Mohon tunggu...
Rizka Fayyida
Rizka Fayyida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Memasak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keberagaman Merupakan Rahmah Negara Indonesia

11 Juli 2023   22:15 Diperbarui: 12 Juli 2023   00:09 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama : Rizka Fayyida (221510000502)

Fakultas : Dakwah dan Komunikasi

Prodi : Komunikasi dan Penyiaran Islam

Dosen Pengampu : Dr. Wahidullah, S.H.I., M.H.

Mata Kuliah : Pancasila

KEBERAGAMAN MERUPAKAN RAHMAH NEGARA INDONESIA

Bangsa Indonesia terkenal dengan keanekaragaman budaya dan kemajemukannya. Keberagaman bangsa Indonesia dapat dilihat dari keragaman budaya, agama, ras, bahasa, suku, tradisi dan sebagainya sehingga berpredikat sebagai bangsa yang multikultural.

Masyarakat multikultural terdiri dari masyarakat negara, bangsa, wilayah, atau lokasi geografis seperti kota atau desa, yang memiliki budaya yang berbeda. Masyarakat multikultural tidak bersifat homogen, tetapi memiliki karakteristik heterogen dimana pola hubungan sosial antar individu dalam masyarakat bersifat toleran dan menerima kenyataan hidup berdampingan secara damai satu sama lain dengan perbedaan yang ada pada masing-masing entitas budaya.

Fenomena kehidupan damai dan harmonis tidak selalu terjadi di Indonesia, masyarakat multikultural di Indonesia tidak selalu dapat hidup berdampingan seperti yang diharapkan. Ketegangan dan konflik dengan budaya, agama, bahasa, ras dan tradisi yang berbeda merupakan hal yang lumrah dalam masyarakat Indonesia, sehingga multikultural terkadang menjadi isu penting keharmonisan bahkan kelangsungan bangsa. Oleh karena itu, perlu perjuangan terus menerus untuk mewujudkannya.

Berbagai tragedi disharmoni masyarakat multikultural yang terjadi di Indonesia dapat terjadi sebagai akibat dari kurangnya kesadaran multikultural, rendahnya moderasi beragama, dan kurangnya kearifan dalam mengelola keragaman masyarakat, yang menimbulkan gesekan horizontal yang berujung pada perpecahan yang semuanya telah menjadi pengalaman pahit bangsa Indonesia.

Dalam upaya mengantisipasi ketegangan dan konflik di masyarakat, diperlukan pendekatan budaya dengan memperkuat filosofi lokal atau kearifan lokal yang memiliki pesan luhur tentang perdamaian. Namun solusi dengan pendekatan ini juga tidak selalu berhasil tanpa dibarengi dengan pemahaman agama yang tepat dan bijak, karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang religius. Peranan pesan-pesan agama merupakan sesuatu yang mendasar untuk menjadi tumpuan masyarakat dalam berprilaku.

Sebagai masyarakat yang fanatik terhadap keyakinannya, pendekatan religi menjadi salah satu alternatif untuk menciptakan kerukunan antar umat. Pendekatan yang dipilih tentunya sikap beragama yang damai, yang sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia yang multikultural. Dengan pendekatan ini, moderasi beragama yang ramah, toleran, terbuka, luwes bisa menjadi jawaban atas ketakutan akan konflik yang marak terjadi di masyarakat multikultural.

Moderasi beragama bukan berarti kita mengacaukan kebenaran dan menghapus identitas yang lain. Sikap moderasi tidak mencemarkan kebenaran, kita tetap memiliki sikap yang jelas dalam suatu persoalan, tentang kebenaran, tentang hukum suatu masalah, tetapi dalam moderasi beragama, kita lebih terbuka untuk menerima bahwa di luar kita ada saudara sebangsa. Yang juga memiliki hak yang sama dengan kita sebagai masyarakat yang berdaulat dalam bingkai kebangsaan. Setiap orang memiliki kepercayaan di luar iman atau agama, yang keberadaannya harus kita hormati dan akui untuk tetap berperilaku moderat dan menjalankan agama.

Ada dua aspek pemahaman keagamaan yang berbeda yang merupakan manifestasi sosio-kultural ajaran Islam yang tidak dapat dipisahkan dari pola epistemologis yang merasukinya, yang berbeda secara sosio-kultural: Pertama, wajah Islam yang baik, toleran dan inklusif, mau hidup berdampingan dengan pemeluk agama yang berbeda dan secara alami memandang perbedaan sebagai rahmat, dan kedua, wajah Islam yang pemarah, mudah marah, dan intoleran dan eksklusif yang menjadi penentang bentuk pertama Islam.

Begitu juga di kelompok Kristen, juga terdapat beberapa kelompok. Mereka yang menerima ide-ide baru dalam teologi disebut modernis atau liberal. Tetapi tidak semua gereja dan pemimpin gereja, teolog dan orang Kristen menerima teori evolusi itu. Mereka menentang keras ajaran ini dengan membentengi diri dengan berbagai argumentasi Alkitab. Mereka yang menentang teori evolusi berpendapat bahwa gereja harus setia kepada "dasar-dasar iman Protestan", seperti yang terdapat dalam Alkitab.

Untuk mempertahankan diri dari gempuran modernitas dan teori evolusi, para pemimpin gereja dari berbagai kelompok Konservatif dan Evangelikal bergabung bersama menerbitkan sebuah buku berjudul The Fundamentals : A Testimony to the Truth, yang terbit tahun 1910.

Selain sesama agama terdapat sikap fundamentalis, harus diakui bahwa dalam kehidupan berbagai agama juga terdapat dilema yang serius, yaitu ketika anggota kelompok agama berinteraksi dengan orang di luar komunitasnya. Dalam komunitas beragama, hampir semua agama memandang pihak lain lebih rendah, bahkan cenderung mendiskreditkan ketika membicarakan komunitas di luar dirinya. Jika ini terjadi, maka ketegangan akan tercipta.

Negara Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Islam adalah pembawa perdamaian, nilai-nilai Islam sangat mendukung terciptanya perdamaian, sehingga umat Islam yang rohmatan lil alamin harus menjadi promotor perdamaian dan pelindung masyarakat. Di sini ada kesadaran bahwa dalam keragaman terdapat berbagai variasi seperti perbedaan dan keragaman paham keagamaan. Dalam memanifestasikan agamanya, masing-masing memiliki budaya, bahasa, adat istiadat, dan kewajiban yang sama-sama dimiliki dan perlu dihormati. Dengan keyakinan itu akan menimbulkan sikap keterbukaan, toleransi, dan keluwesan dalam berperilaku.

Agama Islam yang datang ke Indonesia tidak datang begitu saja, datang langsung berinteraksi dengan budaya Indonesia, wajah Islam Indonesia seperti sekarang ini merupakan cerminan dari hasil interaksi Islam dengan budaya Indonesia yang kemudian melahirkan Islam dengan tradisi NU dan Muhammadiyah. Dengan demikian perlu diupayakan peningkatan kesadaran multikultural di bangsa kita, dan ke depannya akan menumbuhkan sikap moderasi beragama. Hal ini perlu dilakukan bagi seluruh warga negara Indonesia baik oleh pemerintah, tokoh bangsa, maupun ustadz yang bertugas memberikan penyuluhan keagamaan.

Moderasi Islam menjadi pemahaman Islam tentang agama yang memasukkan ajaran Islam yang sangat esensial.

Ajaran yang tidak hanya mementingkan hubungan baik dengan Tuhan, tetapi juga yang tidak kalah pentingnya adalah hubungan baik dengan semua manusia. Tidak hanya kepada saudara seiman tetapi juga kepada saudara yang berbeda agama. Moderasi ini mengedepankan sikap keterbukaan terhadap perbedaan yang ada yang diyakini sebagai sunnatullah dan rahmat bagi manusia. Selain itu, moderasi Islam tercermin dalam sikap yang tidak mudah disalahkan apalagi kufur terhadap orang atau kelompok yang berbeda pandangan.

Moderasi Islam mengutamakan persaudaraan, berdasarkan prinsip kemanusiaan, bukan hanya prinsip keimanan atau kebangsaan. Pemahaman seperti ini menemukan momentumnya di dunia Islam pada umumnya yang sedang dilanda krisis kemanusiaan dan Indonesia pada khususnya yang juga masih bergelut dengan sejumlah persoalan kemanusiaan akibat sikap beragama yang kurang moderat. Konsekuensinya, perkembangan hukum Islam menjadi dinamis dan mengikuti perkembangan zaman.

A. Multikultural (Keanekaragaman) bangsa Indonesia

Indonesia dengan keragaman budaya, agama, suku, bahasa menunjukkan bahwa ia adalah bangsa yang memiliki masyarakat multikultural. Kebhinekaan itu sendiri merupakan berkah tersendiri jika dikelola dengan baik, menjadi keunikan dan kekuatan, namun pluralitas tersebut dapat menjadi tantangan jika tidak disikapi secara arif dan bijaksana, dapat menjadi ancaman perpecahan dan konflik yang dapat mengobrak-abrik ketahanan sosial.

Keanekaragaman budaya merupakan peristiwa yang wajar karena berbagai perbedaan budaya bertemu di suatu tempat, Setiap individu dan suku bangsa bertemu dengan membawa perilaku budaya masing-masing, memiliki cara hidup yang khas.

Multikulturalisme mencakup pemikiran, cara pandang, kebijakan, sikap dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang beragam dalam hal suku, budaya, agama dan sebagainya, tetapi memiliki cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan memiliki kebanggaan dalam mempertahankan keragaman tersebut.

Konsep multikulturalisme tidak asing lagi di dunia Islam, setidaknya memiliki pengalaman sejarah yang menegaskan bahwa Islam menghargai keberagaman, sebagaimana yang dipraktikkan oleh Nabi dalam pemerintahan Madinah. Fakta dan data keberagaman agama di Indonesia menunjukkan bahwa keberagaman agama ini merupakan mozaik yang memperkaya khazanah kehidupan beragama di Indonesia, namun di sisi lain keberagaman agama juga mengandung potensi ancaman terhadap keutuhan NKRI. Disinilah dibutuhkan keterlibatan seluruh warga negara dalam mewujudkan perdamaian.

Indonesia sebagai negara multikultural dengan penduduk muslim terbesar di dunia dan memiliki keragaman suku, budaya, bahasa, dan agama juga menjadi kendala bagi terwujudnya kerukunan dan kenyamanan beragama, oleh karena itu selain bekerja sama dengan para ahli yang memiliki ketertarikan pada isu multikultural, Pendidik agama juga harus mulai berpikir untuk memberikan informasi tentang multikulturalisme kepada berbagai lembaga, lembaga, dan organisasi sosial untuk bersama-sama membangun kesadaran multikultural.

B. Moderasi dalam keberagaman Indonesia

Dalam masyarakat Indonesia yang multikultural, sikap keagamaan yang eksklusif yang hanya mengakui kebenaran dan keselamatan secara sepihak tentu dapat menimbulkan gesekan antar umat beragama. Konflik agama yang banyak terjadi di Indonesia umumnya dipicu oleh sikap keagamaan yang eksklusif, serta kontestasi antar kelompok agama dalam memperoleh dukungan masyarakat yang tidak dilandasi toleransi, karena masing-masing menggunakan kekuatannya untuk menang, sehingga memicu konflik.

Di masa lalu, konflik sosial dan pemicu disharmoni sosial datang dari ekstrim kiri (komunisme) dan ekstrim kanan (Islamisme). Namun, dewasa ini ancaman disharmoni dan ancaman terhadap negara terkadang datang dari globalisasi dan Islamisme, yang oleh Yudi (2014: 251) disebut dua fundamentalisme: pasar dan agama.

Dalam konteks fundamentalisme agama, untuk menghindari terjadinya disharmoni maka diperlukan penanaman cara beragama yang moderat, atau cara menjalankan Islam yang inklusif atau sikap beragama yang terbuka, yang disebut moderasi beragama. Moderasi berarti bersikap moderat, kebalikan dari ekstrim, atau berlebihan dalam menyikapi perbedaan dan keragaman.

Dalam memandang dan menyelesaikan suatu masalah, Islam moderat mencoba melakukan pendekatan kompromi dan berada di tengah, dalam menyikapi suatu perbedaan, baik perbedaan agama maupun mazhab, Islam moderat mengedepankan toleransi, saling menghormati, dengan tetap meyakini kebenaran keyakinan umat. Masing-masing agama dan sekte. Agar semua bisa menerima keputusan dengan kepala dingin, tanpa harus terlibat tindakan anarkis.

Oleh karena itu, moderasi beragama merupakan jalan tengah di tengah keberagaman agama di Indonesia. Moderasi adalah budaya nusantara yang berjalan beriringan, dan tidak saling meniadakan agama dan kearifan lokal. Tidak saling bertentangan tetapi mencari solusi dengan toleran.

Moderasi harus dipahami dan dikembangkan sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan yang sempurna, di mana setiap anggota masyarakat, terlepas dari suku, etnis, budaya, agama, dan preferensi politik, ingin saling mendengarkan dan belajar dari satu sama lain untuk melatih. Kemampuan untuk mengelola dan mengatasi perbedaan di antara mereka.

Jadi jelas bahwa moderasi beragama erat kaitannya dengan menjaga kebersamaan dengan memiliki sikap 'toleran', warisan leluhur yang mengajarkan kita untuk saling memahami yang berbeda dengan kita.

C. Peran Penyuluh Agama

Menurut teori strukturisasi, keberadaan penyuluh agama dapat dilihat sebagai aktor yang dapat membentuk struktur dalam masyarakat. Kegiatan penyuluh agama yang berperan sebagai panutan atau pelaku melalui amalan atau perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Sebagai agen, penyuluh agama mengembangkan kebiasaan sehari-hari yang tidak hanya memberikan rasa aman kepada pelaku, tetapi juga memungkinkan mereka membentuk kehidupan sosialnya secara efektif.

Dalam rangka mendorong motivasi dan tindakan menuju kesadaran dan moderasi beragama, pendidik agama diharapkan: 

1] informatif dan mendidik: penyuluh agama memposisikan diri sebagai pendakwah yang memiliki tugas untuk mendakwahkan ajaran agamanya, memberikan ilmu agama dan mendidik masyarakat sebaik mungkin sesuai dengan ajaran agama.

2] Fungsi penasehat:

penyuluh agama memberikan kesempatan untuk berefleksi dan memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat, baik secara individu maupun sebagai keluarga dan masyarakat pada umumnya.

3] Tugas administratif: kewajiban para penyuluh agama untuk merencanakan, melaporkan dan mengevaluasi pelaksanaan nasihat dan bimbingan yang diberikan. 

Untuk mencapai kerukunan hidup berbangsa dan beragama diperlukan moderasi beragama, yaitu sikap keagamaan yang sedang atau tidak berlebihan. Tidak mengklaim sebagai diri atau kelompok sejati, tidak menggunakan legitimasi teologis yang ekstrim, tidak menggunakan paksaan atau kekerasan, netral, dan tidak terikat pada kepentingan politik atau kekuatan tertentu. Sikap moderat ini harus disosialisasikan, dididik, dipupuk dan dikembangkan melalui keteladanan para penyuluh agama.

Para penyuluh dapat terlibat dalam fasilitasi keagamaan, membawa kedamaian religius ke dalam setiap kegiatan penyuluhan mereka. Membangun masyarakat yang toleran, damai harus dioptimalkan oleh para penyuluh melalui kegiatan atau langkah-langkah sebagai berikut:

Perencanaan kegiatan, penyelenggaraan kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan pemantauan untuk mengevaluasi program pendampingan keagamaan. 

Maka dari itu kehidupan multikultural memerlukan pemahaman dan kesadaran multikultural yang menghargai perbedaan dan kemajemukan serta memiliki keinginan untuk memperlakukan setiap orang secara adil.

Mempertimbangkan keragaman, diperlukan sikap moderat, bentuk moderasi ini dapat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Sikap moderat adalah pengakuan terhadap keberadaan pihak lain, toleransi, menghargai perbedaan pendapat, dan tidak memaksakan kehendak.

Peran pemerintah, tokoh masyarakat dan para penyuluh agama diperlukan untuk mengembangkan pemahaman sosial dan moderasi beragama menuju masyarakat Indonesia serta mewujudkan kerukunan dan perdamaian. 

Keberagaman budaya di Indonesia begitu beragam dan mempesona. Setiap daerah memiliki warisan budaya yang kaya, mulai dari tarian tradisional, musik, seni rupa, pakaian adat, hingga kuliner khas. Dari Sabang sampai Merauke, setiap wilayah memiliki ciri khas budayanya sendiri, mencerminkan keragaman etnis dan sejarah yang melingkupi nusantara. Keberagaman budaya ini memberikan warna dan keindahan yang tak tertandingi dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.

Selain keberagaman budaya, keberagaman agama juga menjadi ciri khas Indonesia. Berbagai agama, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu, hidup berdampingan dengan damai dan saling menghormati. Masyarakat Indonesia menjunjung tinggi prinsip toleransi antaragama, di mana setiap individu memiliki kebebasan untuk beribadah sesuai dengan keyakinannya. Keberagaman agama ini menjadi pilar penting dalam membangun harmoni dan perdamaian di antara umat beragama. 

Keberagaman suku dan bahasa juga merupakan kekayaan bangsa Indonesia. Lebih dari 1.300 suku bangsa tersebar di seluruh kepulauan Indonesia, masing-masing dengan bahasa dan adat istiadat yang berbeda. Bahasa Indonesia, sebagai bahasa persatuan, menghubungkan berbagai suku dan memfasilitasi komunikasi antarbangsa. Melalui keberagaman suku dan bahasa, Indonesia memperoleh kekayaan dalam bentuk pengetahuan lokal, kearifan lokal, dan keanekaragaman ekspresi budaya.

Keberagaman ini tidak hanya menjadi identitas bangsa Indonesia, tetapi juga sumber kekuatan. Dalam keberagaman, terdapat kekuatan kolaborasi, saling melengkapi, dan belajar dari satu sama lain. Keberagaman mengajarkan kita untuk menghormati perbedaan, memahami perspektif orang lain, dan membangun solidaritas. Keberagaman adalah rahmat yang harus kita jaga dan lestarikan sebagai pondasi utama dalam membangun masyarakat yang inklusif, adil, dan harmonis.

Namun, tantangan juga hadir dalam mengelola keberagaman. Perbedaan pendapat, konflik, dan diskriminasi masih ada di tengah masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus mempromosikan dialog, pengertian, dan penghormatan. Pendidikan tentang keberagaman juga perlu ditingkatkan, baik di sekolah maupun di masyarakat, agar generasi mendatang mampu meneruskan semangat keberagaman ini dengan bijaksana.

Dalam menjaga keberagaman sebagai rahmah bangsa, solidaritas dan persatuan menjadi kunci. Kita perlu menghargai perbedaan, membangun kerjasama, dan merangkul keanekaragaman sebagai modal bersama dalam meraih kemajuan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Keberagaman adalah sumber kekuatan dan keindahan, dan dengan pemahaman yang baik, kita dapat menjadikannya sebagai kekuatan yang mendorong kemajuan bangsa Indonesia ke masa depan yang lebih baik.

Sumber Referensi:

Moderasi Beragama dalam Keragaman Indonesia

NU Online

Mas’ud, A. (2018). Strategi Moderasi Antarumat Beragama. jakarta: Kompas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun