Mohon tunggu...
Rizka Cahyani
Rizka Cahyani Mohon Tunggu... Arsitek - penulis

menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aspek Budaya dalam Islam: Harmoni di Antara Tradisi dan Kreativitas Budaya Islam

20 Desember 2023   12:03 Diperbarui: 20 Desember 2023   12:03 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

NILAI- NILAI AGAMA DENGAN KEBERAGAMAN BUDAYA LOKAL
Nilai-Nilai Kebudayaan Islam
Menurut J. Verkuyl, kata kebudayaan mulai dipakai kira-kira pada tahun 1930 dan dengan cepat istilah tersebut mendapat tempat yang tetap dan luas dalam khazanah perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia. Verkuyl mengatakan bahwa kata kebudayaan itu berasal dari bahasa Sanskerta, budaya, yakni bentuk jamak dari budi yang berarti roh atau akal (Faisal Ismail, 2016: 30). Koentjaraningrat (1981: 19) mengatakan bahwa kata kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, budhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Kebudayaan agama adalah kebudayaan yang diciptakan oleh suatu komunitas agama yang bersumber dari ajaran dan nilai-nilai agamanya. Misalnya kebudayaan Hindu, kebudayaan Yahudi dan kebudayaan Islam. Kebudayaan sekuler adalah kebudayaan yang diciptakan oleh suatu komunitas/bangsa yang menganut sekularisme (paham atau pandangan hidup yang memisahkan hal-hal yang bersifat agamawi dari hal-hal yang duniawi). Kebudayaan sekuler tidak terkait atau terlepas dari ajaran dan nilai-nilai agama. Dengan kata lain, ajaran agama atau nilai-nilai agama tidak menjadi sumber, dasar, orientasi dan motivasi dalam proses penciptaan dan pengembangan kebudayaan.secara dominan, kebudayaan sekuler ini eksis dan berkembang secara merata di negara-negara Barat yang terkenal sebagai bangsa-bangsa penganut sekularisme. Dalam ranah polotik dan kenegaraan, sekularisme telah menghasilkan negara sekuler yaitu negara yang memisahkan antara church (gereja, agama) dan state (negara). Nilai-nilai agama tidak boleh masuk ke ranah politik dan urusan kenegaraan. Kebudayaan sekuler menampakkan diri antara lain dalam bentuk free love, free sex, legalisasi aborsi, sewa rahim, alkoholisme, legalisasi judi, dan legalisasi pernikahan sejenis.
Islam dan Budaya Lokal Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang pluralistic karena ia merangkum keragaman agama, etnis, seni, tradisi, budaya, dan cara hidup. Sosok keragaman yang indah ini, dengan latar belakan mozaik yang memiliki ciri khas masing-masing, tidak mengurangi makna kesatuan Indonesia. Motto nasional "Bhineka Tunggal Ika" yang dipakai oleh bangsa Indonesia jelas mempertegas pengakuan adanya "kesatuan dalam keragaman" atau "keragaman dalam kesatuan" dalam spectrum kehidupan kebangsaan. Pluralitas bangsa Indonesia sudah sejak lama menjadi bahan kajian para ahli antropologi, sosiologi, sejarah, dan pakar sosial lainnya. Skinner menyebutkan adanya lebih dari 35 suku bangsa di Indonesia, masing-masing dengan bahasa dan adat yang tidak sama.( Skinner, 1959, dalam Nasikun, 1991). Kemajemukan dapat menjadi kekutan yang positif dan konstruktif apabila diarahkan secara positif dan konstruktif pula. Tetapi, ia dapat menjadi kekuatan yang negative dan destruktif apabila tidak dikelola dan tidak diarahkan secara positif. Hal ini tampaknya sangat disadari oleh para pendiri republik ini. Itulah sebabnya, setelah melalui proses perdebatan konstitusional yang alot dan panjang, para pendiri republik ini tidak mendirikan Negara Indonesia berdasarkan agama tertentu, tetapi sepakat memilih pancasila sebagai dasar Negara. Keragaman etnis di Indonesia menumbuhkan keragaman tradisi, seni dan budaya. Masing-masing etnis di Indonesia mempunyai tradisi, seni dan budaya lokal sendiri-sendiri. Ketika Islam mulai berkembang di suatu daerah di Indonesia, terjadi proses akluturasi nilai-nilai Islam dengan budaya setempat (budaya lokal). Tari Seudati dan Tari Saman di Aceh, Seni hadrah/rebana, perayaan Maulid Nabi Muhammad (barzanji) dan tradisi Lebaran (Hari Raya Idul Fitri) di Indonesia adalah contoh beberapa akultirasi nilai-nilai Islam dengan budaya lokal. Islam menerima segala bentuk tradisi, seni dan budaya lokal jika budaya lokal tersebut sesuai (atau dalam proses akulturasinya dapat disesuaikan) dengan nilai-nilai Islam. Budaya lokal yang sebelumnya bercorak animistis atau hinduistik kemudian dalam proses akulturasinya dapat diislamisasi, maka budaya lokal tersebut dapat diterima dan kategorikan sebagai salah satu bentuk kesenian dan kebudayaan Islam yang bersifat lokal. Islam tidak menerima budaya lokal jika budaya lokal tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran (akidah,syariat, dan ibadah) Islam. Di Lombok, misalnya di kalangan suku Sasak terdapat komunitas yang oleh sebagian penulis disebut penganut Islam Wetu Telu (Waktu Tiga). Wetu Telu adalah kepercayaan lokal yang menggabungkan unsur-unsur kepercayaan Islam, Hindu dan Animisme. Sekarang ini kepercayaan tersebut terdapat di sekitar Bayan (Lombok Utara). Para pengikut Wetu Telu tidak melaksanakan salat wajib lima kali sehari dan sebagian mereka berpuasa hanya tiga hari selama bulan Ramadan. Menurut ajaran dan filsafat hidup komunitas Wetu Telu, dalam hidup ini terdapat tiga waktu kemunculan yaitu menganak (melahirkan), menteluk (bertelur) dan mentiuk (berbiji). Islam masuk ke Lombok kira-kira abad ke-16 M (pasca runtuhnya kerajaan Majapahit) berkat kegiatan dakwah para wali dari Jawa (antara lain Sunan Prapen). Dalam mendakwahkan ajaran Islam, para wali pada waktu itu tidak secara radikal menggusur tradisi lama masyarakat yang masih menganut kepercayaan lamanya (animism,dinamisme dan hinduisme). Dalam proses akulturasinya dengan nilai-nilai Islam, tradisi dan budaya lokal pada sebagian masyarakat Sasak belum diislamisasi secara tuntas. Sebagai hasil upaya-upaya dakwah yang dilakukan oleh para da'I dalam mengajarkan Islam yang benar dan kaffah, para penganut Wetu Telu saat ini sudah sangat berkurang dan hanya terdapat di kalangan generasi tua di Bayan.(Erni Budiwanti,2000: ....).

KESIMPULAN
Aspek budaya dalam islam menekankan harmoni antara nilai- nilai agama dengan keberagaman budaya lokal. Ini mendorong kreativitas dalam seni, arsitektur, sastra, dan banyak bidang lainnya, memungkinkan ekspresi yang berbeda sesuai dengan nilai- nilai islam yang menghargai keberagaman dan keserasian antara keyakinan dan budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun