Konser yang digelar di ICE BSD, Tangerang, itu harus dihentikan karena puluhan penonton berdesak-desakan dan akhirnya pingsan. Antusiasme penonton berebut bola yang bertanda tangan itu menyebabkan pagar pengaman roboh. Meskipun secara aturan kapasitas tidak ada yang dilanggar, tetapi konser hari pertama itu tetap dihentikan agar tidak sampai di tahap kritis.
Antusiasme penonton seperti ini seharusnya sudah diperhitungkan. Mengingat konser K-Pop sebelumnya, Seventeen World Tour: Be The Sun, tidak terdapat kejadian yang serupa.Â
Manajemen dan cara handling jalannya konser perlu direncanakan dengan lebih baik lagi demi kelancaran acara. Meskipun menurut penulis pribadi, dengan menghentikan konser sebelum terjadi sesuatu yang lebih fatal merupakan tindakan yang tepat. Namun, dari segi penonton yang sudah berlama-lama menunggu – sejak pukul 9.00 sementara konser digelar pukul 19.00 – bendungan gairah itu memang sudah bisa dipastikan meluap secara bersamaan.Â
Kendati tidak separah Woodstock ’99 yang menjadi peristiwa sejarah dari kelamnya acara akbar permusikan, konser yang digelar sekarang bisa berkaca dari sana dan sebisa mungkin menambah keamanan, baik dari segi staff maupun infrastruktur. Dengan begitu dari kedua belah pihak antara penyelenggara acara, artis, serta penonton, bisa sama-sama mendapat keuntungan.
Pembangunan, dari sisi manapun, menjadi satu kesatuan dengan yang namanya efek globalisasi. Baik pemerintah maupun warga Indonesia, punya tanggung jawab untuk memperlebar sayapnya dengan cara turut serta dalam segala jenis pembangunan. Efeknya tidak instan, tetapi secara bertahap.Â
Lewat persiapan menyambut G20, fenomena Citayam Fashion Week yang mendunia, serta evaluasi dari dihentikannya konser NCT, kita masih bisa terus maju dalam pengembangan pembangunan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H