Keberadaan masayarakat adat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terluar memiliki peranan penting untuk pengelolaan kawasan perairan di Indonesia. Direrktur Jendral Pengelolaan Ruang Laut Brahmantya Satyamurti Poerwadi menjelasakan, pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan harus mengarah pada upaya mewujudkan kedaulatan, menjaga sumberdaya yang berkelanjutan, dan meningkatkan kesejahteraan masayarakat, termasuk masyarakat hukum adat didalamnya (mongabay.co.id/2017).
Menurutnya keberadaan masayarakat hukum adat selama ini sudah mendapat pengakuan yang sangat kuat melalui Undang-undang dasar 1945 Pasal 18 B Bab IV Perubahan ke-2 yang menjelaskan bahwa, "Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masayarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Â
Prinsip perlindungan masyarakat adat juga terdapt dalam visi dan misi Presiden Joko Widodo yang tertulis di Nawacita yakni, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan. Â Tak Hanya itu pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat juga tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah dan juga dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.52/2015 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat hukum adat.
Praktik pengelolaan berbasis masyarakat adat bisa dilihat pada kawasan pesisir Kabupaten situbondo yang merupakan daerah pesisir utara Pulau Jawa dengan garis pantai 131,575 Km yang hampir sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dalam bidang penangkapan ikan atau nelayan dan pengolahan hasil laut. Kabupaten situbondo mempunyai Pelabuhan Panarukan yang terkenal sebagi ujung timur dari Jalan raya Pos Anyer-Panarukan di Pulau Jawa yang dibangun oleh Deandels pada era kolonial Belanda. Letak Kabupaten Situbondo yang strategis, ditengah jalur transportasi darat Jawa-Bali kurang diimbangi dengan perkembangan perekonomian masyarakat disana karena prinsip masyarakat pesisir situbondo masih memegang tradisi kental sehingga kreativitas yang dimiliki masyarakatnya masih bersifat tradisional padahal posisi geografisnya sudah sangat mendukung karena berada di jalur pantura.
Kondisi geografis Kabupaten Situbondo memiliki potensi sumber daya alam yang menjanjikan untuk dilestarikan. Peraturan Bupati Situbondo Nomor 19 tahun 2012 Tentang Pencadangan Kawasan Terumbu Karang Pasir putih Sebagai Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten situbondo menyebutkan bahwa dalam pengelolaan Kawasan konservasi Peraiaran daerah di Kabupaten situbondo dapat dilakukan kemitraan dengan kelompok mayarakat dan/atau masyarakat adat, LSM (Lebaga swadaya Masyarakat), dunia usaha Industri, lembaga penelitian serta perguruan tinggi. Masyarakat adat adalah warga masyarakat asli Situbondo yang hidup dalam wilayah dan terkait serta tunduk kepada adat dan sistem tata nilai tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi diantara para anggotanya.
Wilayah pesisir Kabupaten situbondo yang panjang memiliki adat istiadat atau tradisi daerah. Adat istiadat atau tradisi masyarakat pesisir yang didominasi oleh nelayan ini salah satunya adalah kearifan local atau local wisdom. Kearifan Lokal sendiri memiliki makna nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Ada beberapa kearifan lokal Kabupaten Situbondo yang merupakan warisan leluhur dan masih tetap dilaksanakan hingga saat ini oleh masyarakat nelayan disana yakni, Petik Laut, Nyabis, Tellasan, dan Ojung.
Pertama, Kearifan Lokal Petik Laut dilaksanakan setiap tahun sekali melalui proses musyawarah warga setempat. Dengan berbagai rangkaian susunan acara dimulai dengan upacara selametan yang dipimpin oleh ketua adat kemudian dilanjutkan dengan melarung sesaji ke laut lepas. Semua sesajen ditaruh dalam replika kapal atau wadah tertentu. Kemudian diakhiri dengan pertunjukan kesenian lokal di malam harinya. Sumber dananya berasal murni dari masyarakat nelayan. Ritual ini diyakini dapat membawa keselamatan bagi nelayan, selain itu bertujuan sebagai tanda rasa syukur nelayan atas hasil laut dan sebagai acara kumpul serta doa bersama agar keberlanjutan perikanan dilaut tetap terjaga.
Yang kedua,kearifan lokal nyabis dilakukan oleh hampir semua masyarakat lokal sebagai proses agar mendapatkan barokah yaitu, dengan doa dari para kyai, karena anggapan luas masyarakat lokal dengan adanya barokah ini, semua kegiatan mulai dari penangkapan, perdagangan dan semua permasalahan bisa lebih mudah dan lancar. Pelaksanaannya dilakukan pada hari jumat karena pada hari itu kyai libur mengajar dipondok dan nelayan juga berhenti melaut.
Yang Ketiga adalah kearifan lokal Tellasan (hari raya) dilakukan pada hari ke 27 atau H-3 tiga hari raya aktivitas melaut sudah mulai dihentikan. Tiga hari H+3 setelah hari raya, aktifitas baru dilanjutkan kembali. Aktivitas ini berdampak pada lingkungan, waktu dan konsekuensi serta kontinyu. Bberdampak terhadap adanya pemberian waktu terhadap biota laut yang dieksploitasi dalam penangkapan untuk berkembang biak dan melakukan regenarasi, sehingga kualitas dan kuantitasnya bisa terjaga dengan baik dan berlanjut.
Yang keempat adalah kearifan lokal Ojung, berupa atraksi saling memukul dengan rotan yang dipotong pendek menyerupai pedang yang dilakukan oleh dua orang. Tradisi dipercaya dapat menghindarkan bencana dan terhindar dari carok. Selain itu bermanfaat bagi para nelayan untuk meningkatkan kerukunan diantara mereka.
Strategi pemberdayaan masayarakat pesisir situbondo dapat dilakukan dengan model pembangunan berkelanjutan dengan berbasis masyarakat lokal yang melihat kondisi budaya dan kondisi masyarakat setempat. Peran serta pemerintah dan bantuan tenaga ahli dalam memberikan penyuluhan juga sangat diperlukan. Nantinya diharapkan pada musim paceklik, meskipun hasil ikan sedikit, setidaknya menjamin ketersediaan ikan sebagai komoditas utama nelayan. Untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam di kawasan pesisir Kabupaten Situbondo diperlukan perencanaan yang lebih menyeluruh pada usahan peningkatan keterampilan dan pengetahuan terhadap teknik-teknik  budidaya melalui kegiatan pelatihan serta studi banding ke tempat yang sudah maju. Selain itu dukungan dana dan aspek pemasaran hasil usaha budidaya perikanan.