Tok tok tok
Beberapa detik ku melirik. Tanpa berisik ku buka jendela mobilku.
"Bu, silakan tisunya untuk mengelap keringat saat lampu merah menjerat,"wajah lusuh dan bayi kumel digendongan dengan senyum tulus melukis wajahnya.Â
Kuambil uang di dashbor untuk kuberikan pada ibu tersebut. Ibu itu berbicara untuk mengelap keringat sedang dirinya bercucuran keringat. Tak lain si bayi anak yang terpapar terik Surya tanpa pelindung badan. Hanya sehelai selendang pengais untuk menjaga si bayi agar tetap aman dalam pelukan.Â
Sering kali manusia ramah terhadap orang lain dan kejam terhadap diri sendiri. Layaknya ibu tersebut. Atas dasar apa beliau melakukan tersebut? Selain tanggungjawab, besarnya rasa welas kepada anaknya untuk tetap memberi nasi walau hanya sesuap.
Adiba telah di sampingku. Menunjukkan senyum manisnya padaku. Aku bersyukur melihat kepolosannya mampu menggusah penatku setelah berkutat seharian suntuk. Setidaknya dapat menjadi obat bius atas beban-bebanku.
Kuajak dia berbincang tentang cerita seharian. Bibirnya mantap bergerak seolah ada pelumas yang baru ia usap. Bulir matanya, senyum simpulnya, silau giginya mengisahkan bahwa ia begitu bahagia. Bukan. Bukan karena ia diberi kebahagiaan sepanjang hari. Tapi, karena aku membiasakannya untuk bersyukur atas apapun yang terjadi. Buktinya, hari ini aku menemukan luka di lututnya karena ia terperosok akibat dorongan temannya.Â
Masa ini membisikkan bahwa tidak semua kebutuhan dapat dibayar oleh uang. Terkhusus kebutuhan jiwa. Boleh saja jika itu kebutuhan jasmani. Semisal, kesehatan yang dapat diasuransikan, Investasi untuk biaya pendidikan atau mungkin kebutuhan sosial yang bisa dibantu dengan utang piutang yang bisa dilayani oleh para pekerja bank.Â
Namun, kehidupan tidak menuhankan uang. Berlaku bagi kepribadian. Karakter yang baik di dipondasikan pada kasih sayang, perhatian, simpati empati terhadap lawan.
Semua hadir karena rasa cinta.Â
Setiap yang mencintai pasti menyayangi, peduli, bahkan berempati. Sebab seseorang yang mencintai tak menyadari bahwa ia mencintai. Sebab, mereka terlalu kalut hingga seandainya pun diminta seisi semesta dia pun menurut. Tidak bagi sebaliknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H