Mohon tunggu...
Rizka Syafitry
Rizka Syafitry Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Perilaku dan Konsep Konsumsi Dalam Islam

13 Februari 2019   18:45 Diperbarui: 14 Februari 2019   07:44 1269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Hananto dan Sukarto T.J., konsumsi adalah bagian dari penghasilan yang di pergunakan untuk membeli barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Albert C. Mayers mengatakan bahwa konsumsi adalah penggunaan barang dan jasa yang berlangsung dan terakhir untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Adapun menurut ilmu ekonomi, konsumsi adalah setiap kegiatan memanfaatkan, menghabiskan kegunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya menjaga kelangsungan hidup.

Di dalam teori ekonomi, kepuasan seseorang dalam mengkonsumsi suatu barang dinamakan utility atau nilai guna. Kepuasan dalam terminologi konvensional dimaknai dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan fisik.

Sedangkan dalam ekonomi islam, kepuasan dikenal dengan maslahah, dengan pengertian terpenuhinya kebutuhan baik bersifat fisik maupun spiritual. Seorang muslim untuk mencapai tingkat kepuasannya harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu barang yang di konsumsi adalah halal, baik secara zatnya maupun cara memperolehnya, tidak bersifat israf (royal) dan tabzir (sia-sia).

Dalam ekonomi konvensional, konsumsi diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh kepuasan (utility). Konsumsi dalam islam tidak hanya bertujuan untuk mencari kepuasan fisik, tetapi lebih mempertimbangkan aspek maslahah yang menjadi tujuan dari syariat islam (maqshid syariah). Teori maslahah lebih luas cakupannya dari pada teori utility (teori kepuasan).

Maslahah di dalam ekonomi islam, diterapkan sesuai dengan prinsip rasionalitas Muslim, bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan maslahah yang diperolehnya.

Mengurangi konsumsi suatu barang sebelum mencapai kepuasan maksimal adalah prinsip konsumsi yang diajarkan oleh Rasulullah SWT, sedangkan konsumsi yang berlebihan merupakan ciri khas dari masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dalam islam disebut dengan istilah israf (pemborosan) atau tabzir (menghambur-hamburkan harta tanpa guna). Tabzir berarti bisa diartikan sebagai mempergunakan harta dengan cara yang salah atau tidak di pergunakan dengan semestinya, seperti menuju pada tujuan-tujuan yang terlarang atau menuju pada tujuan yang tidak di anjurkan atau di haramkan oleh Tuhan, seperti halnya penyuapan, hal-hal yang melanggar hukum, atau dengan cara yang tanpa aturan dan dilarang oleh agama Islam.

Keseimbangan konsumsi dalam ekonomi islam sendiri didasarkan oleh pada prinsip keadilan distribusi. Kepuasan konsumsi seorang muslim bergantung pada nilai-nilai agama yang diterapkan pada rutinitas kegiatannya, yang tercermin pada alokasi uang yang dibelanjakannya.

Dalam ekonomi islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan (peran agama Islam). Peran keimanan menjadi tolak ukur penting seorang muslim karena keimanan memberikan cara pandang dunia berbeda yang cenderung mempengaruhi kepribadian manusia atau seorang muslim itu sendiri. Keimanan seorang Muslim sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas konsumsi, baik dalam bentuk kepuasan materiel maupun spiritual.

Dalam ekonomi, kepuasan adalah banyaknya jumlah kesenangan yang diperoleh. Dan dengan jumlah kesenangan ini, seseorang bisa menentukan meningkat atau menurunnya suatu kepuasan (utility).

Tingkat kepuasan dapat digambarkan dengan kurva indiferensi. Dalam kurva tersebut biasanya yang digambarkan adalah tingkat dari kepuasan antar dua barang atau jasa, yang keduanya memang banyak disukai oleh konsumen.

Dalam membangun teori tingkat kepuasan dapat digunakan tiga asumsi pilihan rasional yang sebagaimana diuraikan oleh Adiwarman:

1. Completeness, ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan keadaan yang lebih disukai di antara dua keadaan atau dua pilihan.

2. Transitivity, ini hanya untuk memastikan ada atau tidaknya konsistensi internal di dalam diri individu dalam mengambil suatu keputusan.

3. Continuity, menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan bahwa A lebih disukai daripada B, keadaan yang sangat mendekati yaitu A pasti lebih disukai daripada B.

Ketiga asumsi tersebut diatas bisa disebut atau dikenal dengan kurva indifference. Kurva indiferensi adalah kurva yang melambangkan tingkat kepuasan antara dua komoditas atau lebih yang memberikan tingkat kepuasan yang sama.


Konsep konsumsi yang selama ini dikenal dalam ekonomi mainstream (konvensional) tidak terlepas dari konsep final spending.


Lima prinsip konsumsi dalam islam, yaitu:


1. Keadilan, prinsip ini mengandung arti ganda mengenai mencari rezeki yang halal dan tidak dilarang hukum, sesuai firman Allah SWT. dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 173;
2. Kebersihan, prinsip ini mengatur bahwa makanan harus baik dan cocok untuk dimakan, tidak kotor, ataupun menjijikkan sehingga merusak selera;
3. Kesederhanaan, prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makan dan minuman yang tidak berlebihan, sebagaimana tercantum dalam firman Allah SWT. dalam Q.S. Al-A'rf ayat 31;
4. Kemurahan hati, dengan mentaati perintah islam tidak ada bahaya dan dosa ketika memakan dan meminum masakan halal, sebagaimana firman Allah SWT. Q.S. Al-Midah ayat 96;
5. Moralitas, prinsip ini mengajarkan untuk menyebut nama Allah SWT. sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepada-Nya setelah makan.

Daftar Pustaka:


1. M. Nur Rotio Al-Arif, Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi konvensional, Jakarta: Kencana, hlm. 87.
2. Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Mikro Islam..., ibid., hlm. 66.
3. Http://www.scribd.com/doc/92468804/Prinsip-Konsumsi-Islam
4. Sukarno Wibowo, Dedi Supriadi. Ekonomi Mikro Islam: Konsumsi Dalam Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2003.
5. Dr. Said Sa'ad Marthon, Ekonomi Mikro Islam: Ditengah Krisis Ekonomi Global, Jakarta: Zikrul Hakim, 2007.
6. Dr. Rozalinda, Ekonomi Islam: Perilaku Konsumsi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun