Mohon tunggu...
Rizki Kurniawati
Rizki Kurniawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 21107030061

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Panic Buying: Akankah Ada Chapter Baru?

21 Februari 2022   08:21 Diperbarui: 21 Februari 2022   08:25 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Sejak dunia dihebohkan dengan pandemi virus Covid-19 yang berasal dari Wuhan, China, banyak fenomena-fenomena yang ikut terjadi. Yap, panic buying. Memang, biasanya panic buying terjadi saat ada suatu bencana atau setelah bencana tersebut melanda. Panic buying merupakan fenomena ketika seseorang membeli suatu barang yang berlebihan atau melakukan penimbunan terhadap barang tersebut karena rasa panik maupun takut yang berlebihan.

Takut karena kehabisan atau kekurangan barang tersebut sehingga membeli dalam jumlah yang besar untuk persediaan. Padahal jika masyarakat panic baying justru akan mengakibatkan terjadinya kelangkaan atau naiknya harga suatu barang tersebut. Ada beberapa dampak yang juga akan ditimbulkan apabila terjadi panic buying. Orang lain akan ikut merasa panik sehingga mengikuti orang tersebut dan menjadi fenomena panic buying. Barang atau produk tersebut menjadi sedikit atau habis dan tidak bisa didistribusor ke wilayah lainnya. Mahalnya barang tersebut karena terjadi kelangkaan.

Berikut fenomena panic buying yang pernah terjadi di Indonesia:  

  • Masker

Pada Maret 2020, sejak terdapat warga Indonesia yang menjadi pasien terindikasi positif virus Covid-19, masker menjadi barang yang diperlukan. Awalnya, penggunaan masker tersebut hanya disarankan bagi pasien dan tenaga kesehatan. Namun, kebijakan tersebut berubah seiring dengan penelitian tentang virus Covid-19. Perubahan tersebut menjadikan masker sebagai kebutuhan wajib bagi masyarakat. Hal tersebut menyebabkan terjadinya panic buying. Mereka berlomba-lomba membeli masker bahkan ada yang membeli dalam jumlah banyak untuk persediaan agar tidak kehabisan. Sehingga, sempat mengakibatkan terjadinya kelangkaan masker. Tidak hanya kelangkaan, harga masker juga sempat mengalami kenaikan yang drastis hingga berkali lipat dari harga biasanya. Hal tersebut disebabkan oleh adanya oknum yang sengaja menimbun masker dan juga diakibatkan peningkatan jumlah permintaan tanpa diimbangi dengan kenaikan pasokan masker.

Setelah terjadi kelangkaan dan peningkatan harga masker, masker kain menjadi tren sebagai pengganti masker medis. Masyarakat menciptakan berbagai macam masker kain yang unik-unik. Hingga saat ini, masker tidak menjadi barang yang langka karena banyak masyarakat yang menciptakan masker kain dan menjadi ladang penghasilan dengan menciptakan masker dalam berbagai brand.

  • Susu Beruang

Panic buying lainnya yang terjadi pada masa pandemi virus covid-19 adalah panic buying terhadap susu beruang.  Susu beruang memiliki nutrisi yang dipercaya untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan stamina tubuh sehingga banyak diminati masyarakat apalagi dimasa pandemi virus Covid-19 saat ini. Namun, banyak beredar mitos-mitos tentang manfaat susu beruang, yakni susu beruang dapat menyembuhkan orang yang positif Covid-19. Apakah hal tersebut benar adanya? Ahli Gizi Mayarakat, Dokter Tan Shot Yen mengatakan bahwa susu beruang tidak dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti yang beredar di masyarakat. Dengan demikian, statement tentang susu beruang yang dapat menyembuhkan Covid-19 adalah mitos.

Walaupun sudah dikatakan mitos, susu beruang sempat menjadi panic buying. Bahkan susu beruang sempat mengalami kelangkaan dan jika ada penjual yang masih memiliki stok, mereka menjualnya dengan harga yang tinggi.

Dalam postingan instagram @officialinewstv pada 3 Juli 20221, saat ada stok susu beruang di toko tersebut terlihat di video sejumlah orang berebut susu beruang dan mereka membeli dalam jumlah yang banyak. Bahkan hal tersebut juga trending di twitter. Setelah beredar di media sosial, banyak yang menyayangkan kejadian tersebut terjadi. Tidak sepatutnya kita panic buying terhadap susu beruang karena mitos yang beredar.

  • Oksigen Tabung

Kelangkaan pasokan oksigen terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Dengan demikian, harga oksigen tersebut pun menjadi meningkat. Oksigen mengalami kelangkaan karena pasien positif Covid-19 mengalami lonjakan. Dan juga banyak orang yang membeli tetapi tidak tahu menggunakannya. Penggunaan tabung gas biasanya digunakan oleh paramedis. Walaupun mengalami kelangkaan, pemerintah menyakini bahwa kebutuhan tabung oksigen di rumah sakit terpenuhi.

  • Minyak Goreng

Minyak goreng merupakan barang yang memang tidak ada hubungannya dengan menjaga diri dari virus Covid-19 seperti yang diuraikan di atas. Pada akhir tahun 2021, minyak goreng menjadi perhatian masyarakat karena mengalami kenaikan harganya. Sejak 2006, Indonesia merupakan negara nomor satu produsen minyak sawit dunia. Tahun 2019, produksi sawit Indonesia mencapai 43,5 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 3,61 persen. Pemerintah menyebutkan bahwa penyebab terjadinya peningkatan harga minyak goreng adalah penyaluran minyak goreng ke beberapa pasar tradisional dalam waktu yang lama.

Pada bulan Januari, Kementrian Perdagangan (Kemendag) menetapkan kebijakan tentang harga minyak goreng senilai Rp 14.000,00 per liter. Hal tersebut menyebabkan masyarakat membeli minyak goreng dalam jumlah yang banyak (panic buying) karena ketakutan kehabisan ketika ingin membeli lagi. Karena aksi panic buying tersebut membuat kelangkaan minyak goreng. Padahal sudah dilakukan pembatasan terhadap pembeli yang ingin membeli minyak goreng yakni setiap orang hanya dapat membeli 2 liter minyak goreng. Namun masyarakat Indonesia ada saja akal-akalannya, yakni dalam satu keluarga, ibu, ayah, dan anak membantu membeli minyak goreng.

Dalam postingan @lokerriau1_official pada 24 Januari 2022 dengan caption minyak goreng merusak hubungan keluarga orang, memperlihatkan bahwa dalam video tersebut gara-gara minyak goreng ibu dan anak tersebut tidak saling mengakui sebagai keluarga di minimarket.

Dengan berbagai fenome panic buying yang sudah terjadi di Indonesia, akankah panic buying akan terjadi lagi? Kondisi yang masih dalam keadaan pandemi covid-19 dan dekatnya bulan Ramadhan tidak menutup kemungkinan hal tersebut terjadi. Juga masyarakat yang tidak belajar dari panic buying sebelumnya. Namun kita tidak tahu barang apa yang akan menjadi panic buying. Tetapi harapan dan doa agar panic buying tidak terjadi lagi tetap kita panjatkan kepada Yang Maha Esa agar hal tersebut cukup sampai dengan minyak goreng saja.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun