Mohon tunggu...
Rizki Ananda Mustafa
Rizki Ananda Mustafa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Samudera Jurusan Pendidikan Sejarah

Hidup untuk menulis karena tulisan simbol keabadian

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rizki Ananda Mustafa | Karya Cerpen: Si Kawan Lupa Lagi

29 November 2021   19:25 Diperbarui: 29 November 2021   19:47 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepulang sekolah, Lisa langsung mencari makhluk yang bernama Riza. Riza adalah sahabatnya sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan kalau kata mama mereka. Mereka berdua sudah dekat melebihi saudara. Walaupun beda jenis kelamin, Lisa tetap bersahabat baik dengan Riza. Mereka selalu berdua, kemana mana pasti berdua. Banyak yang mengira mereka berdua pacaran, namun Lisa membantahnya keras keras. Ia dan Riza hanya sebatas sahabat.

Kedua manik mata Lisa menemukan sosok Riza. Bergegaslah Lisa menarik tangan Riza agar cepat pulang. Dari SD sampai SMA, mama Lisa selalu mengandalkan Riza dalam menjaga Lisa di sekolah.
"Ayokk Riz.. cepetan pulang udah mau hujan nih!" Seru Lisa. Riza meringis tangannya ditarik tarik oleh Lisa, persis seperti dua anak kecil yang sedang bermain. Tak peduli usia sudah remaja SMA, Lisa selalu bersikap kekanak kanakan.
"Sabar Lis, Sabar" ucap Riza tetap tenang.

Mereka menuju parkir sekolah, mencari sepeda motor Riza. Sesampainya mereka, Riza panik. Kunci motornya tidak ada.
"Kamu naro nya dimana sih? Jangan bilang kuncinya hilang" sungut Lisa. Riza mencari di saku seragamnya. Tidak ada.
"Coba Lis, kamu cari di tasku" ucap Riza menyodorkan tas ransel yang masih ia gendong. Lisa yang masih bersungut sungut pun mulai mengeduk isi tas Riza.
"Kamu niat sekolah ngga sih?, bawa tas kok ngga ada isinya" ucap Lisa sambil terus mengeduk isi tas Riza. Lisa menemukan kunci motornya dan selembar kertas. Hanya itu isi tas Riza.

"Nih kuncinya, apaan nih?" Ucap Lisa melihat kertas itu.
"Baca aja Lis" ucap Riza lalu menyalakan motornya.
Lisa membacanya, matanya membelalak seakan bola matanya mau menggelinding.
"Apaan nih?" Tanya Lisa menatap tajam Riza.
"Aku ngga minta kamu jawab sekarang Lis, aku tunggu jawabannya besok sepulang sekolah." Ucap Riza tersenyum simpul, Lisa terpaku.
"Yuk pulang, mau hujan nih" ucap Riza membuyarkan lamunan Lisa. Lisa pun bergegas.

Malamnya, Lisa menatap langit langit kamarnya. Rebahan diatas kasurnya yang nyaman. Hari ini Riza sukses membuatnya diam seperti orang linglung. Isi dari kertas itu membuat Lisa dilanda kebimbangan.
'Aku mencintaimu Lis..' hanya tiga kata namun mampu membuat Lisa diam seharian. Bahkan saat makan malam saja biasanya Lisa yang paling cerewet, hari ini dia jadi pendiam. Orangtuanya bingung.
Lisa tak menyangka Riza, sahabat kecilnya mempunyai perasaan lebih dari sekedar sahabat padanya. Lisa bimbang, ia bingung harus mengatakan apa dan bersikap bagaimana besok ketika bertemu Riza.

Siang ini langit mendung, sebentar lagi pasti turun hujan. Lisa mendengus dalam hati, ia harus mengatakan apa pada Riza?. Pagi tadi saja ia merasa perhatian Riza yang selalu dilakukan selama ini memang melebihi dari sekedar sahabat, ia baru menyadarinya.

"Lis!" Sapa Riza dari jarak lima langkah, Lisa menoleh menatap sahabatnya itu. Hatinya berdebar.
"Pulang Yuk, bentar lagi hujan" ucap Riza tetsenyum cerah, beda 180 derajat dengan Lisa.
"Yu.. yuk.." ucap Lisa patah patah.

Dalam perjalanan mereka hanya diam, sesekali Riza menanyakan sesuatu tapi sama sekali tidak menyinggung soal pernyataan cintanya kemarin. Suasana canggung terjadi. Tiba tiba rintik hujan turun.
"Kita neduh dulu ya Lis" ucap Riza.
"Iya" ucap Lisa pasrah. Riza menghentikan motornya di halte bus yang kosong. Mereka berteduh disana. Duduk memberi jarak.

Hujan semakin deras, percuma pakai jas hujan yang mereka bawa. Mereka akan tetap basah. Hening, hanya suara hujan yang terdengar.
"Lis.." ucap Riza memperdekat jarak mereka. Lisa menoleh.
"Kenapa sikap kamu beda?" Tanya Riza. Lisa memperbaiki rambut didahinya.
"Enggak kok, mungkin perasaan kamu aja" jawab Lisa sekenanya. Riza menatap sahabatnya itu.
"Karena isi kertas kemaren?" Tanya Riza, Lisa balas menatap sahabatnya.

"Aku tau ini nggak logis Lis, cinta sama sahabat sendiri itu hukumnya haram kata orang. Tapi jujur Lis, selama ini aku mati matian nahan perasaanku. Dan sekarang aku ngga mau liat kamu sama yang lain. Aku pengen kamu jadi milikku seutuhnya." Ucap Riza membuat Lisa terpaku. Lisa melihat kesungguhan di mata Riza. Disisi lain Riza adalah sahabatnya sendiri, ia sudah anggap Riza kakaknya sendiri meski umur mereka hanya terpaut 2 minggu saja.

"Lis.." Riza kembali membuyarkan lamunan Lisa.
"Aku butuh waktu buat yakin kalo rasa ini adalah cinta" ucap Lisa.
"Aku bakalan menunggu sampai kapanpun itu. Ingat janjiku Lis, aku bakalan ada disamping kamu sampai kapanpun." Ucap Riza lalu tersenyum, Lisa ikut tersenyum.
"Hujan akan menjadi saksinya" lanjut Riza lalu mengacak acak rambut di dahi Lisa, kebiasaannya selama ini. Lisa balas mengacak acak rambut Riza yang sedikit basah. Mereka tertawa bersama seperti selama ini mereka lakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun