Â
Dalam implikasi hukum persaingan usaha, Hal ini dapat berpotensi melanggar prinsip persaingan usaha ketika suatu anak perusahaan BUMN yang notabene bukan sebagai BUMN mengelola secara mandiri pengelolaan gas bumi secara leluasa. Kemudian, di dalam Pasal 51 UU Persaingan usaha, penguasaan komoditas hajat hidup orang banyak, dalam hal ini usaha gas bumi, salah satunya ialah berbentuk BUMN. Dilakukannya kegiatan usaha oleh BUMN adalah sebagai bentuk hadirnya negara dalam entitas bisnis yang kegiatan utamanya adalah untuk kesejahteraan masyarakat.
Ketua KPPU, Bapak Syarkawi Rauf, mengatakan bahwa holding company menghasilkan monopoli distribusi gas dikarenakan penggabungan aset secara bersama dari kedua perusahaan. Dalam distribusi gas bumi, penentuan tarif pengangkutan gas bumi (toll fee) memiliki kesempatan secara bersamaan. Kemudian, beberapa dalam pengelolaan gas bumi ada beberapa pipa yang bersifat open access yang dikelola oleh PT. Perusahaan Gas Negara Tbk dan PT. Pertamina Gas. Jika dilakukan holding, maka struktur pasarnya menjadi tidak sempurna dikarenakan ada penguasaan jaringan gas secara monopoli. Tambahan sebagai informasi, panjang pipa gas seluruh Indonesia mencapai 9.215,75 kilometer (km) per juli 2016. Sebanyak 4.831,04 km merupakan pipa open access atau sebanyak 52,42 persen dari bagian clossed access. Kemudian, PT. Perusahaan Gas Negara Tbk sendiri mengoperasikan pipa open access sepanjang 1.038,4 km atau sekitar 21,49 persen dari total panjang pipa open access, sementara pertagas menguasai 48,48 persen dari total open access atau 2.342.14 km. Artinya jika kedua perusahaan ini dibagung, PT. Perusahaan Gas Negara Tbk menguasasi 69,97 pipa open access di seluruh Indonesia.
Â
Distribusi pipa gas merupakan bagian dari pengelolaan hajat hidup orang banyak, karena usaha gas bumi secara komplementer terhadap jaringan pipa gas bumi. Karena itu, infrastuktur jaringan pipa gas bumi merupakan komoditas yang esensial. Potensi monopoli ini terjadi karena penetapan toll fee secara sepihak. Selanjutnya, selain distribusi pipa gas, hal ini memiliki implikasi terhadap harga gas bumi. Â Untuk penentuan harga gas bumi, tidak ada lagi persaingan diantara kedua perusahaan tersebut yang mengakibatkan konsumen tidak ada lagi memiliki pilihan -- pilihan untuk menentukan produk gas bumi atau tidak ada lagi kompetitor yang ada di lapangan. Selanjutnya, dengan adanya sub-holding company yakni gas.co dimana PT. Pertamina (Persero) yang hanya bersifat investement holding melimpah hak pengelolaan seluruhnya kepada PT. Perusahaan Gas Negara Tbk yang menjadi pioneer dalam usaha gas bumi atau dengan kata lain, CSPA yang dibuat oleh kedua perusahaan yakni PT. Perusahaan Gas Negara Tbk dan PT. Pertamina Gas adalah hal yang tidak dibenarkan oleh konsep monopoly by law merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan sebagaimana termaktub dalam Pasal 51 UU Persaingan Usaha.
Â
Dalam usaha distribusi gas bumi melalui pipa, dapat kita simpulkan bahwa untuk melakukan penetapan Harga Gas Bumi terdapat suatu mekanisme tertentu. Pertama, terdapat dua jenis gas bumi, yakni gas bumi tertentu dan gas bumi umum. Untuk gas bumi tertentu merupakan jenis gas bumi yang harus disubsidi oleh pemerintah yang penetapan harganya oleh menteri. Untuk gas bumi umum, diserahkan oleh badan usaha dengan syarat tertentu. Kedua, Apabila suatu badan usaha melakukan perjanjian kerja sama dengan badan usaha lainnya dimana perjanjian tersebut memenuhi nilai ekonomi lapangan, maka tidak mengacu kepada harga yang ditetapkan oleh menteri. Selanjutnya, terhadap industri yang telah ditetapkan melalui peratuan menteri tersebut. Maka harga gas bumi sudah ditetapkan dan tidak mengikuti mekanisme pasar.
Â
Dalam usaha gas bumi, tidak hanya pada aspek ekploitasi, ekplorasi, dan penjualan. Tetapi terdapat pula usaha gas bumi yang lain, yakni usaha gas bumi melalui pipa. Dalam usaha gas bumi melalui pipa, terdapat beberapa pihak yang terkait yakni : (1) Midstream dengan jenis kontrak GTA (Gas Transportation Agreement) dengan pihak Shipper (Pemilik Gas) dan Transporter (Pemilik Pipa), dan (2) Downstream dengan jenis kontrak GSA atau PJBG (Gas Sale Agreement atau Perjanjian Jual Beli Gas) dengan pihak Seller (Pemasok atau Penjual) dengan Buyer (Pembeli atau Pelanggan).
Â
Posisi monopoli tidak serta merta melanggar terhadap Pasal 17 Undang -- Undang Nomor 5 Tahun 1999, kecuali apabila perusahaan tersebut menyalahgunakan posisi monopoli yang dimilikinya (abuse of monopoly power) untuk melakukan praktek monopoli sebagai usaha dan upaya untuk melakukan praktik monopoliya dimana hal tersebut merupakan kegiatan yang dilarang oleh Undang -- Undang Nomor 5 Tahun 1999. Untuk membuktikan Pasal 17 Undang -- Undang Nomor 5 Tahun 1999 perlu dijabarkan secara unsur -- unsur dan pendekatan rule of reason, yang menjadi catatan ialah sebagai berikut:Â
- Dengan dilakukannya holding company, dalam menganalisis pasar geografis dan pasa produk tidak lagi signifikan dapat dilakukan. Sebagai pemain tunggal dalam pasar, konsumen tidak lagi dapat memilih produsen untuk kebutuhan bisnisnya yang dipasok oleh gas bumi. Terlebih, konsumen hanya dapat memilih PT. Perusahaan Gas Negara Tbk untuk melalkukan pasokan gas bumi. Kemudian, tidak terdapat pilihan -- pilihan produk atau produk subtitusi (substitute product). Hal ini merupakan ciri pasar monopoli yakni no substitute closed.
- Apabila suatu produk yakni barang dan jasa dari suatu usaha gas bumi, belum ada substitusinya akan mengakibatkan perusahaan memiliki dengan kemampuan monopoli secara dominan. Hal ini kemudian berakibat dengan sulitnya masuk perusahaan lain ke dalam pasar (barier to entry). Sudah penulis jelaskan sebelumnya bahwa usaha gas bumi pada dasarnya ialah monopoli alamiah dan monopoli regulasi kemudian dengan dilakukannya holding company yang menjadikan BUMN sebagai perusahaan entitas privat biasa menjadikan sifat monopoli alamiah dan regulasi merupakan hal yang tidak dibenarkan. Selanjutnya, untuk unsur pelaku usaha dengan menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) dari pangsa satu jenis produk yang sama, PT. Perusahaan Gas Negara Tbk saat ini tidak memiliki kompetitor baik itu pesaing nyata atau pesaing potensial. Hal ini dibuktikan dengan diakuisisinya PT. Pertamina Gas ke dalam PT. Perusahaan Gas Negara Tbk dimana seluruh aset perusahaan tersebut menjadi terintegrasi dalam satu usaha bisnis yang sama.Â
- Pada pasal tersebut, posisi monopoli mengakibatkan penyalahgunaan posisi monopoli yang didalamnya mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dan kepentingan umum. Hal ini dapat tarik dengan di dalamnya mengandung unsur pencegahan (barier to entry), pembatasan, penurunan, dan eksploitasi konsumen. Unsur tersebut sudah tentu dapat merugikan konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini sudah tentu kepada kepentingan konsumen (consumen interest). Perilaku untuk meniadakan persaingan merupakan perilaku exclusive. Dimana hal tersebut nyata -- nyata menghilangkan pesaing untuk mengusir pasar serta mengambil keuntungan di dalamnya. Dengan perilaku mengusir pesaing ke dalam pasar. Maka perusahan monopoli dapat melakukan eksploitasi kepada mitra transaksi yakni konsumen untuk meningkatkan keuntungan.Â
- Hal ini kemudian juga mengakibatkan kontrak baku (standard contract) atau dikenal dengan standaard vereenkomst yang dibuat memberatkan pihak konsumen. Tetapi, hal ini dapat menjadi sah apabila konsumen tunduk dan setuju dengan standard baku yang telah ditetapkan. Tetapi di dalam UU Perlindungan konsumen, tertera jelas apabila konsumen untuk terus tunduk pada perjanjian baku dengan perubahan -- perubahannya, hal ini mengakibat perjanjian batal seluruh atau klausula bakunya. Hal ini sesuai dengan PJBG Gas PT. Perusahaan Gas Negara Tbk dengan konsumen bahwa konsumen dalam perjanjian barunya ikut tunduk pada peraturan atau perjanjian baru atau tambahan secara sepihak untuk memaksa konsumen membeli produk barang atau jasanya.
- Dampak adanya persaingan usaha tidak sehat adalah mengeksploitasi surplus konsumen berdampak pada kesejatreraan konsumen (consumer loss). Dalam diksi tersebut, "... atau menghambat persaingan usaha" merupakan suatu logika alternatif. Hal ini harus dibuktikan dalam kajian rule of reason. Dalam Undang - Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pendekatan rule of reason dapat dikualifikasi melalui penggunaan redaksi "yang dapat mengakibatkan" dan atau "patut diduga". Kata-kata tersebut menyiratkan perlunya penelitian secara lebih mendalam, apakah suatu tindakan dapat menimbulkan praktek monopoli yang bersifat menghambat persaingan. Oleh karena itu, akibat dilakukannya CSPA antara PT. Pertamina Gas dan PT. Perusahaan Gas Negara Tbk. Dapat dikaji dari struktur pasar yang akan terjadi. Hal yang akan terjadi baik dari industri distribusi gas bumi maupun dari harga gas bumi. Oleh karena itu, kajian -- kajian dari pendekatan ekonomi perlu dilakukan. Dalam kajian ekonomi, suatu industri memiliki struktur monopoli apabila hanya terdapat satu pelaku usaha yang tidak memiliki pesaing langsung atau tidak langsung, pesaing nyata atau potensial, dimana produk tersebut tidak memiliki substitusi dekat (no closed substitute). Sebagai satu -- satunya produsen gas bumi di pasar, seluruh permintaan pasar menjadi permintaan perusahaan monopoli tersebut. Dengan terbatasnya barang dan jasa alternatif, maka permintaan pasar yang dihadapi oleh perusahaan monopoli berbentuk miring dari kiri atas ke kawan bawah (downward sloping demand curve). Hal ini kemudian melalui penguasaan permintaan pasar, maka produsen atau shipper tersebut akan memiliki kemampuan untuk menentukan harga gas bumi yang termasuk dalam klasifikasi gas bumi umum. Sebagai penentu harga (price maker), perusahaan shipper dapat menaikan atau mengurahi harga dengan cara menentukan jumlah barang atau jasa, atau dalam hal ini akan menentukan jumlah pasokan gas bumi serta distribusi gas bumi yang akan digunakan terhadap konsumen. Hal ini sesuai dengan teori permintaan pasar downward sloping. Apabila produsen mengurangi jumlah pasokan gas bumi, maka akan berakibat kepada harga yang meningkat. Hal ini kemudian juga berakibat kepada hilangnya kompetisi di lapangan, padahal menurut hukum persaingan usaha, kompetisi merupakan hal yang fundamental. Â Dengan dimiliki kekuatan monopoli (monopoly power) untuk dapat menentukan dan mengendalikan harga di pasar, maka itu merupakan wujud nyata untuk mempertahankan dan meningkatkan posisi monopoli yang selanjutnya disebut praktek monopoli. Dimana praktek monopoli dengan menghilangkan tekanan persaingan dari pelaku usaha, baik persaing nyata (existing competitor yakni PT. Pertamina Gas) atau pesaing potensial (potential competitor) merupakan hal yang dilarang dalam Undang -- Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dapat disimpulkan bahwa, dalam monopoli terdapat kemungkinan berlakunya dengan keadaan harga akan lebih tinggi, jumlah produksi lebih rendah dan keuntungan lebih besar daripada di dalam pasar persaingan sempurna. Kemudian bahwa monopoli, baik monopoli alamiah dan pasar akan menimbulkan akibat buruk ke atas kesejahteraan masyarakat. Hal ini kemudian dapat dianggap sebagai hal yang menghambat persaingan usaha.