"Tugas-tugasku belum selesai, nilai anjlok tidak karuan, masalah yang terus datang, belum lagi kondisi mental yang naik turun. Aku merasa tidak tahu."
Setelah berpikir demikian, aku menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri. Namun, pikiranku tak kunjung reda. Cekungan di bawah mataku semakin dalam, dan mataku mulai sayu, lelah.
Aku duduk diam sejenak, kemudian berdiri dan membuka jendela kamar, membiarkan udara pagi yang segar masuk, menggantikan suasana pengap yang menyelimuti. Suara burung berkicau di luar menjadi sedikit pelipur lara. Namun, itu semua seolah tidak cukup untuk mengusir kegelapan yang menyelimutiku.
"Aku hanya ingin tidur!" teriakku dalam hati, meskipun suara itu tak keluar.
Kondisi tubuhku sudah seperti mayat hidup. Dalam keheningan, aku merenungkan segala hal yang menggangguku. Setiap masalah terasa menumpuk, seakan menuntut perhatian sekaligus. Dalam heningnya pagi, aku berharap ada jalan keluar dari semua kegundahan ini.
Akhirnya, aku kembali ke tepian kasur dan duduk, membiarkan semua pemikiran ini berlarian di benakku. Mungkin, semua ini adalah bagian dari perjalanan hidupku yang harus kuterima. Mungkin, aku perlu menemukan cara baru untuk menghadapi semua rasa sakit dan tekanan ini. Mungkin, inilah saatnya untuk bangkit dan berusaha menemukan ketenangan yang selama ini kucari.
Dengan harapan baru, aku menutup mata sejenak, mencoba membiarkan diri tenggelam dalam ketenangan yang sederhana. Mungkin, inilah saatnya untuk merenungkan kembali langkahku dan mencari cara baru untuk menghadapi semua rasa sakit dan tekanan ini. Dalam ketidakpastian ini, aku berharap bahwa suatu saat, semuanya akan menjadi lebih baik, dan tidur yang nyenyak akan kembali menyapa.
- Lia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H