Mohon tunggu...
Mochamad Rizki Fitrianto
Mochamad Rizki Fitrianto Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer Writer

Menulislah agar dipahami, bicaralah supaya didengar, dan membacalah untuk mengembangkan diri - Gus Dur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merefleksikan Hari Jadi Pancasila, Sudahkah Cita-cita Pendiri Bangsa Terlaksana?

1 Juni 2020   10:38 Diperbarui: 1 Juni 2020   10:41 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Straight to the point, di hari jadi pancasila ini saya mencoba merefleksikan nilai-nilai pancasila yang dibentuk oleh pera pendiri bangsa ini dengan mengkomparasikan dengan keadaan di sekita saya atau berdasar dengan apa yang saya lihat dan rasakan. 

Tulisan ini saya buat dengan se obyektif mungkin, apa adanya sesuai yang saya tangkap, tidak mewakili pihak manapun atau siapapun, jadi apabila terdapat kesamaan kondisi lepas dari pengetahuan saya. Tulisan ini sekali lagi mewakili apa yang saya rasakan melalui indra saya..

Pancasila, terdiri atas kata Panca yang berarti lima, dan Sila yang bisa diartikan sebagaikan nilai, pedoman, pegangan hidup. Di masa-masa awal berdirinya bangsa ini, para pendiri bangsa berdiskusi ingin seperti bangsa ini akan dibawa nantinya. 

Mereka merenung, berpikir, berdebat, berargumen, merumuskan, menyusun hingga terciptalah satu pedoman falsafah bernegara yang saat ini kita kenal sebagai Pancasila. Pancasila kita kenal saat duduk di bangku sekolah hingga sekolah tinggi dengan mengkaji nilai-nilainya secara lebih mendalam, lalu seperti Pancasila terefleksikan saat ini? berikut 

Pancasila, satu, Ketuhanan yang maha esa

Dari sila tersebut sudah dapat ditangkap bahwa maksud dari pendiri bangsa kita adalah Tuhan yang satu (Esa), tidak terwakilkan dalam satu Agama tertentu. Sebagaimana diketahui dalam negara kita terdapat berbagai jenis kepercayaan dan Agama, pendiri bangsa saat itu memahami betul bahwa Agam dan beragama menrupakan sesuatu yang turun temurun dan mengakar di masyarakat kita, apabila tidak distukan dalam satu pemahaman akan dapat menimbulkan satu perpecahan di masa mendatang. 

Lalu bagaimanakah korelasi dengan realita saat ini? negara kita yang penuh keberagaman sebenarnya sudah dapat menerima satu sama lain, bahkan jauh sebelum negara ini di dekralasikan sebagai suatu negara, Agama datang dengan damai melalui pendekatan budaya, menyebar melalui ajaran dan akulturasi budaya, diterima tanpa paksaan. 

Namun ada beberapa selisih pendapat akan hal tersebut yang memandang bahwa ada dasar dasar tertentu dalam Agama yang harus diunggulkan dalam bernegara dan menganggap pancasila sebagai suatu ideologi sekularisme yang bertolak belakang sehingga menimbulkan gejolak dalam berbangsa dan bernegara, ada yang bersifat sebatas pandangan namun ada yang disertai tindakan. 

Agama dan bernegara merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, mereka saling melengkapi, saling mengikat, saling menguatkan, tidak ada yang lebih unggul dan tidak ada yang yang dimarjinalkan.

Kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab

Dalam sila kedua kita diamanahkan untuk menciptakan suatu tatanan bermasyarakat yang dilandasi rasa adil dan beradab. Siapa kita yang dimaksud dalam sila ini? Kita disini diartikan sebagai semua orang Indonesia, apapun Agamanya, apapun profesinya, apapun suku bangsanya nya, apapun itu yang menjadikan perbedaan di dalamnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun