Pasca Idulfitri tahun ini, saya sudah kembali ke kota perantauan di hari ketiga lebaran. Bukan hal lazim tentu saja, wong pemerintah menambah cuti lebih panjang.
Pedagang di sekitar tempat tinggal saya keheranan jadinya, dikira kampus sudah mulai kegiatan duluan. Resiko tinggal dekan kampus padahal sudah bukan lagi mahasiswa, nih. Saya yang sudah satu dasawarsa di Jogja, tersipu sendiri jadinya.
Sepuluh tahun berjalan, saya lupa kapan terakhir kali saya ngotot ingin pindah kembali ke rumah. Kisah perantau yang enggan pulang bukan sekali dua kali kan kita temukan? Bahkan, di tempat saya tinggal hal ini lumrah.
Memburu IndiHome di Kosan Supaya Berhenti Sakit-sakitan
Tapi kalau dipikir-pikir lucu juga. Saya hanya merengek sampai benar-benar sakit di dua tahun pertama. Tahun ketika saya mahasiswa baru dan terburu mencari hunian yang masih tersisa. Akibatnya, saya lupa memperhitungkan kebutuhan baru. Jaringan internet.
Saat masih di rumah, kebutuhan internet saya cenderung sedikit. Selain kedua orang tua saya belum memiliki gawai dengan internet, lingkungan sekolah dan rumah berdekatan. Komunikasi saya dengan orang-orang terdekat jadi banyak terjadi secara langsung.
Akhir tahun kedua, sebelum kembali sakit-sakitan karena susah berkomunikasi, Â dengan gigih pindah kos-kosan jadi cita-cita. Tidak boleh tidak, setiap kali mengecek fasilitas, saya menyempatkan mendongak. Mencari dimana router wifi IndiHome terpasang di bangunan tersebut.
Internet provider dari Telkom Indonesia ini membuat si perantau pemula ini merasa tenang. Saya belum berpengalaman memasang jaringan wifi sebelumnya kala itu. Tapi ketika kerap kali saya datang ke suatu gedung dengan jaringan internet yang stabil dan mudah terkoneksi, label IndiHome kerap terpasang di router-router tersebut.
Andalan Untuk Bertahan
Kelancaran internet ini bukan hanya ada di perkotaan seperti di dalam hunian tempat saya mengajar sambilan. Jaringan stabil dari IndiHome juga sering saya membantu ketika praktik lapangan dan harus menginap di rumah warga yang dekat pantai atau daerah pegunungan.
Meski sebelum berangkat sudah berpamitan, saya tetap tau, ibu pasti menunggu saya bisa berkirim pesan secepatnya. Berkali-kali pula atas bantuan warga desa yang di rumahnya terpasang wifi dari IndiHome, saya juga dapat menyimpan data secara daring.
Bagi saya yang kerap jadi peneliti lapangan, kesempatan terhubung dengan internet adalah kesempatan istimewa. Komunikasi dan data saya terjaga. Tanpa internet yang stabil, selain tak mampu merantau, mungkin juga saya tak mau meneruskan kuliah yang mengharuskan saya ke tempat-tempat ini.
Kini sepuluh tahun berjalan di perantuan, saya tak kehilangan rumah meski sedang di titik antah berantah. Cukup sebentar saja tersambung jaringan IndiHome yang ada dimana-mana, senyum ibu mudah saya dapatkan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H