Mohon tunggu...
rizki abdillah
rizki abdillah Mohon Tunggu... -

saya hanya manusia biasa yang masih membutuhkan ilmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bagian Indah Hidupku Part 2

19 Juli 2014   20:56 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:52 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dillah pun mengantar Shela pulang hingga sampai rumahnya. Ketika perjalanan, mereka saling diam tanpa ada teguran dari diri masing. Langsung saja, setelah mengantar Shela pulang, dia pergi menuju tempat latihan band yang tadi telah diberitahu Jerry.

Dengan cepat motor Dillah meninggalkan rumah Shela dan menuju music square. “Sorry ya gue terlambat,” kata Dillah, “Darimana aja sih lo, jam segini baru datang, ya udah ayo kita langsung mulai aja, lagu pertama perfectnya simple plan, hafalkan lo Dil,” kata Jerry, “Pastinya,” jawab Dillah. Ia pun langsung bernyanyi..

I’m sorry...

I can’t be... perfect

Ketika itu gak terasa air mata jatuh dari mata sang vokalis, Dillah. Mereka begitu menikmati latihan ini. Setelah selesai latihan, mereka ada yang pulang langsung, ada juga yang masih nongkrong. Saat itu Dillah dan Jerry belum pulang, ”Lo kenapa Dil? Gak kayak biasanya lo  gini,” tanya Jerry penasaran. Langsung Dillah mengamati foto-fotonya bersama Shela.

“Gue suka sama dia Jer, tapi dia belum jawab pertanyaan gue,” kata Dillah dengan ekspresi yang sedih seraya menunjukkan fotonya bersama Shela. Jerry pun memandanginya, “Kalian kan dekat, masak Shela gak ngerasa apa-apa gitu? Kalian kelihatannya serasi lho, lo ganteng, malah lo jadi idaman cewek di sekolah, dan Shela cantik, jadi idaman cowok di sekolah,” kata Jerry.

“Lo harus nunjukin sesuatu yang indah ke dia,” lanjut Jerry. “Langsung pulang aja yuk,” ajak Dillah, “Walaupun lo gak punya dia, tapi lo masih punya kita kok,” jelas Jerry yang membuat Dillah kembali tersenyum, dan mereka saling berpelukan, “Thank’s ya Jer, lo dan teman-teman kita semua adalah yang terbaik sepanjang hidup gue,” kata Dillah, “Inilah tugas seorang sahabat yang selalu menemani sahabatnya yang lagi sedih dan susah, dan senang,” ucap Jerry. Setelah itu mereka berdua langsung kembali ke rumah mereka masing-masing.

Dillah pun termenung mengamati apa yang telah terjadi hari ini, seperti yang dilakukannya setiap malam sebelumnya. Apa yang harus kulakukan? Apa sesuatu yang pas buat Shela? Pikir Dillah dalam hati. Oh iya, dia teringat dengan PR Bahasa Indonesia, akhirnya dia mengerjakan tugas tersebut dan langsung tidur.

Keesokan harinya, saat pelajaran Bahasa Indonesia, Bu Sari menagih PR anak-anak, setelah beliau tidak masuk kelas selama 1 bulan, karena kesehatan beliau memburuk, untungnya Dillah sudah menyelesaikannya. “Setelah ini, kalian maju satu persatu dan membaca puisi itu,” kata Bu Sari tegas. “Yang pertama Dini,” kata Bu Sari. Mereka semua tampil dengan penuh percaya diri. Hingga waktu itu nama Dillah dipanggil, “Ayo Dil! Kamu pasti bisa,” kata Siska memberinya semangat.

Dia pun memulainya dengan suara bergetar...

Aku tak perlu cinta.... jika memang tak ada cinta lagi,,.

Aku tak perlu cinta... jika itu tak suci lagi...

Hingga akhir puisinya, semua anak-anak sekelas memandanginya penuh takjub, Bu Sari yang terkenal galak, dapat menangis karena puisi yang disampaikan oleh Dillah. Semua langsung bertepuk tangan meriah, “Ini adalah puisi yang menyentuh hati, suaramu pun lantang, dan cocok untuk ikut lomba membaca puisi se kabupaten,” kata Bu Sari. Dillah pun kaget, sejurus kemudian dia bersyukur kepada Tuhan Semesta Alam yang membantunya dalam merebut juara puisi di kelas ini.

“Dillah, nanti kamu ke ruangan ibu ya,” kata Bu Sari, “Iya, bu,” kata Dillah yang masih belum percaya apa yang terjadi.

Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Bu Sari, Dillah pun pergike kantor. Sesampainya disana, dia langsung mencari Bu Sari, “Masuk Dil,” pinta Bu Sari, “Iya bu,” jawabnya seraya masuk dan langsung duduk berhadapan dengan Bu Sari. “Setelah mendengar puisimu, ibu yakin akan memilihmu untuk menjadi wakil sekolah kita, acara tersebut akan diselenggarakan sebentar lagi, sekitar 2 hari lagi, kamu siap tidak?” tanya Bu Sari.

“Saya siap bu,” kata Dillah tegas, “Siapkan dirimu dengan sungguh-sungguh, karena lawan kita sangat tangguh-tangguh,” kata Bu Sari sekali lagi. ”Mohon do’a serta dukungannya bu,” katanya. Setelah itu dia keluar kantor. Namun tiba-tiba matanya tertuju pada sosok yang dia cintai, Shela.

“Shel, mau kemana?” tanya Dillah, “Mau ke kantin, kamu sendiri mau kemana?” tanya Shela, “Barusan aja aku dari kantor...” sebelum perkataannya selesai, Shela memotongnya, “Kamu ikut lomba puisi kan? Hebat-hebat, selamat ya,” kata Shela kemudian langsung pergi meninggalkannya. Tak tahu mengapa, sejurus kemudian, tangannya memegang tangan Shela, “Kamu datang ya ke acara lomba puisiku, aku mohon,” pintaku.

“Lihat aja nanti,” kata Shela dan langsung melepaskan genggamannya. Hati Dillah pun dihinggapi kesenangan karena bertemu Shela. Tiba-tiba hpnya bergetar, ternyata ada sms masuk dari Jerry,

Dil, gue dan teman-teman udah ada di lapangan GOR, lo cepetan ke sini ya..

Saat Dillah tiba, dia melihat ada kelompok lain yang ingin mengajaknya dan teman-temannya berkelahi. “Gue tahu lo nyerang teman gue kan waktu di jalan,” kata Jerry, “Gue tunggu lo di jembatan habis pulang sekolah,” lanjutnya dan kelompok itu pun pergi. Dillah pun menyalami teman-temannya, “Selamat ya lo mewakili sekolah kita,” kata Jerry dan juga diikuti anggukan oleh teman-temannya.

“Iya, gue emang suka bikin puisi. Yang penting lo semua harus datang ya ke acara itu,” pinta Dillah yang di balas dengan anggukan, “Emang kelompok tadi ngapain kita?” tanyanya, “Mereka hampir membuat Satria kecelakaan, makanya, kita sebagai teman harus saling tolong menolong walaupun jalan yang kita tempuh melalui perkelahian, kita harus membela teman kita,” kata Jerry, “Ya udah gue ikut ya kalau gitu,” kata Dillah, “Dengan senang hati,” kata Jerry. Mereka pun mengobrol dengan berbagai hal hingga akhirnya waktu memisahkan mereka.

Ketika pulang tiba, Dillah langsung pergi dengan Jerry dan teman-teman menuju tempat yang telah disetujui diantara kedua belah pihak. Setelah itu, lawan yang dinanti-nanti pun telah datang. “Sekarang kalau lo laki-laki, maju hadapi gue siapa yang mau mencelakakan teman gue,” kata Jerry. Salah seorang dari merekapun maju. Langsung Jerry menonjoknya, dan orang tersebut membalasnya. Hingga akhirnya darah keluar dari ppi Jerry dan dia terjatuh. Ketika Dillah ingin membantunya, Stevan mencegahnya, “Biarin Jerry sendiri menyelesaikannya, karena ini petarungan seorang laki-laki sejati,” kata Stevan. Ketika Jerry berdiri, ia langsung menyerang anak itu sampai terjatuh dan tak sadarkan diri. “Bawa teman lo pergi, jangan sampai gue lihat lo semua ada dihadapan gue dan ingat jangan ganggu teman-teman gue,” ancam Jerry.

Mereka langsung pergi meninggalkan Dillah, Jerry, serta teman-temannya yang lain. “Lo gak apa-apa Jer?” tanya Dillah, “Dia itu sudah biasa dengan hal itu, lo gak usah khawatir,” kata Stevan. Setelah itu mereka langsung pergi ke pantai indah, untuk melepaskan kegelisahan yang menyerang otak mereka. “Gimana Dil Shela?” tanya Jerry membuatnya kaget, “Dia tambah ngejahuin gue Jer,” kata Dillah, “Lo harus yakin bahwa dia tetap milik lo,” ujar Jerry, “Kalau itu gue yakin 100% Jer,” kata Dillah sambil ketawa.

Setelah bersantai-santai mereka pulang dan istirahat di rumah, tapi tidak ada kata istirahat bagi Dillah, ia harus menyiapkan mental baja, agar dia bisa memenangi lomba puisi se-Kabupaten.

Tak terasa persiapan yang dilakukannya selama 2 hari yang lalu telah usai. Hari ini adalah perlombaanya. Dillah tampak begitu percaya diri hari ini.

“Gimana Dil? Sudah siap? Sore ini datang yang cepat ya, nanti ibu ajak anak-anak untuk melihat penampilanmu,” kata Bu Sari, “Saya siap bu, mohon do’anya ya,” ucapku sambil berpmitan untuk kembali ke kelas.

“Shel, datang ya di lombaku sore ini,” pinta Dillah saat mereka bertemu di taman, “Kalau lombamu pasti aku datang,” kata Shela. Dillah pun senang bukan kepalang. “Ya udah aku ke kelas dulu ya,” kata Dillah.

Waktu pun terus berjalan hingga akhirnya waktu lomba pun dekat.

“Dil tetap fokus ke depan ya,” kata Bu Sari, saat para peserta telah dipangil satu persatu. Dillah pun terus mencari sosok yang dinantinya. Ketika itu orangnya pun muncul, “Udah dimulai ya Dil?” tanya Shela yang terlihat sangat tergopoh-gopoh, Dillah tersenyum memandangi wajahnya, “Maaf aku tadi terjebak macet, makanya aku lari ke sini,” tambahnya. “Kehadiranmu udah cukup untuk membuat semangatku tumbuh,” kata Dillah yang membuat wajah Shela memerah.

“Panggilan selanjutnya saudara Ziedillah,” kata Dewan Juri.

“Aku udah di panggil nih Shel, do’ain aku ya,” pintaku kepada Shela. Dia pun hanya mengangguk.

Dillah membaca puisi dengan lantang disertai gerakan gerakan yang tegas, dan sangat berperasaan hingga air mata banyak bercucuran dari mata para penonton. Puisi pun ditutup oleh Dillah dengan kalimat friend never die... dan dilanjutkan oleh tepuk tangan yang membahana.

Langsung saja ketika itu dia mencari Shela, dan menemukannya di taman lagi sendirian, “Shel aku ingin ngomong sesuatu,” kata Dillah, “Ngomog apa Dil?” balas Shela, “Maukah kamu jadi pacarku?” tanya Dillah sambil menggenggam tanganya, “Dil, kamu tahu gak rasanya sakit hati? Rasanya sangat pedih sekali, walaupun hanya sesaat,” kata Shela, “Saat kamu bilang suka sama aku, aku ngerasa mimpiku terkabul, tapi setelah itu,...” Shela berhenti sejenak untuk mengusap air matanya yang jatuh,

“Saat kamu dekat sama cewek lain, aku sangat cemburu, apalagi saat Siska memberi tahu aku bahwa kamu ikut lomba, aku semakin sakit, aku berpikir kenapa kok kamu gak nemui aku dan memberi tahu aku dulu.., dan kamu itu orang terjahat sedunia, ketika aku ingin menjawab pertanyaanmu waktu di taman, kamu malah pergi,” kata shela dengan air mata yang terus bercucuran.

Dillah pun mengusap air matanya yang jatuh, “Aku janji, aku akan selalu menjagamu,” kata Dillah sambil memeluk Shela, “Maafin aku ya, aku salah,” lanjut Dillah, “Iya gak apa-apa, kamu mau tahu jawabanku apa?” tanya Shela sambil melepaskan pelukan dari Dillah, “Apa emangnya?” tanya Dillah balik.

“Aku juga mau jadi pacarmu,” kata Shela, langsung saja Dillah memeluk erat Shela, dan seperti tak mau melepaskannya, “Shel, aku mau kamu jadi pendamping hidupku selamanya,” kata Dillah diikuti oleh anggukan dari Shela.

Dillah pun tidak terlalu memikirkan juara atau tidak dalam lomba puisi ini. Yang hanya ada dalam pikirannya saat ini adalah bahwa dia telah menjadi juara di hati Shela, juara yang tak bisa dikalahkan oleh siapa pun.

Oh indahnya hidup ini, walaupun banyak halangan yang menghadang. Saat ini bersama dengan puisi, kekasih hatinya Shela,beserta  Jerry dan sahabat-sahabatnya yang lain, Dillah yakin akan mampu melewati seribu hadangan yang ada, serta mereka telah menjadi bagian dari hidupnya untuk selamanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun