Mohon tunggu...
Rizki Amalia Putri Hidayat
Rizki Amalia Putri Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Yogyakarta

Mahasiswa Sastra dan Bahasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Angka Rasa

1 Oktober 2024   22:00 Diperbarui: 1 Oktober 2024   23:33 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bisa panggil saya Mimi saja ya Bu," setengah dia memerintah.
Dia mengisahkan peminjaman uang tersebut untuk biaya anaknya kuliah jurusan kedokteran.
"Saya itu Bu nggak nuntut yang mahal-mahal. Inginnya saya yang penting ada kemantapan hati dan kemauan diri sudah lebih dari cukup. Tapi mau bagaimana lagi si anak keukeuh ingin masuk sekolah bergengsi ikut trend sukses katanya," kata beliau.
"O gitu Mi," jawabku sekenanya.

Memang, mengikuti keinginan anak perlu supaya jiwa sosial demokrasinya tak padam. Namun, bukan bermakna memenuhi setiap keinginan tanpa pertimbangan. Bukan berarti pula memberi dengan segenap kedermawanan. Hanya mengarahkan tanpa harus mengekang.

"Baik Mi, persyaratan sudah selesai tinggal menunggu tempo cair dalam satu pekan ini," terangku.
"Terima kasih banyak Bu," sahut bu Asih.

Antrean no 21 silakan menuju customer servis 3.

Nasabah berikutnya datang. Entah apa yang nantinya akan ia keluhkan. Namun,bersinggungan dengan mereka membuat hatiku terbuka. Mempersilakan jiwaku ikut merasa hal yang mereka bawa. 

"Bu saya ingin mencairkan biaya asuransi," ujar seorang bapak dengan air mukanya yang tampak menggebu.

"Maaf pak boleh saya tahu atas kepentingan apa bapak mencairkan asuransi ini?"
tanyaku.
"Oo itu. Saya melakukannya untuk meminjami tetangga saya guna membiayai resepsi pernikahan putri bungsunya," terang beliau.
"Saya hanya tidak tega melihat dia harus berhutang kepada orang lain karena dia membutuhkan uang banyak. Tentunya respon mereka negatif. Cukup dia dicaci karena berkekurangan. Jadi, saya berniat membantu dengan menghutanginya,"kukuh beliau.
"Em begitu,"simpatiku dengan sedikit senyum simpul. 

Berlapis problema mewarnai kehidupan. Menghadapkan kita akan segala keadaan. Bahwa hidup bukan tentang kehebatan melainkan tentang kasih sayang. Hidup juga bukan tentang siapa yang terdepan melainkan tentang kepedulian. 

Semua saling berkesinambungan karena terpaut dalam naungan cinta. Cinta terhadap keluarga,sesama bahkan lingkungan sekitar kita. Ah cinta. Akupun tak tahu tentangnya. 

Waktu terus bergulir. Menghabiskan sekian nasabah berikutnya. Detak jarum detik berbisik bahwa waktu terus mengejarnya. Menyisakan jarum menit yang tertatih di angka 3. Seolah kehabisan napas ia tak berputar beberapa waktu kemudian. 

Mengingatkan saatku harus kembali setelah seharian ku pulang pergi. Saat menuju perjalanan menjemput Adiba, lampu merah menghadang. Menghentikan kendaraan yang ku tumpangi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun