Mohon tunggu...
Rizki Aulia Rahman
Rizki Aulia Rahman Mohon Tunggu... Lainnya - Ingin menjadi penulis

enjoy your life

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Serapan Anggaran Penanganan Covid-19 di Daerah Masih Rendah, Pemerintah Perlu Terapkan Pola Kerja Berbasis "Sense of Crisis"

28 Juli 2021   00:01 Diperbarui: 28 Juli 2021   00:06 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyerapan anggaran untuk penanganan Covid-19 di berbagai daerah masih minim. Padahal, kasus lonjakan Corona masih tinggi, begitupun dengan jumlah kasus kematian. Banyak pihak beranggapan bahwa minimnya penyerapan anggaran ini menjadi kendala dalam penanganan pandemi.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo telah memberikan instruksi untuk mempercepat realisasi anggaran penanganan Covid-19, termasuk percepatan bantuan sosial dan belanja daerah.

Dari data yang diterima, total anggaran daerah untuk membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mencapai Rp13,3 triliun, namun realisasinya baru Rp2,3 triliun. Adapun anggaran perlindungan sosial sebesar Rp12,1 triliun baru terealisasi sebesar Rp2,3 triliun.

Total dana desa sejumlah Rp72 triliun dan sebanyak Rp28 triliun seharusnya digunakan untuk bantuan langsung tunai (BLT) desa. Pada kenyataannya, dana ini baru digunakan Rp5,6 triliun, yakni belum mencapai seperempat dari total anggaran.

Menurut analisis ekonomi yang dipaparkan oleh Rektor Unika Atma Jaya, A Prasetyantoko, ibarat peperangan, anggaran pemerintah adalah mesiu yang telah berada di genggaman tapi belum dimanfaatkan secara optimal. Sementara itu, lanjut dia, pandemi Covid-19 yang diibaratkan musuh terus merangsek dengan ganas.

"Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat yang diperpanjang telah memperdalam kemandekan perekonomian sehingga diperlukan tambahan belanja sosial," kata dia, seperti ditulisnya pada Harian Kompas, Selasa (27/7/2021).

Pemerintah memang telah menaikkan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebanyak Rp54 triliun. Namun, lanjut Prasetyantoko, kebijakan ini diambil di tengah realisasi anggaran yang belum optimal. Tercatat hingga 12 Juli 2021 anggaran PEN baru diserap 37%, yang sebagian besar dananya berada di tangan pemerintah daerah.

"Untuk itu, peningkatan kapasitas penggunaan anggaran di daerah melalui intervensi pusat perlu dilakukan, agar peperangan melawan pandemi bisa lebih efektif," kata Prasetyantoko.

Sementara itu, kesigapan pemerintah dalam menangani pandemi terutama terkait realisasi anggaran harus menerapkan kepekaan dan sense of urgency. Hal ini diungkapkan oleh Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE).

"Kalangan pemerintah daerah memang perlu didorong lebih kuat terkait sense of crisis dan sense of urgency, terutama peningkatan kasus Covid-19," ucap Faisal.

Menurut dia, di tengah kondisi darurat pandemi ini pemerintah tidak bisa menerapkan cara kerja business as usual atau berjalan seperti biasa yang menyebabkan kurangnya respon terhadap kondisi terkini.

Berdasarkan catatan Menteri Keuangan Sri Mulyani, secara umum penyerapan belanja program pemulihan ekonomi daerah yang meliputi perlindungan sosial dan dukungan ekonomi daerah memang masih rendah.

Sebanyak 324 daerah realisasinya baru 6,2% dari anggaran, sedangkan 128 daerah memiliki realisasi 22,5%. Sementara 66 daerah pencapaian realisasi 35,5% dan baru 24 daerah yang realisasi anggarannya menembus 61,1%.

Angka serapan anggaran penanganan Covid-19 daerah yang rendah di tengah lonjakan kasus yang belum berhenti sampai saat ini juga menjadi sorotan Ketua DPR RI Puan Maharani. Dia pun mendesak pemerintah untuk memaksimalkan penyerapan anggaran.

"Di situasi darurat seperti sekarang, pemerintah pusat harus mendorong daerah untuk memaksimalkan penyerapan anggaran penanganan Covid-19," ucap Puan dalam keterangan persnya.

Puan menekankan bahwa realokasi dan refocusing anggaran harus dilakukan segera dan dengan ketat untuk menggambarkan situasi kedaruratan yang kini terjadi terkait pandemi Covid-19 di Indonesia.

Tak hanya itu, mantan Menko PMK tersebut juga mengatakan baru-baru ini bahwa belanja anggaran penangan Covid-19 juga harus turut dipergunakan untuk perlindungan anak-anak Indonesia yang terdampak pandemi.

"Anak-anak adalah salah satu kelompok yang paling rentan dalam pandemi ini. Mulai dari mereka yang terinfeksi langsung, ditinggal wafat orangtua, sampai mereka yang belajarnya terganggu karena pandemi," ujar Politikus PDI Perjuangan ini.

Menurut dia anggaran negara untuk penanganan Covid-19 memang penting untuk digunakan penanggulangan masalah kesehatan dan ekonomi rakyat terdampak pandemi. Namun, lanjutnya, belanja untuk perlindungan anak juga hal yang tak kalah penting.

"Berbicara anak-anak Indonesia hari ini adalah bicara nasib bangsa ke depan. Kalau anak-anak Indonesia hari ini banyak yang putus sekolah dan depresi karena pandemi dan menjadi yatim piatu, bangsa ini yang akan menerima dampaknya dua puluh atau tiga puluh tahun ke depan. Jangan sampai ada lost generation karena pendidikan anak-anak Indonesia hari ini terganggu akibat pandemi," ujar Puan.

Di sisi lain, Koordinator Regional Jawa Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Juliyatmono mengatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri sudah memerintahkan agar APBD digunakan untuk penanganan pandemi Covid-19. Juliyatmono yang juga menjabat sebagai Bupati Karanganyar, Jawa Tengah, ini pun mengaku akan mengikuti aturan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun