K3 pada Pembangkit Listrik Geo-Thermal
PLTP atau Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi adalah pembangkit energi yang memanfaatkan energi panas bumi untuk menghasilkan energi listrik. Secara prinsip, PLTP mirip dengan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yaitu dengan memanfaatkan panas sebagai pemutar turbin untuk untuk menghasilkan listrik. Perbedaan dari keduanya terletak pada sumber panasnya, PLTU memanfaatkan pembakaran batu bara sebagai sumber panasnya sementara PLTP mengandalkan panas bumi.
Di Indonesia PLTP merupakan salah satu sumber energi yang sangat potensial. Hal ini dikarenakan Indonesia terletak di Ring of Fire yang artinya Indonesia dikelilingi oleh sumber panas bumi yang sangat berpotensi untuk digunakan pada PLTP. Potensi yang besar ini tentunya tidak bisa disia-siakan. Pada semester I 2024, Indonesia memproduksi 2,6 GW listrik dari PTLP. Angka ini menunjukan kenaikan sekitar 85,71% dari jumlah produksi listrik PLTP tahun 2023 yang hanya berada di angka 1,4 GW saja.
Namun, di balik potensinya yang besar, terdapat tantangan terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Operasi PLTP melibatkan risiko yang cukup tinggi, baik bagi pekerja maupun lingkungan sekitar, sehingga penerapan standar K3 menjadi sangat penting. Beberapa aspek K3 yang perlu diperhatikan pada PLTP antara lain:
1.Paparan Gas Beracun
Proses eksplorasi dan eksploitasi panas bumi dapat melepaskan gas beracun seperti hidrogen sulfida (Hâ‚‚S) yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Menurut WHO, paparan terhadap hidrogen sulfida dapat mengakibatkan iritasi selaput bening sampai dengan kejang, tidak sadar, bahkan kematian.
2.Risiko Panas dan Tekanan Tinggi
Cairan panas bumi memiliki suhu dan tekanan tinggi, yang dapat menyebabkan luka bakar serius jika terjadi kebocoran atau kegagalan sistem.
3.Kesehatan Ergonomis
Pekerjaan di PLTP sering melibatkan aktivitas fisik berat, seperti pemeliharaan turbin dan pipa, yang dapat menyebabkan cedera otot atau tulang.