Salah satu serangan besar BRN adalah serangkaian bom dan pembakaran yang terjadi pada 11-12 Agustus 2016, yang menyebabkan kematian dan luka-luka di wilayah Hua Hin, Phuket, dan Surat Thani. Serangan ini bertujuan untuk mengganggu stabilitas politik Thailand dan menekan pemerintah agar memberikan otonomi lebih besar kepada wilayah selatan. Meskipun ada upaya untuk menghubungkan BRN dengan kelompok teroris global seperti IS dan Al-Qaeda, bukti menunjukkan bahwa BRN tetap bersifat lokal dan enggan menerima bantuan atau pengaruh dari luar. Kelompok ini menolak upaya perekrutan oleh Jemaah Islamiyah (JI) dan fokus pada agenda mereka sendiri.
Pemerintah Thailand merespons ancaman BRN dengan pendekatan militer dan hukum yang ketat. Undang-undang darurat diterapkan di wilayah selatan, memberikan wewenang luas kepada pasukan keamanan untuk melakukan operasi penangkapan dan pencarian tanpa surat perintah. Namun, pendekatan militer ini sering dikritik karena dianggap memicu ketidakpercayaan di kalangan masyarakat lokal.Â
Pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang, telah dilaporkan, yang pada akhirnya memperburuk konflik. Upaya untuk memulai dialog damai seringkali menghadapi kendala, baik dari pihak pemerintah maupun BRN. Ketidakpercayaan antara kedua belah pihak membuat negosiasi sulit dilakukan, meskipun Malaysia berperan sebagai fasilitator dalam beberapa kesempatan antara BRN dan Pemerintah Malaysia.
Sebagai negara tetangga dengan kedekatan budaya dan agama dengan wilayah selatan Thailand, Malaysia memainkan peran penting dalam konflik ini. Pemerintah Malaysia sering berfungsi sebagai fasilitator dalam pembicaraan damai antara Thailand dan BRN. Namun, peran ini juga menimbulkan kecurigaan dari pihak Thailand, yang khawatir bahwa Malaysia memiliki agenda tersendiri untuk ketegangan antara Thailand dan BRN.Â
Selain itu, Malaysia juga menghadapi tantangan dalam mengontrol keberadaan jaringan pemberontak yang mungkin menggunakan wilayahnya sebagai tempat perlindungan. Meskipun ada upaya untuk mengekstradisi anggota BRN ke Thailand, beberapa pihak di Malaysia menunjukkan simpati terhadap perjuangan mereka, yang semakin mempersulit situasi konflik dua pihak ini.Â
ASEAN sebagai organisasi regional, memiliki kepentingan besar dalam menjaga stabilitas di Asia Tenggara. Namun, respons ASEAN terhadap konflik BRN terbatas, mengingat prinsip non-intervensi yang dipegang teguh oleh organisasi ini. ASEAN lebih fokus memfasilitasi dialog perdamaian untuk dua pihak dan mendorong pendekatan non militer, dimana ASEAN berpihak pada Thailand yang berfokus pada pembangunan ekonomi daerah, penguatan pendidikan secara merata, dan penegasan penghormatan terhadap identitas lokal yang sudah berakar di Thailand.
Konflik BRN di Thailand Selatan mencerminkan kompleksitas masalah terorisme dan separatisme di Asia Tenggara. Meskipun BRN tetap bersifat lokal, dampaknya terhadap stabilitas regional tidak dapat diabaikan. Respons pemerintah Thailand yang berbasis militer telah gagal menangani akar permasalahan konflik, sementara peran Malaysia dan ASEAN terbatas dalam memberikan solusi yang efektif. Masa depan penyelesaian konflik ini bergantung pada kemampuan semua pihak untuk mengatasi ketidakpercayaan dan memprioritaskan dialog perdamaian. Pendekatan yang lebih terintegrasi dan berfokus pada pembangunan sosial dan ekonomi di wilayah selatan mungkin menjadi kunci untuk mencapai perdamaian di antara dua belah pihak di masa sekarang dan masa depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI