Mohon tunggu...
Rizka Idha
Rizka Idha Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Mahasiswa Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Retorika Dakwah yang Berlandaskan Adab

25 Juni 2024   16:31 Diperbarui: 25 Juni 2024   16:32 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Syamsul Yakin dan Rizka Id'ha Nuraini
Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Retorika dan dakwah harus mengedepankan adab. Segala sesuatu yang baik harus diterapkan, sedangkan yang buruk harus ditinggalkan. Konsep baik dan buruk ini berlaku secara mutualisme, baik bagi komunikator (orator dan dai) maupun komunikan (audiens dan mad'u). Memprioritaskan adab dalam setiap aspek retorika dan dakwah akan menciptakan interaksi yang lebih harmonis dan efektif.

Dalam Islam, adab diartikan sebagai pengaturan perilaku sopan santun berdasarkan al-Qur'an. Adab ini menjadi jembatan untuk membangun koneksi dialogis antar manusia. Hierarki dalam Islam menempatkan adab di atas ilmu, menunjukkan betapa pentingnya sopan santun dalam setiap interaksi. Mengedepankan adab tidak hanya memperkuat hubungan antarindividu, tetapi juga meneguhkan nilai-nilai moral dalam komunikasi.

Dalam dakwah dan komunikasi Islam, adab meliputi kesopanan, keramahan, dan kehalusan budi pekerti yang harus diutamakan. Unsur-unsur tersebut harus menjadi prioritas dalam setiap kegiatan dakwah. Dakwah yang mengedepankan adab tidak hanya berfokus pada hasil, tetapi juga pada prosesnya, menegaskan pentingnya etika dalam menyampaikan pesan keagamaan. Dengan demikian, adab menjadi landasan utama dalam retorika dakwah, memperkuat pesan yang disampaikan dan menciptakan kesan positif.

Dalam perspektif Islam, adab dan akhlak adalah dua hal yang berbeda. Adab adalah serangkaian aturan yang bersifat memaksa, sementara akhlak merupakan respons spontan dari dalam hati tanpa paksaan. Mengusung adab dalam retorika dakwah lebih tepat karena sifatnya yang mengikat. Adab menciptakan struktur dan kedisiplinan, sedangkan akhlak mengalir dari keikhlasan hati. Kedua elemen ini saling melengkapi dalam membangun karakter seorang dai atau orator.

Akhlak, yang merupakan respons spontan seorang orator atau dai, muncul secara alami saat ceramah atau pidato. Hal ini bukan karena adanya paksaan aturan agama atau budaya, melainkan karena kebiasaan baik yang terbentuk. Akhlak dapat dipelajari, diulang-ulang, dan dibiasakan sehingga menjadi bagian dari karakter seseorang. Pembiasaan akhlak yang baik mendukung penerapan adab yang ketat dalam setiap aktivitas dakwah.

Bagi orator dan dai, adab memiliki manfaat aksiologis dalam membimbing mereka menjadi manusia yang lebih baik, baik dalam berpikir maupun bertindak sesuai dengan konteks dan tempat tertentu. Hal ini dikenal sebagai 'Ethos' dalam ilmu retorika, yang turut memengaruhi pendengar (komunikan). Dengan mempraktikkan adab yang baik, seorang dai atau orator dapat membangun kredibilitas dan kepercayaan dari audiens.

Adab retorika dapat dipahami sebagai berikut. Pertama, aturan mengenai kesopanan, keramahan, dan budi pekerti dalam bertutur untuk mempersuasi orang lain berbuat baik. Dalam konteks ini, aturan yang mengikat ditujukan kepada orator atau dai. Kedua, adab retorika dakwah adalah aturan mengenai baik dan buruk yang harus dipatuhi saat berdakwah atau berpidato. Fokusnya adalah menjaga diri dari perilaku yang tidak tepat. 

Ketiga, adab retorika dakwah mencerminkan baik buruknya dai atau orator yang tampil di media apa pun, baik tradisional, konvensional, maupun media sosial. Mengusung adab dalam setiap medium komunikasi akan meningkatkan kualitas dakwah dan menjangkau audiens yang lebih luas.

Para dai dan orator yang mengusung adab dalam retorika dakwah akan mendapatkan pujian dari netizen. Sebaliknya, mereka akan dicaci jika mengabaikan adab. Respons negatif dari netizen di dunia digital cenderung lebih menyakitkan secara kualitatif dan kuantitatif. Oleh karena itu, penting bagi setiap dai dan orator untuk selalu mengedepankan adab dalam setiap interaksi digital maupun langsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun