Mohon tunggu...
Rizki Muhammad Iqbal
Rizki Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Suka makan ikan tongkol

Hari ini adalah besok pada hari kemarin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pergolakan Konsepsional Masa Depan Kita Sendiri

27 Juni 2019   00:53 Diperbarui: 27 Juni 2019   01:07 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Instagram @iqbalrm__

Setiap orang pasti selalu mendamba masa depan. Mereka yang tidak peduli terhadap masa lalu pasti tidak akan bisa memaksimalkan potensi untuk hidup pada hari ini. Sejatinya apa yang membentuk kita saat ini adalah peristiwa yang sudah terjadi di masa lalu. Dan hari ini pun tentu akan membentuk kita di masa yang akan datang.

"Belajarlah dari masa lalu untuk hidup di masa depan" kata Einstein. Masa lalu memang peristiwa yang sudah terjadi. Garis waktu itu sudah tidak bisa diulang dan diubah jalannya. Kita hanya perlu belajar dan memahami sebab dan akibatnya. Segala permasalahan yang mendasar menuntut kita berpikir jalan apa yang akan kita ambil sebagai opsi pilihan untuk perjalanan hidup ke depannya.

Mahatma Gandhi, seorang tokoh revolusioner India pernah berkata, "Masa depanmu tergantung pada apa yang kamu lakukan hari ini". Jadi masa depan kita akan terbentuk dengan apa yang terjadi hari ini, tentunya juga karena kita telah berusaha mempelajari kehidupan kita di masa lampau.

Namun seringkali kita dihadapkan pada permasalahan yang lebih kompleks. Di titik kita berdiri, di sekeliling kita sering terjadi segala permasalahan yang meliputi semua aspek kehidupan. Bisa karena faktor lingkungan, sosial budaya, keluarga, dan lain-lain. Kita juga sering bertindak ragu-ragu ketika ada pendapat seseorang yang di rasa benar untuk diri sendiri. Padahal pendapat seseorang tidak bisa mengukur sejauh mana diri kita sanggup berkembang. 

Perasaan dan pergolakan pemikiran kita akan goyah ketika pendapat itu masuk dan mempengaruhi konsep yang sudah kita ciptakan. Malahan, mimpi yang selama ini sudah kita rancang dan upayakan akan lenyap terhapus keraguan hanya karena pendapat orang. Hal ini menyebabkan hasrat kita terus terpenjara dalam ruang pergolakan.

Pendapat orang tidak bisa menjadi acuan terhadap diri kita sendiri. Terkadang orang hanya akan menilai dari sudut kacamata sinisnya, atau melihat dari satu sudut pandang saja tanpa melakukan interpretasi dan mencari tahu diri kita yang sebenarnya. 

Mereka lebih senang mengomentari tanpa mencari tahu terlebih dahulu tentang apa yang sudah terjadi. Rata rata, mereka yang berlaku seperti itu adalah orang-orang dengan pikiran yang sempit dan daya berpikir yang dangkal. Pramoedya Ananta Toer berkata, "Seseorang harus adil sejak dalam pikiran, bahkan dalam perbuatan".

Dari kutipan tersebut kita akan lebih terbuka terhadap cara-cara untuk memandang orang lain, karena sejatinya hidup adalah cara kita dalam memandang orang lain. Jika kita selalu terjebak pada pendapat orang, ketika orang lain tersebut mengubah fokus mereka bukan kepada kita lagi, maka akibatnya kita akan kehilangan diri sendiri dan terjadi krisis identitas yang menghancurkan. 

Tentunya hal ini dapat menyebabkan kita seolah-olah hidup dalam penderitaan. Apalagi ketika kita melihat dari luar bahwa hidup orang lain itu lebih menyenangkan. Tidak! Itu hanya persepsi sementara ketika kita melihat seseorang dari satu sudut pandang saja.

Pendapat orang memang harus disaring sebelum kita memutuskan sebuah kesimpulan. Pendapat orang jangan diremehkan, juga jangan ditelan mentah-mentah. Semuanya ada dalam diri kita sendiri. Energi dalam diri sendiri yang akan membawa kita menuju kehidupan baru yang lebih baik. 

Seseorang punya hak untuk berkembang, begitupun dengan kita. Kita perlu membebaskan diri, terutama dalam kebebasan berpikir. Kebebasan berpikir akan membuat kita lebih leluasa dalam mengambil langkah yang tepat guna memperbaiki diri sendiri.

"Jika kamu tahu kenapa, kamu bisa hidup bagaimana" kata seorang filsuf, tokoh eksistensialisme modern terkemuka, pemikir ulung yang sering dianggap gila, yakni Friedrich Nietzsche. Saya mengambil kesimpulan bahwa ketika kita mengetahui sebab-sebab dan rencana dengan konsep yang sedemikian rupa, kemungkinan kita bisa tahu tujuan dan arah ke mana kita akan melangkah ke depannya. 

Pendapat seseorang hendaknya diambil melalui sisi-sisi yang lain, sama halnya ketika kita membaca buku yang mana merupakan kegiatan untuk membaca isi pikiran dan pendapat orang-orang. Rangkailah pendapat itu untuk memutuskan pendapat sendiri. Bangunlah relasi dan bentuklah persepsi tentang arah dan tujuan yang dikonsepsikan.

 Hidup adalah opsi, dan setiap opsi memiliki ceritanya sendiri-sendiri. Kita hanya dapat memilih satu opsi atau satu kehidupan kita untuk hidup di masa depan. Janganlah kita dibunuh oleh perasaan ragu, dipasung oleh pendapat orang tanpa berdaya untuk mempelajarinya. Bangunlah duniamu sendiri sesuai isi hati, walaupun terkadang hidup tak semudah membalikkan telapak tangan. 

Kita memang belum pernah menjadi manusia, atau mungkin tidak akan pernah(?)sebelum kita bisa terbang bebas ke manapun yang diinginkan. Kita memang belum apa-apa, tapi kita akan menjadi apa-apa. Hal terpenting adalah bagaimana cara kita untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain. 

Perjalanan masih panjang, kehidupan terus berlanjut, sejarah baru akan lahir dan menjadi bahan perbincangan anak cucu kita nanti. Gerakkan hati dan merdekakan diri kita sendiri. Masa depan sudah ada di tangan kita. Kita hanya perlu merangkainya menjadi sebuah cerita di masa depan.

Hidup memang sekali. Kita perlu belajar dari mana saja. Setiap orang perlu didengarkan, namun tidak semua perkataan ditelan mentah-mentah. Desakan hidup yang hanya sekali ini akan mendorong kita untuk memaksimalkan potensi kita untuk kehidupan. 

Habiskan saja waktu kita untuk sesuatu hal yang tidak bisa dibeli. Ada pesan dari Buya Hamka yang bertuliskan, "Jika hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Jika kerja sekedar kerja, kera juga bekerja".

Masa depan ada di pihak kita. Kita perlu merangkul kehidupan untuk masa peristirahatan di masa yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun