Ekonomi digital menjadi pasar baru dalam dunia ekonomi. Seiring dengan perkembangan era yang menuntut mobilisasi yang lebih fleksibel dan dinamis, warga dunia semakin membutuhkan pasar yang bisa mereka akses dari mana saja dan kapan saja.Â
Tentunya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yang lebih variatif, tidak hanya terpaku pada barang fisik, tapi juga meluas terhadap kebutuhan non fisik yang semakin kompleks dan merata bagi semua lapisan masyarakat.Â
Dengan adanya ekonomi digital, berbagai aktivitas yang berhubungan dengan ekonomi bisa dijalankan secara otomatis dengan cara yang lebih cepat dan efisien. Misalnya saja pembayaran yang bisa dilakukan secara online dari rumah, hadirnya toko online dan marketplace dan masih banyak lagi.
Jelas, jutaan transaksi yang tercipta tiap harinya menjadi lahan baru untuk mendongkrak perekonomian masyarakat, khusunya menengah ke bawah. Lantas, sejauh mana pemerintah Indonesia bisa melihat dan memanfaatkan peluang besar tersebut? Berbagai kebijakan sudah dibuat agar para pelaku usaha digital bisa bertumbuh dan berkembang dengan ekosistem ekonomi yang sehat.Â
Pemerintah memeiliki beberapa regulasi yang mengatur tentang transaksi digital seperti UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 yang membahas mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik.Â
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengatur hal-hal yang berkaitan dengan informasi, dokumen dan tanda tangan elektronik, penyelenggaraan sertifikasi elektronik dan sistem elektronik, transaksi elektronik serta nama domain, hak kekayaan intelektual, dan perlindungan data pribadi. Kemudian di tahun 2016, Pemerintah mengeluarkan UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU No.11 Tahun 2008.Â
Dalam UU ITE No.19 Tahun 2016 kewenangan pemerintah dalam mengawasi akivitas berbasis internet menjadi lebih luas. Namun hal-hal yang berkaitan dengan persaingan usaha diantara para pelaku usaha di sektor digital masih belum dimasukkan dalam regulasi tersebut.Â
Saat ini juga masih berlangsung pembahasan mengenai RUU Perlindungan Data Diri sebagai instrumen hukum yang sangat penting dalam aspek ekonomi digital. Hal ini juga menjadi salah satu titik lemah dari kegiatam digital economy karena rentan penyalahan data diri oleh pihak pengembang (developer) yang tidak bertanggung -- jawab.
Tentunya pemerintah tidak bisa serta merta menyatakan keberhasilan dalam mengelola dan mengembangkan ekonomi digital. Karena faktanya masih banyak pelaku e-commerce dan startup yang kesulitan karena terganjal ribetnya birokrasi. Kebijakan otoritas dan pemerintah perlu diarahkan untuk berberapa hal.Â
Pertama, menjaga tingkat persaingan bagi pelaku ekonomi digital. Kompetisi yang terjadi harus dapat dijaga agar berjalan dengan adil tanpa membatasi inovasi dan pada saat bersamaan menghindari gangguan dalam market.Â
Kedua, pengawasan digital yang harus jelas, adil, dan hukuman yang jera untuk pelanggar peraturan yang sudah dibuat. Karena inovasi baru ini sudah tentu juga menimbulkan celah baru bagi para penjahat digital melakukan kejahatan digital. Ketiga, ialah infrastruktur yang merata dan mendukung oengembangan ekonomi digital.Â
Pembangunan jaringan internet dan komunikasi yang merata dan baik di seluruh Indonesia sebenarnya menjadi modal awal untuk mengembangkan ekonomi digital, karena sangat amat bergantung dengan koneksi internet dan komunikasi.Â
Dengan demikian, kita tidak semakin tertinggal oleh negara kontestan lain dalam pengembangan ekonomi digital, yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H