Mohon tunggu...
Rizki Harsya
Rizki Harsya Mohon Tunggu... -

breacking news!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Vespa, Riwayatnya Dahulu dan Sekarang

14 Desember 2010   13:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:44 2982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejarah Vespa di Indonesia
Demam Vespa di tanah air sangat dipengaruhi oleh Vespa Congo. Vespa diberikan sebagai Penghargaan oleh Pemerintah Indonesia terhadap Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia yang bertugas di Congo saat itu. Setelah banyak Vespa Congo berkeliaran di jalanan, mulailah Vespa menjadi salah satu pilihan kendaraan roda dua di Indonesia.

Importir lokal turut mendukung perkembangan Vespa di tanah air. Sampai saat ini sudah puluhan varian Vespa yang mampir di Indonesia. Dari yang paling tua hingga yang paling baru ada di Indonesia. Sampai saat ini Indonesia mungkin masih bisa disebut sebagai surganya Vespa. Namun, maraknya ekspor Vespa ke luar negeri sedikit banyak mengurangi populasi Vespa di Indonesia.

Soekarno (49), pemilik bengkel SOOC (Scooter Ordinary Owner Club) di kawasan Jati Bening, Bekasi, "Jaman sekarang Vespa disukai dari anak muda sampai orang tua. Kalau dulu vespa diidentikan dengan motor 'pak guru', sekarang Vespa banyak dipakai oleh kalangan anak muda. Dari yang tetap menjaga keorisinalannya sampai ada yang ekstrem memodifikasi vespanya sedemikian rupa." Bengkel yang sudah berdiri sekitar 7 tahun itu melayani dari mulai perbaikan mesin, pengecatan, dan lain-lain. Sebelumnya Pak Karno, begitu panggilan akrabnya, pernah bekerja di Bengkel Resmi Subur Jaya di daerah Kemayoran, Jakarta Utara pada tahun 1977.

Onderdil Vespa juga terhitung masih banyak dan murah. Saat ini di kawasan Jalan Otista Raya, Jakarta Timur atau di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat banyak ditemui toko-toko yang menjual onderdil dan asesoris Vespa. Di daerah ini barang-barang yang dijual juga lengkap. "Semuanya kita ada di toko ini, dari onderdil mesin, asesoris seperti spion, jok, knalpot, rak, dan lain-lain. Harganya juga bervariasi," ujar Ayeng salah satu pemilik toko di Jalan Otista Raya ini. "Kalau produk lokal harganya lebih murah. Untuk asesoris seperti bemper, rak, dan lain-lainnya, Bandung sudah bisa memproduksinya. Kalau impor harganya memang mahal, karena kita ngikutin kurs Rupiah saat ini juga. Biasanya kita meng-impor dari negara asalnya Itali dan negara-negara Eropa lainnya. Ada juga yang buatan Asia seperti Taiwan yang harganya agak lebih murah," tambah Andre, pemilik toko lainnya di Jalan Otista Raya.

Club-club Vespa makin menjamur di Indonesia, khususnya di Jakarta sendiri. Hampir disetiap daerah memiliki club Vespa. Solidaritas antar pengguna Vespa juga amat kental terlihat. Hampir setiap akhir pekan di daerah Taman Mini, Jakarta Timur, atau tepatnya di Jalan Garuda sering dijadikan club-club Vespa ini berkumpul. Setiap malam Sabtu dan malam Minggu kawasan ini tidak pernah sepi dari komunitas ini. Ada yang sekedar nongkrong, ada juga yang asyik menyeting Vespanya untuk sekedar beradu kecepatan.

Pratama Wijaya Putra (20), atau yang akrab dipanggil Putra, "Saya sekedar kumpul-kumpul aja disini sama teman-teman. Kalau lagi iseng, biasanya kita juga sering mengadakan taruhan untuk mengetes Vespa mana yang paling kencang. Taruhannya antara Rp 100.000 sampai Rp 200.000," ujar pengguna Vespa PX keluaran tahun 1983 ini. Selain di Jalan Garuda, komunitas Vespa juga sering ditemui di kawasan Taman Menteng, Institut Kesenian Jakarta, Jakarta Pusat. Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan dan masih banyak tempat-tempat lainnya di Jakarta.

Ciri khas dari setiap club Vespa di Jakarta juga sangat unik. Dari yang memelihara keaslian bentuk Vespa itu sendiri, sampai ada juga yang memodifikasi Vespanya sedemikian rupa. Rangga (27), pengguna Vespa PS Strada tahun 1984, "Saya lebih suka membuat Vespa yang saya gunakan se-orisinil mungkin, baik dari bentuknya sampai asesoris yang digunakannya." Ia juga menambahkan alasannya kenapa ia memilih Vespa untuk kendaraan hariannya, "Kalau hujan dan kondisi jalan becek kita tidak perlu takut untuk kecipratan air atau kena becek, karena Vespa ada dek lantai dan tameng depannya. Selain itu Vespa juga ada boks-nya, jadi kita bisa menaruh barang atau perkakas di dalamnya." Beda halnya dengan Wisnu (28), yang cukup ekstrim memodifikasi Vespanya. Dari stang Vespanya yang dibuat tinggi, body Vespa pun di buat jadi lebih panjang. Begitu juga dengan Dicky Susanto (31), yang menambahkan sespan (gandengan samping Vespa) pada skuternya.

Sejarah Vespa dimulai lebih dari seabad silam, tepatnya 1884. Perusahaan Piaggio didirikan di Genoa, Italia pada tahun 1884 oleh Rinaldo Piaggio. Piaggio kemudian dilanjutkan kepada anaknya yaitu Enrico Piaggio. Pada 1945 ditemukan sebuah konsep sepeda motor berkerangka besi dengan lekuk membulat bagai terowong. Yang mengejutkan, ternyata bagian staternya dirancang dengan menggunakan komponen bom dan rodanya diambil dari roda pesawat tempur.

Pertama kali munculah produk motor dengan seri MP5. Kendaraan ini berteknologi sederhana tetapi punya bentuk yang amat menarik bagai binatang penyengat lebah atau tawon karena bentuk kerangkanya. Diikuti dengan prototipnya MP6 pada April 1946, prototip MP6 ini mulai diproduksi masal di pabrik Piaggio di Pontedera, Italia pada akhir 1949. Selama tahun 1960-an dan 1970-an Vespa menjadi simbol dari revolusi gagasan pada waktu itu.

Produk ini ternyata laris diserap pasar Prancis, Inggris, Belgia, Spanyol, Brazil, dan India. India pun memproduksi jenis dan bentuk yang sama dengan mengambil mesin Bajaj. Jenisnya adalah Bajaj Deluxe dan Bajaj Super. Sejumlah pihak lantas mengajukan lamaran untuk kerjasama membuat Vespa. Maka pada 1950 munculah Vespa 125 cc buatan Jerman. Pada saat itu banyak negara lain yang mencoba membuat produk serupa, tetapi ternyata mereka tak sedikit pun mampu menyaingi Piaggio. Di antara pesaing itu adalah Lambretta, Heinkel, Zundapp, dan NSU. Bagi masyarakat Indonesia, produk Lambretta dan Zundapp, sempat populer di era 1960-an.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun