Mohon tunggu...
Rizki Amalia Putri Hidayat
Rizki Amalia Putri Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Yogyakarta

Mahasiswa Sastra dan Bahasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pram, Mengenal Sastrawan Indonesia melalui Karyanya Percikan Revolusi Subuh

2 Oktober 2024   02:04 Diperbarui: 2 Oktober 2024   02:04 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar via https://www.kompas.com/

Pramoedya Ananta Toer atau yang lebih akrab disapa Pram adalah seorang sastrawan besar berkebangsaan Indonesia. Pram lahir di Blora, Jawa Barat pada Jumat, 06 Februari 1925. Pram merupakan putrsa sulung dari pasangan M Toer yang merupakan guru nasionalis kiri dan Maemunah Thamrin yang merupakan keturunan ningrat.

Riwayat Pendidikan

Pram pertama kali bersekolah di SD Blora. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya di Radio Volkschool Surabaya (1940-1941), Taman Dewasa/ Taman Siswa (1942-1943), Sekolah Stenografi (1944-1945), dan Sekolah Tinggi Islam Jakarta (1945).

Awal Menulis

Pram dapat menjadi sastrawan hebat dengan sejumlah karyanya mulanya terinspirasi oleh tokoh perempuan yakni ibu dan neneknya. Ketertarikan ini juga ia sebutkan sebagai tokoh "Nyai Ontosoroh" dalam novel "Tetralogi Buru". Demikian pula dengan tokoh gadis pantai yang merupakan prototipe dari neneknya. Selain itu, Pram juga terinspirasi oleh Kartini yang ia sebut sebagai perempuan mandiri.

Karya 

Perburuan (1950), Kranji Bekasi Jatuh (1947), Keluarga Gerilya, Percikan Revolusi (1950), Merdeka Yang Dilumpuhkan, Bukan Pasar Malam, Di Tepi Kali Bekasi, Dia Yang Menyerah (1951), Gulat Di Jakarta (1953), Middah Manis Bergigi Emas, Korupsi (1954), Calon Arang (1957), Hoakiau Di Indonesia (1959), Panggil Aku Kartini Saja (1962), Bumi Manusia (1980), Tempoe Doeloe (1982), Jejak Langkah, Sang Pemula (1985), Gadis Pantai, Rumah Kaca (1987), Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, Arus Balik Dan Arok Dedes.

Penghargaan

Sayembara Balai Pustaka (1949) dan Hadiah Sastra Yamin (1964)

Baca juga: Angka Rasa

Percikan Revolusi Subuh karya Pramoedya Ananta Toer merupakan perpaduan dua judul cerpen berbeda yang pertama kali terbit pada tahun 1951. Buku ini berisikan 12 judul cerpen yang ditulis dengan kreativitas yang ekspresif.

Karya Pram yang satu ini menarik karena dari kedua cerpen mengusut historis mengenai perang (revolusi) sebagai kebebalan manusia pada satu sisi dan menurut kacamata penulis yang dipadukan dengan unsur kemanusiaan sebagai nilai universal di sisi lain.

Salah satu cerpen dalam Percikan Revolusi + Subuh ini Pramoedya menggambarkan keadaan semasa revolusi yang memprihatinkan dimana perempuan bakul beras rela dijamah oleh kondektur guna mendapat potongan harga atau gratis menaiki kereta. 

Dalam cerpennya yang berjudul Gado-Gado menceritakan alur tanpa tokoh yang meyiratkan ketidakmenentuan di tengah kondisi revolusi yang sering membuat orang didera kecemasan dan ketakutan. Kemudian, cerpen yang berjudul Kemana yang mengisahkan protes terhadap perang yang dikutuknya sebagai kebenaran akan kebebalan manusia. 

Di dalam cerpen digambarkan derita perang tersebut yang mengakibatkan banyak orang harus kehilangan istri, anak, dan menderita cacat seumur hidup. Alur ini juga memunculkan pertanyaan penulis 'Lantas bagaimana dengan harapan manusia yang didera nasib seperti itu?'. Bahkan, cerpen ini menjelaskan secara gambling umpatan sarkastis yang berbunyi 'Hidup hanya untuk membayar pajak...'.

Secara keseluruhan kumpulan cerpen ini menyuarakan ketidakadilan bahkan kondisi yang memprihatinkan di tengah carut marut era revolusi. Kemerdekaan yang merupakan mimpi segenap tumpah darah Indonesia hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang saja. Ketidakadilan merajalela dan kemanusiaan mulai dikesampingkan. Semua historis ini dikemas dengan elok melalui sudut pandang Pram.

Sejarah penulisan buku ini dimulai sejak Pram menderita karena hampir separuh hidupnya di penjara. Ia selalu ikut dalam perjuangan revolusi namun mengalami banyak nasib pahit. Percikan Revolusi ditulis saat Pram di penjara Belanda, di Penjara Bukit Duri tahun 1949. 

Pada masa itu, terdapat aturan larangan menulis bagi tawanan. Namun, Pram nekat dan tetap menulis memakai arang yang diruncingkan. Ia menulis sambal berjongkok di atas kaleng margarin dengan alas sepotong papan kecil bermeja ambin beton tempat tidur. Tak hanya itu, saat malam hari pun Pram tetap menulis di bawah ambin beton sambal terkurap.

Kumpulan cerpen yang dikumpulksn dalam buku ini dikarang dalam tahanan tersebut, semenjak aksi militer 1 tanggal 21 Juli 1947 sampai pembebasan semua tawanan politik oleh Belanda tahun 1949. Kumpulan cerpen ini seolah wahana protes atas semua  penderitaan akibat perang. Penulis juga menggugat akan ketidakadilan, rasialisme, degradasi moral dan masih banyak lagi.

Peran Pram dalam dunia sastra Indonesia sangat besar sehingga karya-karyanya sangat dihargai oleh bangsa lain namun sempat dibenci di negeri sendiri. Meski demikian, hingga saat ini karya-karyanya telah dihargai dan dilestarikan oleh bangsa ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun