Mohon tunggu...
Rizki Kurniawati
Rizki Kurniawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 21107030061

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hari Penyiaran Nasional 2022 Menjadi Momentum Indonesia Menuju Siaran Digital

1 April 2022   20:45 Diperbarui: 1 April 2022   20:51 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) yang diperingati setiap tanggal 1 April ini, dikutip dari beberapa situs memiliki sejarah yang cukup menarik. Pada Maret tahun 1927, di Istana Mangkunegara Surakarta (Solo), Sri Mangkunegara VII beserta Permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Timur mendengarkan siaran radio yang secara langsung menyiarkan pidato dari Ratu Wilhemina yang berada di Kota Eindhoven, Belanda. Orang-orang di Istana Mangkunegara yang mendengarkan siaran radio tersebut terkesima. Lalu, setelah sepuluh tahun berlalu, yakni pada tanggal 28 Desember 1936, kini giliran Ratu Wilhelmina dan tamu undangan lainnya yang berada di Istana Noordiende, Belanda, pertama kali mendengarkan siaran radio dari Solo, Indonesia yang berupa siaran gamelan Jawa yang biasanya digunakan untuk mengiringi tarian Budaya Serimpi.  

Kemudian, dalam rapat pada tanggal 1 April 1933 yang diselenggarakan di gedung Societeit Mangkoenegaran (saat ini menjadi Monumen Pers Nasional) terjadi kesepakatan mengenai pendirian sebuah lembaga penyiaran radio profesional pertama di Kota Solo yang diberi nama Solosche Radio Vereeniging (SRV). Dapat dikatakan bahwa Solosche Radio Vereeniging (SRV) ini merupakan radio pertama yang dimiliki oleh Indonesia. Solosche Radio Vereeniging (SRV) diprakasai oleh kadipaten Mangkunegaran, Solo, Kanjeng Gusti Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegoro VII karena beliau merasa perlu adanya media yang dapat menjadi pemersatu bangsa.

Lalu, pada tanggal 1 April 2010 di Bale Tawangarum, Balai Kota Surakarta, diadakan deklarasi Hari Penyiaran Nasional pertama yang diprakarsai oleh Hari Wiryawan sebagai anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah untuk meluruskan sejarag penyiaran nasional yang berawal di Kota Solo. Deklarasi tersebut juga merupakan usulan kepada pemerintah agar menetapkan dua hal, yakni agar 1 April yang merupakan hari lahirnya lembaga penyiaran radio pertama milik bangsa Indonesia (Solosche Radio Vereeniging) ditetapkan sebagai Hari Penyiaran Nasional dan agar Kanjeng Gusti Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegoro VII ditetapkan sebagai Bapak Penyiaran Indonesia. Proses penetapan Hari Penyiaran Nasional terhitung memerlukan waktu 10 tahun sejak pertama kali dideklarasikan pada tahun 2010. Hal tersebut dilihat dari adanya Keputusan Presiden yang telah menetapkan 1 April sebagai Hari Penyiaran Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2019 tentang Hari Penyiaran Nasional pada tanggal 29 Maret 2019. Dikutip dari situs rri.co.id, menurut KPI, Hari Penyiaran Nasional wajib dimaknai dengan semangat yang positif agar dapat memberikan tatanan yang baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui dunia penyiaran dengan menghadirkan siaran yang menginspirasi, kreatif serta mendorong produktivitas anak bangsa. 

Telah kita ketahui bahwa dunia penyiaran di Indonesia mengalami perkembangan karena juga mengikuti perkembangan teknologi infomasi. Sehingga, ditanggal 1 April ini, peringatan Hari Penyiaran Nasional yang ke-89 menjadi momentum penyiaran Indonesia bertransisi dari siaran analog menjadi siaran digital. Siaran digital merupakan siaran televisi yang menggunakan modulasi sinyal digital yang akan menghadirkan kualitas gambar yang lebih bersih, suara yang jernih, dan akses internet yang cepat. Pasti diantara kita bertanya-tanya mengapa siaran analog digantikan menjadi siaran digital? Dikutip dari situs kpi.go.id, melalui pengamatan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio ke sejumlah daerah seperti Bengkulu, beliau menemukan masyarakat yang masih menonton satu stasiun siaran di televisi dengan tayangan yang kurang baik. Sehingga, beliau mencoba mempraktekkan pola menonton televisi dengan STB yang terbukti hasilnya menjadi lebih baik atau menjadi lebih jernih. Kondisi tersebutlah yang memprakarsai dirinya untuk menyesuaikan sistem kerja pengawasan KPI yang akan mengarah ke siaran digital. Dengan demikian, diharapkan kualitas siaran menjadi lebih jernih dengan siaran yang juga lebih banyak. Apalagi saat ini pemerintah mendorong adanya acara-acara unggulan yang ditayangkan secara eksklusif di siaran digital. Misalnya siaran digital menayangkan siaran langsung acara sepakbola, atau olahraga penting lainnya hanya disiarkan digital  

Selain itu, rupanya siaran digital banyak memiliki kelebihan. Pertama, siaran digital dapat digunakan untuk beberapa siaran dalam satu frekuensi. Hal tersebut berbanding terbalik dengan siaran analog yang cukup boros karena dalam satu frekuensi hanya dapat digunakan untuk satu siaran televisi saja. Kedua, dengan siaran digital, akses internet akan lebih cepat berkali lipat karena akan ada dividen digital sebesar 112MHz dan cadangannya 40MHz yang bisa digunakan untuk menyediakan internet yang lebih cepat. Apalagi saat ini pasti masyarakat membutuhkan akses internet yang cepat dalam kegiatan dimasa pandemi yang belum juga usai. Ketiga, dalam siaran digital, di mana pun perangkat berada asal dapat menangkap sinyal, maka akan mendapatkan siaran televisi dengan kualitas yang menjanjikan atau lebih jernih dibandingkan siaran analog.

Setelah mengetahui kelebihan atau sebegitu menguntungkannya siaran digital dibandingkan siaran analog, pasti muncul pertanyaan bagaimana sih caranya untuk beralih ke siaran digital? Sebenarnya transisi dari siaran analog ke siaran digital cukup mudah. Dikutip dari situs cncbindonesia.com, masyarakat yang ingin beralih ke siaran digital tidak harus membeli televisi baru, asalkan dilengkapi dengan Set Top Box (STB) yang digunakan untuk menangkap sinyal DVB-T2. Perangkat Set Top Box (STB) tersebut dapat dibeli langsung maupun online oleh masyarakat. Setelah mempunyai Set Top Box (STB), masyarakat tinggal mengatur menjadi siaran digital, dengan cara memastikan sudah tersedia antena UHF (antena luar dan dalam ruangan), memastikan televisi telah dilengkapi dengan STB DVBT2 agar dapat menerima siaran digital, setelah itu hidupkan perangkat televisi dan ubah ke AV. Terakhir, setting televisi dengan memilih opsi auto scan untuk memindai program siaran digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun