Mohon tunggu...
Mochammad Rizki Juanda
Mochammad Rizki Juanda Mohon Tunggu... Guru - Pengkaji Bahasa dan Penikmat Sepucuk Tulisan

Sebagai seorang penikmat bahasa, saya benar-benar memiliki ketertarikan yang mendalam untuk mengkaji fenomena-fenomena kebahasaan yang dapat dikaji secara linguistik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menguak Pedasnya Komentar Netizen terhadap Pasangan Gay Thailand

8 Maret 2022   12:21 Diperbarui: 9 Maret 2022   13:09 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia maya sempat dihebohkan dengan terjadinya kasus ujaran kebencian pada tahun 2021 kemarin yang dilakukan oleh netizen Indonesia terhadap pasangan gay Thailand. Postingan yang diunggah oleh salah satu pasangan tersebut mendapatkan sekitar 430 ribu komentar. Melihat hebohnya kasus ini membuat kita bertanya-tanya, apa yang sebenarnya netizen Indonesia lakukan? Apakah benar mereka menulis komentar yang mengandung ujaran kebencian?

Ujaran kebencian dapat dimaknai sebagai bentuk ujaran yang di dalamnya terdapat maksud negatif dalam bentuk diskriminasi, intimidasi, penolakan, penghinaan, pencemaran nama baik, dan penyebaran berita bohong. Aspek-aspek yang dibahas biasanya meliputi aspek ras, etnis, gender, orientasi seksual, dan kewarganegaraan. Munculnya ujaran kebencian bisa saja dilakukan secara disengaja dengan niat jahat, ataupun dilakukan secara tidak sengaja karena penulis komentar tidak memliki pemahaman mengenai kesopanan, khususnya kesopanan online.

Kesopanan online memiliki makna yang sama dengan makna kesopanan pada umumnya, namun terjadi di dunia maya. Merujuk pada konsep Prinsip Saling Tenggang Rasa yang dikemukakan oleh ketua Badan Bahasa, Prof. Aminuddin Aziz, bahwa ucapkan tuturan yang Anda akan senang mendengarnya ketika diucapkan pada lawan tutur. Begitupun sebaliknya, jangan ucapkan tuturan yang Anda sendiri tidak senang bila mendapatkannya ketika ditujukan pada orang lain.

Hal ini perlu diperhatikan karena dampak dari ujaran yang kita ucapkan tidak hanya terjadi saat proses interaksi berlangsung, namun juga berdampak setelah proses interaksi berakhir. Ujaran kebencian yang diketik memiliki dampak luka yang dapat melukai lawan bicara. Bahkan, tidak sedikit orang yang memutuskan untuk bunuh diri karena ujaran-ujaran kebencian yang mereka terima di media sosial.

Pada postingan unggahan salah satu pasangan gay Thailand, banyak warganet Indonesia yang ikut memberi komentar terkait pernikahan pasangan gay tersebut. Berikut salah satu contoh tuturan yang ditulis oleh netizen Indonesia diambil dari kolom komentar postingan di akun Facebook salah satu pasangan gay tersebut.

“Binatang saja tau cara mencari betina, ini dah kayak habis aja wanita di dunia (emoji monyet menutup mata)” 

Secara pragmatik, ujaran tersebut dapat dimaknai bahwa pernikahan pasangan tersebut dinilai hal yang tidak baik, karena penulis komentar membandingkan bagaimana binatang lebih bijak dalam mencari pasangan dibandingkan pernikahan kedua pasangan tersebut. Ia memiliki pandangan bahwa pernikahan itu harus dilakukan oleh pasangan yang berbeda jenis. Selain itu, penggunaan emoji monyet menutup mata memiliki bermakna see-no-evil atau tidak melihat hal-hal jahat. Hal ini menegaskan kembali bagaimana penulis komentar memandang pernikahan sesama jenis sebagai sesuatu yang tidak boleh dilihat oleh mata.

Melihat analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa ujaran tersebut dikategorikan sebagai ujaran kebencian yang memiliki dampak luka kepada lawan bicara. Masih terdapat banyak komentar serupa yang ditemukan di kolom komentar postingan tersebut dan tentunya hal ini berdampak pada banyak pihak, bahkan sampai ke ranah internasional.

Mengutip ucapan Prof Amin, bahwasannya tuturan yang kita ucapkan pada orang lain, haruslah tuturan yang kita pun akan senang ketika mendengarnya, begitupun sebaliknya. Ketika kita bertutur kata, dampak dari kesopanan itu tidak terbatas pada interaksi dengan sesama manusia, namun juga berdampak pada interaksi kita dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun