Mohon tunggu...
RIZKI FEBY WULANDARI
RIZKI FEBY WULANDARI Mohon Tunggu... Editor - Mencoba menyelaraskan kata dan laku.

Menorehkan segala ambisi dan luka di atas tinta, bukan bermaksud apa-apa. Hanya saja terdapat kelegaan di sana. Pelajaran yang tercatat tidak akan musnah meski waktu menggerusnya.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tidak Ada Dosen Killer, Hanya Belum Ketemu Kecocokan Hati Saja

2 November 2022   20:12 Diperbarui: 2 November 2022   20:19 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hidup yang tidak dipertaruhkan, tidak layak dimenangkan", saya lupa ini kata-kata keluar dari hasil pemikirannya siapa. Namun, jika direnungkan lebih dalam. Ini bukan sekadar kata-kata yang keluar tanpa pahit getir yang menggetarkan pikiran seorang yang merasakannya terlebih awal.

Semester akhir, perkualiahan sudah tidak ada kelas teori (bagi yang lulus nilai C ke atas ). Banyak dari mahasiswa yang sering terlena dengan waktu yang teramat nyaman untuk sekadar awalnya ingin rehat sebentar. Semester ini sebagai penentu, apakah kita layak disebut mahasiswa atau mahasia-sia.

Mahasia-sia yang membiarkan waktu selama kurang lebih empat tahu demi Kesia-siaan belaka karena tidak ada ilmu yang diambil dan membuangnya begitu saja. Sungguh nahas bukan? Saya harap kawan-kawan tidak menjadi bagian dari mahasia-sia.

Semester akhir adalah kesempatan terakhir untuk belajar lebih keras demi menebus kekhilafan selama perkuliahan yang telah tersia-siakan. Kelas pelatihan terakhir di perkuliahan untuk menguji kemampuan kita menghadapi dunia luar.

Skripsian

Ujung tanduk perkuliahan yang identik dengan perskipsian, sebab doa mahasia-sia yang belum dikabulkan untuk menghapuskannya dengan harapan lulus begitu saja dan tidak menginginkan perjuangan (beda cerita pengkonversian skripsi yaa).

Ngomong-ngomong soal perjuangan, apakah pengerjaan skripsi bisa disebut perjuangan? Ahh yang benar... bukannya dari awal banyak dari mahasiswa yang menganggapnya formalitas para wisudawan?

Sedari awal memilih menyepelekannya dan tidak menganggap berharga. Pada permulaan saja sudah pesimis. Pengerjaannya pragmatis, wajar tidak berbuah manis. Hanya berpikir skripsi tidak akan merubah dunia, lalu kamu masa bodoh dalam pengerjaannya.

Ada lagi perkataan bijak, yang kutemui bertebaran di media sosial, yang mengatakan "Jika kita tidak mencintai apa yang kita benci, maka jangan berharap mendapatkan apa yang kamu cintai." Jika pengerjaan skripsi ini adalah momen yang kita benci. Coba kita bedah, pemecah segala masalah adalah ilmu. Selama perkuliahan tidak mendapatkan, apa tidak termasuk Kesia-sia-an?

Masa pengerjaan skripsi adalah satu-satunya penebusan. Dosbing satu-satunya dosen yang berinteraksi secara intensif dengan mahasiswa akhir. Pemilihan dosbing, sama halnya dengan memilih siapa yang akan menjadi alarm pengingat per-skripsian, motivator terbesar di perkuliahan, tempat sambat saat penelitian ada hambatan, dan hiruk-pikuk ujung tanduk perkuliahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun