Mohon tunggu...
Rizka Maziyyah
Rizka Maziyyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan | Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah | 220103110003

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kok, Main Sah Saja Sih?!

9 Desember 2022   09:05 Diperbarui: 9 Desember 2022   09:32 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pasal-pasal di atas banyak sekali menuai protes dari masyarakat akibat banyak sekali pasal-pasalkaret yakni tidak memiliki tolok ukur yang jelas dan terkesan hanya mementingkan suatu golongan saja dan dengan mudah jika disalahgunakan untuk kepentingan penguasa, tanpa melihat hak asasi manusia atau kebutuhan rakyat.

Terlebih pasal-pasal tersebut banyak membungkam suara rakyat yang merupakan hak fundamental terlaksanannya hak-hak yang lain, padahal kemanusiaan itu seperti terang pagi, salah satunya terlaksananya demokrasi. Namun, RUKUHP ini mengancam demokrasi hingga terlalu masuk ranah pribadi, padahal dengan bersuara rakyat dapat mengingatkan negara yang kerap luput terhadap tugasnya.

Meski terjadi protes dimana-mana akibat produk hukum tersebut. Salah satunya aksi unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa dan masyarakat sipil di berbagai daerah pada Senin (23/9/2019) dan Selasa (24/9/2019). Demonstrasi itu digelar di berbagai kota, yakni Jakarta,Bandung, Sumatera Selatan, hingga Sulawesi Selatan.

SAH !
DPR bergeming terhadap protes publik yang mempersoalkan sejumlah pasal. DPR tetap mengetok palunya atas nama masyarakat yang sama sekali tidak mendapatkan keuntungan. Komisi III DPR dalam Rapat Paripurna 11 masa persidangan II, Selasa 6 Desember 2022 mengesahkan RUKUHP menjadi KUHP yang akan berlaku 3 tahun setelah 2024.

Iskan Qolba Lubis, salah seorang DPR Fraksi PKS menyatakan tidak setuju dengan disahkannya
RUKUHP.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan bahwa “Ini menjadi wajah buram demokrasi kita di era Presiden Jokowi. Akan banyak sekali pasal-pasal yang bisa kontradiktif dengan konstitusi. Tidak ada upaya lain untuk memperjuangkan sebuah pembentukan undang-undang konstitusionalitasnya kecuali ke MK (Mahkamah Konstitusi)”.

Berita mengenai pengesahan ini telah sampai hingga surat kabar The New York Times, The
Guardians, The Australian dan Al-Jazirah dengan pandangan yang negatif. Mereka menyatakan
bahwa kebijakan yang dilakukan sangat merugikan, terlebih lagi terhadap investasi dan pariwisata yang baru pulih dari pandemic Covid-19.

Pasal yang diajukan untuk menghormati kekuasaan dengan menekan kebebasan berbicara. Pasal penghinaan, padahal, equality before the law, semua pihak sama di mata hukum sesuai dengan UUD pasal 27. Jika rakyat menghina atasan akan dipenjara, bagaimana jika atas menghina rakyat?

Akankah perlakuan yang terjadi akan sama? Bagaimana jika yang berkuasa melakukan penghinaan terhadap dirinya dengan perilaku korupsi, kerja asal-asalan atau membuat suatu kebijakan yang tidak transparan dan merugikan rakyat?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun