Tak terkendalinya harga alkes dan obat-obatan yang terus melambung tinggi pada masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membuat masyarakat semakin menjerit. Alkes dan obat-obatan melambung menjadi sepuluh kali lipat dan bernilai ratusan ribu, seperti pada tabung oksigen yang awalnya bertujuan membantu pernafasan tapi kini malah membuat semakin sesak.Â
Belum lagi adanya oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan situasi ini demi memperoleh keuntungan yang besar di atas sesaknya derita masyarakat terlebih lagi bagi masyarakat yang mengalami masalah finansial. Apakah kini dengan kondisi pandemi mengakibatkan perubahan moral masyarakat yang seakan tak peduli dengan dampak negatif dihasilkan? Atau memang semua ini hanya seputar kepentingan semata demi menggali keuntungan sebesar-besarnya?
Kenaikan harga di masa pandemi banyak terjadi pada obat-obatan yang diperlukan dalam penanganan Covid-19, seperti pada obat Avigan, Remdesivir, Azithromycin serta multivitamin. Selain itu, kenaikan harga juga terjadi pada alkes seperti pengukur oksigen oxymeter, tabung oksigen hingga masker. Salah satu laporan kasus kenaikan harga obat di masa pandemi terjadi pada obat Ivermectin dimana ditemukan beberapa toko obat yang menjual produk ini dengan harga tinggi.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus menuturkan bahwa peningkatan harga terjadi pada penjualan produk Ivermectin, yaitu dari yang biasanya dijual dengan harga sekitar Rp75.000 menjadi seharga Rp475.000 per satu kotak. Kasus kenaikan harga diduga disebabkan oleh mafia alkes dan obat-obatan yang mencari keuntungan dengan melakukan penggelembungan harga sehingga menyebabkan terjadinya kelangkaan pada alkes dan obat-obatan yang membuat harganya menjadi tidak terkendali.Â
Perilaku yang dilakukan oleh mafia alkes dan obat-obatan dapat dikatakan sebagai tindakan yang tidak berperikemanusiaan, karena di masa pandemi seharusnya semua orang dapat saling membantu dan bahu membahu dalam upaya mengurangi kasus Covid-19. Akan tetapi, oknum-oknum ini malah berupaya mengambil keuntungan di atas penderitaan orang lain. Perilaku ini sangat merugikan masyarakat sehingga memerlukan penindakan lebih lanjut.Â
Menanggapi kasus ini, Yusri menegaskan bahwa diperlukan adanya penanganan tegas terhadap mafia alkes dan obat-obatan. Penanganan dapat dilakukan dengan menjerat orang yang terbukti melakukan praktik permainan harga melalui Pasal 198 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan maupun dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
“Ada beberapa UU lain yang kemungkinan akan kita terapkan, termasuk KUHP, ini akan kita dalami semuanya. Termasuk mungkin ada dari hilir kita dapat sampai ke hulunya, apakah nanti ada pelaku-pelaku yang lain kita akan lakukan tindakan tegas dan terukur," ucap Yusri.Â
Dengan teriakan-teriakan dan keluh kesah dari masyarakat yang terus terhimpit oleh keadaan, maka pemerintah membuat peraturan mengenai harga eceran tertinggi  (HET) pada obat-obatan Covid-19. Peraturan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang harga eceran tertinggi obat dalam masa pandemi Covid-19 dengan tujuan mencegah spekulan memanfaatkan kondisi ini.
Pada peraturan ini, terdapat sebelas obat yang digunakan dan telah diatur mengenai harga eceran tertingginya. Dengan peraturan ini maka HET dapat diterapkan pada sejumlah apotik, rumah sakit, klinik, dan fasilitas kesehatan lainnya di Indonesia. Apabila terdapat oknum yang melakukan penyelewengan ketentuan dari HET, maka dapat dilaporkan serta ditindak dengan ancaman lima tahun penjara.
Peraturan ini semakin dipertegas setelah ditindaklanjuti oleh Kabareskrim Polri Komjen, Agus Andrianto dengan menerbitkan Surat Telegram nomor ST/1373/VII/H.U.K/7.1./2021 yang berhubungan dengan HET alkes dan obat-obatan di masa Pandemi Covid-19 kepada seluruh jajaran Polda terkait penegakkan hukum di masa PPKM Darurat Jawa Barat.
Ketegasan pemerintah dalam penetapan HET terhadap alkes dan obat-obatan patut untuk diapresiasi mengingat penstabilan harga penting untuk menyelamatkan setiap masyarakat yang membutuhkan alkes dan obat-obatan dengan harga yang terjangkau. Namun, disamping itu penetapan HET harus diimbangi dengan implementasi pengawasan dan penindakan sebagai tindak lanjut dari kebijakan tersebut.