Mohon tunggu...
IMMANUEL
IMMANUEL Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobby : mendengarkan musik dan bermain musik

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Berkunjung ke Kampung Cirendeu

4 November 2022   20:04 Diperbarui: 4 November 2022   20:08 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibadah bagi Sunda wiwitan adalah pekerjaan , kegiatan. Dimana mereka melakukan setiap pekerjaan dan kegiatan dengan sesungguhnya dengan berproses bahwa itu adalah Ibadah.  Berhubungan dengan Tuhan pada keyakinan Sunda Wiwitan disebut polarasa ( bersemedi ) dengan berbahasa.

Saya menerima cinta kuasa Tuhan, tiada upaya daya atas Cinta Tuhan. Dalan artian bahasa Indonesia. Dalam keyakinan Sunda Wiwitan Ketika berhubungan dengan Tuhan tidak ada batas ruang dan waktu ibadah adalah ingat kepada nilai nilai kemanusiaan. Perilaku sehari hari yang menjadi fokus penganut Sunda Wiwitan sebagai Ibadah.

Sunda Wiwitan memiliki beberapa tempat yang sama kepercayaan akan sunda wiwitan yaitu di daerah Badui, cirende , di daerah kuningan yang menjadi jagar budaya, Ciamis

Ada hal yang menarik dari Penganut Keyakinan Sunda Wiwitan , Ciri khas dari kampung cirinde, Mereka tidak mengkonsumsi makanan yang tidak dari beras, karena mereka mendorong menghemat pengelolaan pangan. Singkong menjadi makanan mereka, Penganut sunda wiwitan juga mendapat penghargaan mandiri pangan dari berbagai golongan dari pemerintah pusat hingga daerah itu sendiri. 

Alasan : Tahun 1918 mengalami perampasan padi sehingga kekurangan pangan, leluhur mencari alternatif dengan rasa keinginan ingin merdeka ke makanan lain dan akhirnya menemukan singkong . Sampai sekarang mereka memakan singkong sebagai penghargaan kepada leluhur tetapi mengalami pengolahan dengan bahan dasar singkong. Singkong di parut kemudian dibentuk menyerupai nasi. adat istiadat :

Upacara adat setahun sekali dilakukan secara sebulan penuh , melestarikan alat musik dan pelestarian budaya yang lain.

Selanjutnya kami Naik puncak salam Ada yang menarik untuk naik kesana harus naik dengan tidak pakai alas kaki dengan nilai filosofis bahwa manusia memiliki watak dengan alam . Kemudian kami juga tidak boleh memakai baju merah.  Dengan ketinggian 903 mpdl kami sampai ke puncak gunung salam. Di atas puncak kami melihat pemandangan kota dan ada terowongan untuk kereta cepat Jakarta - Bandung.

Dokpri
Dokpri
Setelah itu , kami turun dengan di lanjutkan makan dengan makanan khusus keyakinan Sunda Wiwitan. Dengan makanan yang cukup sedap dan enakk . Selama kami makan ada kami diberitahu akan di kenalkan dengan alat Musik Angklung Buncis.

Selanjutnya kami di kenalkan dari Organologi Alat musik Angklung Buncis dan memainkan sebuah lagu simple yang diarahkan oleh pemateri

Tiba waktunya pun kami pulang dan melanjutkan kegiatan kami seperti biasanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun