Mohon tunggu...
Rizki Rana Kusumah
Rizki Rana Kusumah Mohon Tunggu... Lainnya - -

cogito ergo sum.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menjaga Kesehatan Mental Mahasiswa Baru dengan Berfilsafat

5 September 2020   13:02 Diperbarui: 5 September 2020   13:36 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pertama kali mendengar kata filsafat biasanya orang akan berpikir bahwa hal itu rumit atau bahkan murtad, tapi memang hal tersebut tak bisa disalahkan. Ketika pertama kali kita belajar filsafat, kita langsung dibawa ke pemahaman yang baru dan mungkin jarang dibahas dalam pelajaran apapun, misalnya tentang pemikiran. Kenapa orang dapat berpikir? Kenapa orang dapat berpikir seperti itu? Apalagi jika sudah bertanya perihal keberadaan sesuatu, misalnya manusia, benda, sampai Tuhan. Semuanya dipertanyakan, bahkan sampai hal yang menurut orang-orang tidak penting sama sekali.

Filsafat yang dimaksud pada pembahasan kali ini adalah filsafat Stoisisme. Yakni, salah satu cabang filsafat Yunani-Romawi Kuno (sekitar 300 tahun SM). Filsafat Stoisisme sendiri mulanya dikembangkan oleh Zeno, seorang filsuf yang awalnya merupakan seorang saudagar kaya raya di Siprus. 

Filsafat Stoa mengajarkan bagaimana untuk 'hidup selalu selaras dengan alam'. Kita tidak perlu mengkhawatirkan segala sesuatu yang terjadi apalagi yang belum terjadi pada diri kita. Kita harus menanggapi peristiwa-peristiwa yang menimpa kita dengan cara menggunakan nalar bukan emosi. Contohnya adalah saat kita terkena macet, terkena kotoran burung, dan lain-lain.

Dengan menggunakan nalar, semua pertistiwa tadi bersifat fakta. Semua fakta bersifat netral. Fakta tersebut tidak ingin menyakiti kita. Ia datang tidak melihat apakah kita sedang dalam keadaan baik-baik saja atau kita sudah dalam keadaan bermasalah. Melawan atau mengingkari peristiwa yang terjadi sama halnya dengan melawan alam.

Yang kedua, filsafat ini mengajarkan kita untuk membagi segala hal yang terjadi menjadi dua kendali atau 'dikotomi kendali'. Bagian pertama, segala sesuatu yang ada dalam kendali kita. Satu bagian lagi, segala sesuatu yang ada di luar kendali kita. Yang ada di dalam kendali kita adalah pertimbangan, opini, dan segala sesuatu yang merupakan pikiran serta tindakan kita. Sementara yang ada di luar kendali kita adalah cuaca, kondisi lahir, dan lain-lain.

Mencemaskan sesuatu yang bukan kendali kita merupakan hal yang sia-sia. Ketidaksadaran masyarakat perihal dikotomi kendali inilah yang membuat gangguan psikosomatis, penyakit fisik yang diakibatkan oleh pikiran menjadi hal yang jamak ditemui. Jadi, jangan mencemaskan apapun selain pikiran kita, yaitu kendali kita.

Yang ketiga, filsafat ini juga mengajarkan kita untuk mengendalikan interpretasi terhadap peristiwa atau melawan interpretasi otomatis yang datang dari hati kita ketika mengalami suatu peristiwa. Maksudnya, terhadap semua peristiwa yang terjadi kita harus cepat-cepat membuang emosi negatif yang timbul secara otomatis. Kita harus melihat kembali peristiwa sebagai sebuah fakta, dan emosi negatif tadi bukan fakta. Itu feedback kita sendiri. 

Feedback tersebut bersifat otomatis. Itulah kenapa ada dua orang mengalami musibah yang sama namun berbeda-beda dalam menanggapinya. Ada orang yang memang sudah terlatih untuk melihat sesuatu tanpa emosi negatif, ada yang belum. Yang belumlah yang menjadi sasaran filsafat ini.

Seperti yang dikutip dari buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring, langkah-langkah untuk mengatasinya dijelaskan dengan konsep S-T-A-R (Stop-Think-Asess-Respond). Stop nilai emosi negatif yang timbul. Pikirkan dan nilai emosi tersebut apakah rasional atau tidak. Lalu respon dengan bijak, adil, jangan sampai terbawa emosi, dan berani berbuat yang benar.

Menjaga kesehatan mental memanglah penting layaknya menjaga kesehatan fisik. Jika masih bisa mencegah untuk apa menunggu mengobati?

Thank yourself for saving you!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun