Jika mendengar kata pendidikan, pasti memiliki banyak pandangan bebas akan hal itu. Apalagi mengingat pendidikan di Indonesia memiliki permasalahan yang kompleks. Karena Anda harus tahu kalau Indonesia pernah menduduki peringkat terburuk dengan sistem pendidikannya di dunia, hal itu diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson pada 27 November 2012.Â
Tidak menjadikan keherenan lagi jika hal itu terjadi, karena memang pada fakta lapangannya menunjukkan masih banyak sekolah-sekolah formal di Indonesia belum melewati mutu standar pelayanan minimal. Menurut data sampai Maret 2011 masih terdapat lebih dari 40% sekolah yang standarnya masih dibawah pelayanan minimal.Â
Hal tersebut tentu amatlah menjadi ironi, apalagi pada saat ini sudah memasuki era global yang dimana seharusnya terselenggaranya pendidikan dengan baik dan bisa menghasilkan kualitas sdm yang unggul secara global.
Permasalahan pendidikan tidak hanya sampai jenjang sekolah sd -- sma saja. Melainkan juga dimiliki oleh perguruan tinggi, karena masih banyak jumlah universitas yang belum terakreditasi dengan baik. Selain itu masih ada pula kompetensi paar pengajar yang belum kompeten.
Hal itu berdampak pada kualitas yang dihasilkan, yaitu sdm lulusannya yang kemampuan kompetensinya hamper bisa disamakan dengan orang yang tidak mengenyam bangku kuliah. Tidak sampai disitu aja, karena kebobrokan hal tersebut nampaknya juga masih menjadi pusaran kejahatan di elit pemerintahan, apalagi jika kepentingan pendidikan dibawa dalam kepentingan penting politik seseorang.
Hal itu benar-benar dapat mencerminkan bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia sesungguhnya. Seperti yang terjadi adalah adanya perombakan kurikulum terus menerus setiap pergantian kabinet/pemerintahan sehingga hal tersebut juga berdampak pada pelajar yang hanya dijadikan percobaan saja oleh elit pemerintah.Â
Seharusnya bukan tentang pergantian sistem terus menerus tapi tentang bagaimana mengevaluasi sistem tersebut kemudian mengembangkannya lebih baik lagi agar terciptanya keseimbangan pendidikan.
Nampaknya yang terjadi juga bukan dari hanya kesalahan sistem pendidikan saja, namun juga bisa diliat dari kualitas sdm itu sendiri. Karena budaya contek massal di Indonesia sepertinya masih menjadi hal yang lumrah di negeri ini, hal tersebut juga tidak benar-benar bisa disalahkan kepada pelajar.
Hal itu disebabkan kurangnya kompetensi tenaga pendidik serta sistem pendidikan yang lebih mengacu kepada hasil bisa menjadi penyebab lahirnya budaya ini. Karena hasil yang lebih diutamakan, banyak siswa yang lebih memilih mencontek agar mendapatkan nilai yang baik. Sehingga banyak siswa yang memiliki nilai ujian cukup baik, tapi kenyataannya tidak sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.
Jika dibandingkan negara tetangga, Malaysia. Sepertinya Indonesia udah ketinggalan cukup jauh, disaat Indonesia sibuk dengan pengembangan sekolah-sekolah bertaraf internasional. Malaysia justru sedang fokus terus berbenah dengan pokok pokok utama pendidikan. Karena penyelenggaraan pendidikan bukan hanya sekedar tentang sarana & prasarana, namun juga tentang kualitas pembelajaran yang berkualitas.
Di Indonesia sendiri memiiliki topik pembahasan dalam kurikulum yang cukup banyak, sehingga hal itu membuat para pelajar tidak dapat fokus dengan apa yang seharusnya dipelajari. Pendidik lebih memilih terus melanjutkan pembelajaran disaat para siswa belum benar-benar seutuhnya memahami apa yang diajakarkan. Lagi-lagi hal tersebut akan menjadi ironi yang seakan-akan para siswa memiliki ijazah dengan kelulusan yang baik namun tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.