yang kreatif dan inovatif berhasil membentuk opini publik yang positif terhadap Prabowo-Gibran. Penggunaan media sosial Tiktok memungkinkan mereka untuk berinteraksi langsung dengan pemilih muda, membangun hubungan yang lebih personal, dan menciptakan kesan bahwa mereka memahami dan menghargai budaya digital yang dianut oleh generasi milenial dan Gen Z. Penggunaan Tiktok dan kolaborasi dengan influencer berhasil meningkatkan partisipasi pemilih muda dalam pemilu 2024. Pemilih muda merasa lebih terhubung dengan Prabowo-Gibran melalui konten-konten yang relevan dan menghibur, sehingga mereka lebih termotivasi untuk menggunakan hak suara mereka.

Penggunaan Media Sosial seperti tiktok oleh para aktor politik, memiliki keterkaitan yang erat dengan beberapa teori komunikasi. Terdapat beberapa teori komunikasi yang relevan dan alasan mengapa teori-teori ini releban dengan penggunaan media sosial sebagai media kampanye aktor politik.

  • Teori Agenda Setting, menyatakan bahwa media memiliki kemampuan untuk mempengaruhi agenda publik dengan menentukan isu-isu apa yang dianggap penting. Dalam konteks kampanye Prabowo-Gibran, penggunaan Tiktok memungkinkan mereka untuk mengatur agenda politik dengan menyoroti isu-isu dan pesan-pesan yang mereka anggap penting. Dengan memanfaatkan tren dan tantangan yang populer di Tiktok, mereka berhasil menarik perhatian publik dan membentuk opini tentang isu-isu tertentu. Penggunaan Tiktok oleh tim kampanye Prabowo-Gibran memungkinkan mereka untuk mengatur agenda politik dengan cara yang lebih efektif dan menarik bagi pemilih muda. Mereka dapat menyoroti isu-isu yang relevan dan penting bagi generasi milenial dan Gen Z, serta membentuk opini publik tentang kandidat mereka. Lain halnya dengan penggunaan Teori Agenda Setting dalam konteks kampanye Anies Baswedan-Cak Imin, penggunaan Tiktok memungkinkan mereka untuk mengatur agenda politik dengan menyoroti isu-isu dan pesan-pesan yang mereka anggap penting. Dengan melakukan Live streaming di Tiktok, Anies Baswedan-Cak Imin dapat mengatur agenda politik dengan cara yang lebih efektif dan menarik bagi pemilih muda. Mereka dapat menyoroti isu-isu yang relavan juga dan penting bagi generasi milenial dan Gen Z, serta membentuk opini publik tentang kandidat mereka.
  • Teori Uses and Gratifications berfokus pada bagaimana individu menggunakan media untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Dalam konteks kampanye politik, pemilih menggunakan media sosial untuk mencari informasi, hiburan, dan interaksi sosial. Tiktok, sebagai platform yang sangat populer di kalangan anak muda, memenuhi kebutuhan ini dengan menyediakan konten yang informatif, menghibur, dan interaktif. Tim kampanye Prabowo-Gibran memanfaatkan Tiktok untuk memenuhi kebutuhan pemilih muda akan informasi dan hiburan. Dengan menciptakan konten yang menarik dan relevan, mereka berhasil menarik perhatian dan dukungan dari generasi milenial dan Gen Z. Penggunaan Bahasa gaul dan tren populer dalam video-video Tiktok juga membantu memperkuat citra “Gemoy” dan membuat Prabowo lebih relatable bagi pemilih muda. Sama halnya juga Anies Baswedan dan Cak Imin memanfaatkan Tiktok untuk memenuhi kebeutuhan pemilih muda akan informasi dan hiburan. Dengan melakukan Live Streaming, mereka dapat berinteraksi langsung dengan audiens, menjawab pertanyaan, dan menyampaikan pesan politik mereka secara real-time. Hal ini membantu membangun hubungan yang lebih personal dan dekat dengan pemilih muda, serta meningkatkan partisipasi mereka dalam proses politik.

Media sosial telah merubah wajah komunikasi politik di Indonesia, terutama dalam pemilu 2024. Platform seperti Tiktok, Instagram, dan Twitter memungkinkan politisi untuk menjangkau generasi muda dengan cara yang lebih kreatif, relevan, dan interaktif. Strategi seperti penggunaan video pendek, kolaboorasi dengan influencer, dan pemanfaatan tren populer terbukti efektif dalam membangun citra, opini publik, dan meningkatkan partisipasi pemilih.

Namun, meski media sosial membuka peluang besar untuk demokrasi, tantangan seperti penyebaran hoaks, polarisasi masyarakat, dan eksploitasi isu sensitive tetap menjadi ancaman yang perlu ditangani. Untuk memastikan media sosial tetap menjadi alat positif dalam demokrasi, diperlukan literasi digital yang lebih baik lagi dan regulasi yang tepat.

Kemenangan Prabowo Subianto juga Gibran Rakabuming Raka daalam pemilu 2024 menunjukkan betapa strategisnya media sosial dalam kampanye politik modern. Dengan memanfaatkan pendekatan yang inovatif seperti citra politik “Gemoy” mereka berhasil menarik perhatian dan dukungan generasi muda. Di masa depan, komunikasi politik berbasis media sosial akan terus menjadi medan pertempuran penting bagi para aktor politik untuk membangun koneksi dengan publik.

Daftar Pustaka

Fatih, Ismail Zaky Al. “Peran Media Sosial Dalam Kampanye Politik Di Indonesia Lima Tahun Terakhir: Antara Demokrasi Dan Manipulasi Informasi.” COMSERVA : Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, vol. 4, no. 7, 26 Nov. 2024, pp. 2227–2237, https://doi.org/10.59141/comserva.v4i7.2611. Accessed 26 Dec. 2024.

Jain, M, et al. “PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP DEMOKRASI PANCASILA.” Journal of Science and Social Research, no. 3, 2024, pp. 1227–1231. Accessed 26 Dec. 2024.

Khatimah, Khusnul, et al. “Desember 2024 (128-143) ISSN (Print.” Pengaruh Media Sosial... |, vol. 7, no. 2, Dec. 2024, pp. 2714–7657. Accessed 26 Dec. 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun