Sejak beberapa tahun terakhir, tanaman porang mulai dilirik oleh petani di sejumlah daerah. Padahal, dulunya porang kerap dianggap sebagai tanaman liar oleh masyarakat.
Selain relatif mudah dibudidayakan, porang semakin diminati karena punya nilai jual yang tinggi. Apalagi, sejak kisah kesuksesan Paidi menggema di jagat maya berkat berbisnis porang. Petani asal desa Kepel, Jawa Timur, ini menjual porang hingga ke luar negeri dan berhasil meraup omzet di atas satu miliar.
Baca juga: Paidi, Mantan Pemulung yang Kini Sukses Menjadi Petani Porang oleh Tety Polmasari
Setiap tahun, ekspor porang mengalami peningkatan. Menurut catatan Kementan, ekspor porang pada periode Januari hingga Juli 2020 mencapai Rp 801,24 miliar sebesar 14.568 ton. Negara tujuan ekspor porang antara lain Jepang, China, Australia, dan Vietnam.
Harga porang segar dibandrol mulai dari Rp 4.000 per kg, bahkan di Pulau Flores bisa ditaksir mencapai Rp 70.000 per kg. Harga porang akan semakin meningkat jika dijual dalam bentuk keripik, tepung, hingga olahan lainnya.
Porang termasuk jenis umbi-umbian spesies Amorphophallus muelleri blume. Memang, ia tak seterkenal umbi-umbian lain semacam singkong dan ubi. Yang menjadi ciri khas dari umbi porang adalah kandungan glukomanan-nya yang relatif tinggi. Glukomanan ini berbentuk tepung, merupakan serat alami yang mudah larut dalam air.
Berbeda dengan jenis umbi-umbian yang lain, porang tidak bisa dimakan jika hanya direbus sebab akan menimbulkan rasa gatal di mulut. Sebenarnya, porang bisa menjadi alternatif sumber pangan karena mengandung karbohidrat, namun porang juga mengandung sianida yang cukup tinggi. Agar tetap aman dikonsumsi, porang harus diolah terlebih dahulu.
Kandungan glukomanan dalam porang juga bisa dijadikan bahan campuran produk kue, roti, es krim, permen, jeli, dan selai, hingga sebagai bahan pengental pada produk sirup.
Baca juga: Porang, Tanaman Jutaan Dollar yang Patut Dilirik Petani Milenial oleh Bernardus Restu