Lama sudah tidak ku buka laptop yang sering terlihat berdebu. Hanya sesekali aku tengok dan mengisi beberapa kolom angka atau sekadar menuliskan soal untuk anak-anak ulangan.
Beberapa minggu bahkan menginjak bulan, energi teralihkan menjauh dari impian, sekadar mencari cuan sesaat yang dikira sekarang lebih menguntungkan.
Tersadar, pikiran dan jiwa merasa, ini bukan diri yang sebenarnya. Bergelut hanya dengan rutinitas berulang yang tidak ada tujuan jangka panjang ke depan.
Rutinitasnya tidak salah, hanya diri ini yang seringkali mengeluh lelah. Hingga prioritas utama tergadai dan hanya mengejar kesenangan yang kasat mata.
Teringat pesan seseorang bahwa, jiwa yang terkurung ialah ia yang melumpuhkan badan untuk tidak mengejar apa yang dicita-citakan.
Ingin kembali ku ke laga perjuangan di awal bulan September dan Oktober yang banyak sekali peluang yang menantang untuk ditaklukan.
Memang, untuk satu tahun dua tahun ini. Diri ingin untuk sefleksibel mungkin dan tidak menguraskan energi hanya untuk satu pintu.
Ada yang menjadi utama batu besar untuk loncatan, ada yang tali kecil yang menarik untuk maju ke depan, dan ada persediaan makanan meski sedikit tapi setidaknya tercukupkan.
Dan yang terpenting semangat dan prioritas tetap membara untuk masa depan lebih cerah pada masanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H