Mohon tunggu...
Rizka Ramadhani
Rizka Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ilmu Politik, Hukum.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Golkar Sunset dan Gerindra Sunrise

17 Agustus 2024   19:33 Diperbarui: 17 Agustus 2024   22:59 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Golkar sebagai partai tertua di Indonesia yang masih berdiri hingga sekarang nampaknya sedang memasuki masa redup. Sistem jaringan partai yang sudah puluhan tahun mengakar tidak akan serta merta menghapus Golkar dari peta perpolitikan nasional. Golkar akan tetap menjadi partai besar di parlemen, memiliki banyak fraksi yang beragam, dn kader berlatar belakang pengusaha yang melimpah. Namun akhir-akhir ini Golkar seperti kurang mempunyai kedaulatan dalam mengurusi internal rumah tangga mereka. 

Pada hari minggu, 11 Agustus 2024 lalu beredar berita pengunduran diri ketua umum Golkar yang sangat mendadak. Dalam video singkat yang tersebar, Airlangga Hartato menyampaikan alasan normatif tentang pengunduran dirinya. Alasan tersebut adalah Airlangga mundur karena ingin menjaga keutuhan partai. Sebuah alasan yang janggal sebab di bawah kepemimpinannya partai Golkar mendapat hasil signifikan untuk kursi DPR Periode 2024-2029.

Masyarakat tentu menemukan banyak kejanggalan karena regenerasi kepemimpinan Golkar tinggal menunggu beberapa bulan lagi (rencana awal Munas Golkar akan diadakan bulan Desember 2024 mendatang). Opini publik yang berkembang mengenai pengunduran diri Airlangga dari kursi ketua umum Golkar adalah hasil eksploitasi kasus hukum yang melibatkannya. Situasi yang menyandera dirinya kemungkinan membuat Airlangga memutuskan untuk hengkang dari kursi ketua umum. Sebuah plot yang terdengar tidak asing di telinga masyarakat Indonesia satu tahun belakangan ini. 

Bukti redupnya kedaulatan partai Golkar dalam mengurusi rumah tangganya sendiri tidak berhenti di pengunduran diri Airlangga Hartarto. Dalam Konteks Pilkada 2024 Golkar sering kali terlihat tidak kuasa di hadapan kehendak Koalisi Indonesia Maju (KIM). Ridwan Kamil yang awalnya Golkar akan majukan Jawa Barat akhirnya harus 'menyesuaikan diri' dengan kehendak KIM yang ingin RK maju di Jakarta. Airin Rachmi yang merupakan kader Golkar dan kandidat Gubernur Banten dengan elektabilitas tinggi berpeluang tidak mendapat dukungan KIM, sebab Koalisi Indonesia Maju menghendaki calon lain. Partai Golkar yang hakikatnya memang tidak bisa terlepas dari kekaryaan dan kekuasaan, pada akhirnya takdir memaksa mereka ada di situasi sunset. Situasi kurang nyaman yang harus dipilih jika tidak ingin membuat masalah yang lebih besar dengan rezim Pemerintahan berikutnya. 

Berbeda dengan Golkar, partai Gerindra di bawah pemerintahan Prabowo Subianto mendatang sepertinya akan mendapat momentum durian runtuh. Walaupun Gerindra di pemilu 2024 ini hanya menduduki peringkat ketiga, nyatanya banyak yang menilai bahwa partai berlogo Kepala Garuda tersebut akan sunrise dalam waktu yang cukup lama (lebih dari 10 tahun). Faktor pertama yang menjadi dasar asumsi Gerindra akan sunrise adalah Prabowo merupakan ketua umum partai yang memiliki kendali penuh atas partainya, sehingga sebagai pemimpin eksekutif Prabowo juga punya akses luas ke Legislatif. Berbeda dengan Jokowi yang berangkat dari latar belakang 'petugas partai'  yang sangat bergantung apa kata ibu ketua umum. 

Faktor kedua adalah relasi dengan militer. Prabowo dikenal loyal terhadap bawahan, rekan, dan seniornya di militer. Bahkan di antara semua partai di Indonesia, Gerindra adalah parpol yang paling banyak menampung para purnawirawan militer yang masuk ke politik. Sehingga secara alamiah ada pesan tersirat dari purnawirawan kepada para juniornya yang masih aktif bahwa "Jika kamu loyal kepada pemimpinmu, maka pemimpinmu juga akan loyal padamu bahkan ketika kamu sudah pensiun". Maka dapat disimpulkan bahwa dukungan militer terhadap pemerintahan Prabowo akan berdampak secara tidak langsung terhadap partai Gerindra. 

Faktor ketiga adalah dukungan Kepala Daerah sebagai perpanjangan tangan Pemerintah pusat. Faktor ini sedang diupayakan melalui Pilkada serentak 2024. Koalisi di Pilpres kemarin yang mengantarkan Prabowo sebagai Presiden terpilih akan dilanjutkan kerja samanya dalam Pilkada di banyak daerah, bahkan muncul istilah baru yaitu KIM Plus (Partai-Partai Koalisi Indonesia Maju ditambah Partai dari Koalisi Lain). Upaya konsolidasi antara pusat dan daerah tentu adalah keinginan Prabowo untuk menseragamkan komando pemerintahan nantinya, dan tentu secara subjektif Gerindra memiliki bobot tersendiri dalam konsolidasi ini jika dibandingkan partai lain.

Secara kalkulasi Gerinda akan mendapat durian runtuh di era Pemerintahan Prabowo. Namun, ada satu faktor yang dapat membatalkan proyeksi Gerindra akan sunrise dalam waktu yang panjang. Faktor tersebut adalah masalah regenerasi kepemimpinan. Prabowo adalah tokoh yang kadung sentral di partai dan usianya sudah tidak muda lagi. Dalam lima tahun mendatang Prabowo harus menyiapkan calon pemimpin masa depan partai jika ingin parpol yang ia dirikan akan sunrise lebih lama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun