Mohon tunggu...
rizka rahmawati
rizka rahmawati Mohon Tunggu... lainnya -

seorang yang mulai jatuh cinta ma dunia tulis menulis. semoga akan terus mencintai dunia ini

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

3 Detik, Senyuman dan Gunung Es

15 Agustus 2010   07:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:01 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku hanya mampu menatapnya dari jauh. meski sebenarnya dekat, tapi entah kenapa terasa begitu jauh jarak yang membentang antara aku dan dia. Dia..perempuan yang sedari tadi kupandangi itu. Perempuan yang sedari tadi duduk di kursi tunggu bandara. menunggu jam keberangkatannya ke kota tujuannya, makassar.

Semenjak aku duduk di kursi ini, setengah jam lalu, aku hanya mampu memandanginya. Terasa sangat jauh meskipun hanya berjarak 5 meter saja aku darinya. Dia terlihat lebih cantik. Kulihat wajahnya yang terlihat bahagia. Benarkah dia bahagia? Benarkah di dalam pancaran matanya itu ada sebuah kebahagiaan?

Dia terlihat tenang dan sesekali mengulum senyum, mungkin karena sebuah hal lucu yang dibacanya dari rangkaian tulisan yang terpampang di buku dalam genggamannya. Sesekalipun dia terlihat menikmati musik yang didengarnya dari ipod yang menggantung di saku bajunya.

Aku hanya mampu mengamatinya dari jauh...dari jarak begitu dekat namun terasa jauh

Perempuan itu...perempuan yang kini terlihat begitu anggun dengan balutan jilbab merah itu dulu begitu dekat denganku. Dulu seperti tak ada jarak yang membentang antara aku dan dia. Tapi, waktu membawaku dan dia dalam keadaan yang jauh berbeda dari dulu. Benar katanya, kini aku dan dia bagaikan dua orang asing yang terdampar di dua kutub yang berbeda. Saling menjauh dan menghilang satu sama lain.

Semua salahku, aku yang beranjak menjauh dari perempuan itu. Aku yang beranjak pergi dari perempuan itu. Dan dia pun menerimanya dengan tetesan airmata. Aku ingat akan airmata yang keluar dari matanya saat aku memintanya pergi. Dan kini dia benar-benar jauh.

Mungkin dia menjauh karena dia ingin melupakanku, atau dia menjauh karena dia ingin menghapus segala luka yang kutoreh di hatinya atau karena dia tak menganggapku pernah ada dalam hidupnya??? Entahlah. Tapi kurelakan apapun alasannya menjauh dan menghilang. Apapun itu.

Aku masih tak berkedip menatapnya. Aku rindu senyumannya, aku rindu berbincang dengannya, aku rindu canda tawanya, aku rindu gerak lincahnya, aku rindu saat dia merajuk, aku rindu kepolosannya, keluguannya, aku rindu amarahnya dan aku rindu perhatian dan kepeduliannya padaku. Ah...berpikir apa aku ini. kenapa aku harus merindukannya??? Bukannya ada sebuah hati yang sudah memintaku untuk berhenti merindukan perempuan itu??

Dia masih tertunduk membaca buku di genggamannya. Sesekali melihat sekitar, tapi dia tak pernah melihat ke arahku. Oh Tuhan...apa benar dia tak pernah menatap ke arahku?? Ataukah dia tau aku ada dihadapannya. 5 meter dihadapannya.

Dia melihatku..1...2…3... 3 detik berlalu begitu saja. Dia melihatku dalam 3 detik. Dadaku berdesir, seperti ada yang beda dalam tatapan 3 detik itu. Tak ada ekspresi apapun dari wajahnya ketika matanya menangkap sosokku dalam 3 detik. Dia kembali menunduk. meneruskan bacaannya.

Kenapa hanya 3 detik? Tanpa ekspresi sedikitpun. Tuhan...apa yang Kau buat untukku???

Aku ingin mendekatinya. Hatiku mengajakku untuk berdiri, berjalan ke arahnya, duduk disampingnya dan berbincang dengannya. Tapi kakiku terasa begitu berat untuk melangkah. seperti ada besi yang mengikat kedua kakiku. Inilah satu-satunya kesempatanku untuk mencairkan gunung es yang membentang antara aku dan dia. Aku tak tau kebetulan macam apalagi yang bisa mempertemukanku dengan dia, karena jarakku yang begitu jauh dengannya. Aku ingin mencairkan gunung es itu. Membentuk sebuah hubungan baru yang dimulai dari nol. Sebuah hubungan tanpa syarat, tanpa komitmen dan juga tanpa batasan waktu.

Satu jam...aku masih menatapnya. Dan hanya 3 detik dia menatapku. Hanya 3 detik.

Aku mencoba melangkahkan kakiku yang terasa begitu berat. Berjalan pelan ke arahnya. Kali ini pun kakiku mau diajak berkompromi. Aku berjalan perlahan ke arahnya. Jantungku semakin berdetak cepat. Pikiranku melayang jauh. Otakku berpikir keras, merangkai rangkaian kalimat yang akan kuucapkan padanya nanti.

3 meter...2 meter....1 meter.... dan dia beranjak pergi. Berdiri dari tempat duduknya. Melipat buku yang dibawanya dan menenteng tas ransel dipungunggnya. Berjalan keluar dari ruang tunggu.

Dia melihatku. menatapku. Kali ini dia memberiku sebuah senyuman yang termanis darinya padaku sembari berjalan menuju pintu keluar. Ooh Tuhan...dia menatapku. Dia tersenyum padaku. Aku hanya terperangah tak percaya melihatnya tersenyum padaku. Senyuman itu seolah menghancurkan gunung es besar yang membentang antara aku dan dia.

Kulihatnya berjalan meninggalkan pintu ruang tunggu, menuju garbarata. Terbang jauh dariku.

Sore ini, ruang tunggu bandara ini jadi saksi mencairnya sedikit gunung es, tatapan 3 detik tanpa ekspresi, dan senyuman sepintas sambil jalan. Aku tak akan pernah melupakan itu

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun